Postingan

KOPI. DARI MINUMAN, OBAT HINGGA PERANG

Gambar
Siapa yang hari ini tidak mengenal kopi, minuman sejuta umat. Ia menjadi minuman sejak dari kelas  rakyat jelata di teras gubug hingga ke resto-resto terkenal yang disambangi oleh kaum jet set. Jika anda berfikir bahwa kopi baru terkenal belakangan setelah Dee menulis sebuah novel berjudul Philosofi Kopi, atau setelah usaha warkop dan cafe menjamur bagai cendawan dimusim hujan, maka anda keliru. Kopi memang sudah menorehkan sejarahnya bahkan jauh sebelum kita yang bernafas hari ini belumlah berupa orok. Sejarah kopi telah menapaki perjalanan panjang kesejarahan dalam peradaban manusia, terkadang kisahnya sepahit rasa seduhan bijinya, terkadang pula semanis daging buahnya. Kopi sebagai salah satu komoditi potensial pada masa pemerintahan VOC telah memberikan keuntungan besar bagi mereka, sementara di sisi lain justru menyebabkan penderitaan masyarakat di nusantara melalui penerapan cultivation cultuur stelseel.  Efek keberadaan kopi di Mandar juga mebawa perubahan luar biasa da

SEPAK TERJANG 710 DI TULUNG AGUNG

Andi Selle. Mungkin banyak yang tidak kenal dengan sosoknya, namun mantan komandan tentara 710 ini menjadi terkenal setelah memimpin anak bahnya melakukan pemberontakan terhadap pemerintah resmi Republik Indonesia. Sebagian orang menyebut bahwa pemberontakan 710 pimpinan Andi Selle merupakan sebuah aksi protes atas ketidak adilan pemerintah waktu itu yang bermaksud untuk merasionalisasi tentara nasional.  Terlepas dari latar belakang yang menyebabkan terjadinya pemberontakan, namun yang pasti bahwa sisa-sisa kekejaman 710 masih terekam di dalam memori sebagian masyarakat khususnya di Polewali Mandar yang sempat mengalami masa suram itu. Hampir serupa di daerah lain di Polewali Mandar, masyarakat desa Sumberjo yang berada di kecamatan Wonomulyo kabupaten Polewali Mandar juga mengalami suasana yang mencekam. Seperti yang dialami oleh Sorok Martonadi (80 tahun), warga dusun Tulung Agung, desa Sumberjo.  Dalam ingatannya bahwa kejadian itu terjadi sekitar tahun 1963 atau 1964 (ia

Pengobatan Tradisional Bugis

Gambar
Pengobatan tradisional orang Bugis yang diilhami oleh ajaran leluhur dan termaktub dalam Lontarak Bone ini mengajarkan bahwa segala penyakit dapat disembuhkan dari beragam ramuan dari alam. 1. Pendahuluan Selain dari Lontarak Wajo, pengetahuan leluhur Bugis tentang pengobatan tradisonal juga diilhami dari lontarak Bone. Hingga kini, lontarak Bone masih terjaga dengan rapi, bahkan sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Di pedesaan Sulawesi Selatan, pengetahuan ini masih dipraktekkan dan menjadi bukti bahwa orang Bugis masih menghormati tradisi leluhur (Syarifudin Kulle, dkk., 2010). Pengobatan tradisional leluhur Bugis berdasarkan lontakan Bone ini juga didasarkan pada pemahaman terhadap tumbuh­tumbuhan alam yang ada di lingkungan sekitar, filsosofi yang diajarkan dalam kebudayaan mereka, serta ajaran Islam. Salah satu filosofi yang dipegang tehuh adalah bahwa setiap penyakit pasti ada obatnya yang disediakan oleh Tuhan di alam semesta (Abdul Hamid, 2008). 2. Konse

Cerita Rakyat "LA WELLE"

