Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2014

ANAK-ANAK HARAM SANG ZAMAN

Lahir dari rahim seorang ibu yang bernama pertiwi Dibesarkan oleh ayah yang bernama sejarah Disusui oleh kebudayaan Berpencaran engkau bagai mencit yang mencericit Berbulan tahun engkau nikmati saripati tradisi Hingga kokoh kuat tubuhmu Kini engkau gagah dalam balutan busana necis Goyangkan kaki di balik meja Angkuh kau kalungkan di lehermu Sombong kau sematkan di dadamu Kau perkosa ibu pertiwimu hingga melarat Engkau sodomi ayah sejarahmu hingga sekarat Kau bantai tradisi yang mulia sarat ajaran Jadilah dirimu kanibal atas nama uang Dan kami hanya merintih melihat tingkahmu Berharap kebenaran segera tiba Matakali, 220814

MASJID LAPEO NASIBMU KINI

Sebuah kebanggaan ketika memiliki sebuah ikon religi di kampung kita, sebab tidak semua daerah memiliki ikon seperti ini. Apalagi jika ikon tersebut adalah sebuah mesjid peninggalan salah seorang penganjur agama Islam sehingga bernilai sejarah. Hingga peziarah yang datang untuk menyaksikan mesjid tersebutpun datang dari segala penjuru negeri. Tentu ini adalah sebuah keuntungan dari pihak pengelola mesjid yang tidak perlu lagi serabutan untuk mencari dana sekedar renofasi kecil misalnya, bahkan renovasi totalpun mungkin tidak menjadi masalah dari sisi pendanaan. Demikianlah kondisi mesjid Imam Lapeo yang berada di Lapeo, kecamatan Campalagian, kabupaten Polewali Mandar. Al kisah mesjid ini didirikan oleh K.H. Muhammad Tahir yang dikemudian hari digelari sebagai Imam Lapeo sebagai tempat untuk mengajarkan agama Islam kepada masyarakat Lapeo. Seiring berjalannya waktu, maka berkat jasa beliau semakin berkembanglah agama Islam di daerah itu dan semakin banyaklah murid beliau. Bahkan m

AYO KE MAMPIE....!!

Mampie sesungguhnya adalah satu daerah pedusunan yang dihuni oleh kurang lebih 250 kepala keluarga dengan masyarakat yang sehari-harinya bermata pencaharian sebagai nelayan atau petambak. Namun kita tidak akan membahas secara mendalam tentang kehidupan masyarakatnya, tetapi kita akan mengupas pantainya yang hingga hari ini mampu menyedot perhatian begitu banyak pengunjung. Apa pasal?. Berawal dari kekhawatiran beberapa pemuda setempat yang resah dengan adanya beberapa pemuda dari wilayah lain yang datang dan menjadikan kawasan pantai sebagai arena balap liar (baca: grass track liar). Akhirnya sekitar tahun 2006 muncul sebuah ide untuk menjadikannya sebagai tempat wisata. Dan mulailah pantai Mampie mendapat kunjungan wisatawan lokal yang datang dari berbagai wilayah terdekat seperti desa Tumpiling atau Wonomulyo. Seiring waktu, akhirnya sejak tahun 2010, kawasan pantai Mampie resmi berganti wajah dari pantai yang hanya menjadi kawasan pengembangan rumput laut menjadi kawasan wisa

MENGENAL MANDAR DALAM NADA

Gambar
Berawal dari keinginan untuk ikut melestarikan budaya mandar dalam hal ini seni musik, kami mencoba untuk mengenalkannya pada remaja tingkat SMA/SMK. Sehingga terwujudlah sebuah kegiatan berupa kunjungan ke Uwake Cultural Foundation, pada hari Minggu, 28 September 2014. Matahari belum terlalu jauh meninggalkan titik kulminasinya ketika roda mobil angkot (angkutan kota) carteran berputar dan membawa siswa-siswi yang tergabung dalam Sanggar teater Tattanga meninggalkan pekarangan SMK Soeparman Wonomulyo atau yang dahulu lebih dikenal dengan nama STM. Selama kurang lebih 45 menit ami hanya bisa membiarkan tubuh kami terbawa oleh mobil angkot berwarna biru itu menuju ke arah barat kota Wonomulyo. Setelah  melewati perkampungan padat penduduk, hamparan sawah dan tepian pantai pasir putih Palippis kami pun tiba di daerah yang akrab dengan seni dan budaya Mandar. Yah, Tinambung. Daerah yang banyak memiliki sanggar seni tradisional Mandar dan mungkin sebentar lagi akan berpisah dengan kabup