Gambar
Disadur oleh: ABDULLAH Dikisahkan konon kabarnya, di sebuah desa bernama Wajo-wajo hiduplah seorang anak yatim yang masih kecil. Anak itu bernama Lawelle. Ayahnya meninggal karena dibunuh oleh Lamannuke. Sejak saat itu, Lawelle tinggal berdua dengan ibunya. Warga sekitar pun sangat sayang pada Lawelle karena dia termasuk anak yang rajin dan tidak nakal. Suatu ketika, Lawelle sedang bermain-main dan tiba-tiba menyaksikan sepasang burung memberi makan pada anak-anaknya. Lawelle pun takjub menyaksikan peristiwa yang menurut dia masih asing karena belum pernah dilihat sebelumnya. Hal inilah yang kemudian membuatnya bertanya pada ibunya tentang upaya kedua ekor burung yang memberi makan pada burung-burung yang lain. Ibunya menjelaskan bahwa kedua burung itu tidak lain ayah dan ibu burung-burung yang lain. Lawelle merasa heran karena selama ini dia tidak pernah merasa mempunyai ayah. Dia pun menanyakan tentang ayahnya. Ibunya menceritakan peristiwa yang dialami oleh ayahnya sehi

Kisah cinta Datu Museng & Maipa Deapati

Gambar
Kisah cinta Datu Museng & Maipa Deapati berawal dari Tanah Galesong. Galesong dulunya merupakan pusat Angkatan Laut kerajaan Gowa,telah merekrut pemuda dari berbagai daerah kekuasaan. Tersebutlah AdeArangan dari Kesultanan Sumbawa yang datang memperkuat  Angkatan Laut kerajaan Gowa di Galesong.  Ade Arangan kemudian kawin dengan gadis bangsawan Galesong hingga melahirkan beberapa orang anak, diantaranya Karaeng Gassing. Anaknya Karaeng Gassing setelah dewasar kawin dengan gadis Galesong hingga membuahkan seorang anak bernama  I Baso Mallarangang, atau lebih dikenal dengn nama   Datu Museng.  Pada usia 3 tahun,  kedua orang tua Datu Museng dibunuh oleh pasukan Belanda.  Ade Arangan kemudian memelihara cucunya dan menyelamatkannya dengan membawa ke negeri kelahirannya di kesultanan Sumbawa. Sampai di Sumbawa, Ade Arangan diterima baik oleh Sultan Sumbawa dan ia diberi tempat dan  lahan perkebunan. Datu Museng yang sudah memasuki usia kanak-kanak  disuruh mengaji di surau yang

PANAIQ. “Kenapa harus mahal?.”

Gambar
Zulfihadi. (Aktifis komunitas Appeq Jannangang) ================================================ Dalam pernikahan adat tradisional Mandar, salah satu yang menjadi bagian penting adalah adanya panaiq (Makassar)/pappenreq (Bugis)/ doiq balanja (Mandar). Dan sudah jadi rahasia umum jika seorang lelaki hendak mempersunting seorang gadis dari kalangan suku Bugis, Makassar atau Mandar maka ia haruslah mempersiapkan dana yang tidak sedikit bahkan relatif fantastis jumlahnya. Beberapa artikel diinternet belakangan ini sering memberitakan hal itu.  Namun sayang karena umumnya artikel-artikel tersebut mengulas panaiq (Makassar)/pappenreq (Bugis)/doiq balanja (Mandar) hanya dari sudut pandang jumlahnya yang besar. Hingga memberikan kesan jika gadis Sulawesi itu “mahal”, seolah-olah gadis Sulawesi adalah barang dagangan yang bisa diperjual belikan. Menurut penalaran penulis, inilah yang menjadi sumber keresahan beberapa kalangan hingga muncullah elemen-elemen yang sea

PETAKA CINTA DI BUKIT SURUANG

Berjalan dengan perasaan berkecamuk antara segan, malu, khawatir dan rasa kesetia kawanan, terpaksa kulangkahkan juga kaki ini menuju rumah I Putubunga Masagala. Yah, pemuda mana di kampung ini yang tidak mengenal I Putubunga Masagala?. Pemuda mana yang birahinya tidak terbakar dan melayang dalam fantasi liarnya melihat seorang gadis berparas cantik, bertubuh denok dengan tinggi semampai yang dari pinggulnya menggambarkan seorang wanita yang akan memberikan keturunan yang banyak seperti potongan I Putubunga Masagala.  Setidaknya dari sisi fisik, potongan wanita demikianlah yang disarankan ayahku pada suatu malam jika aku hendak mencari pasangan hidup.  Namun kali ini, aku menuju kerumahnya bukanlah untuk diriku namun untuk seorang sahabat yang rupanya juga memendam rasa padanya. Dan karena kedekatanku dengan kedua orang tua I Putubunga yang memang masih famili dekat denganku, membuat sahabatku itu mempercayakan padaku untuk “messisi” dengan tujuan mengetahui tanggapan keluarg