Postingan

Masihkah kita Mala’bi’ Pau

Gambar
Penulis: Mursalin (Aktif di Komunitas Appeq Jannangang, Taekwondo Cabang Polman dan Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) cabang Sulbar) =================== Banyak pengertian jika kita ingin mengartikan kata Mala’bi’ dari beberapa referensi saya mendapat pengertiannya seperti berikut, Mala’bi’ dalam bahasa mandar dapat diartikan sebagai nilai-nilai luhur, mulia, rendah hati dan keutamaan dalam sifat-sifat berharkat dan bermartabat, ada juga yang mengatakan bahwa Mala’bi’ adalah konsep memanusiakan manusia. Semuanya benar tetapi menurut saya Mala’bi’ adalah ketika tidak ada hati yang terluka. Mala’bi pau adalah salah satu pembagian dalam konsep mala’bi’, mala’bi’ pau ini mencakup tindakan kita sebagai manusia mandar dalam keseharian sebagai bentuk tuturan yang baik. Dewasa ini sepertinya kita lupa akan nilai-nilai luhur yang diturunkan oleh leluhur kita dalam berucap, bukan hanya percakapan langsung, media sosial seperti facebook, twitter dll seringkali menjadi tempat dalam

IKRAR DAN TERJEMAHAN ALLAMUNGANG BATU DZI LUYO

• Ta'lemi manurunna paneneang uppasambulo-bulo ana' appona di Pitu Ulunna Salu, Pitu Babana Binanga, nasa'bi dewata diaya, dewata diong, dewata di kanang, dewata dikairi, dewata diolo, dewata diboe', menjarimi passemandarang. • Tannipasa' tanniatonang, ma' allonang mesa malatte samballa, siluang sambu-sambu, sirondong langi-langi, tassi pande peo'dong, tassi pande pelango, tassipelei di panra', tassialuppei diapiangang. • Sipatuppu diada', sipalele dirapang, ada tuo di Pitu Ulunna Salu, ada' mate di Muane ada'na Pitu Babana Binanga. • Saputangan di Pitu Ulunna Salu, simbolong di Pitu Babana Binanga. • Pitu Ulunna Salu memata di sawa, Pitu Babana Binanga memata di mangiwang. • Sisara'pai mata malotong anna mata mapute, anna sisara' Pitu Ulunna Salu - Pitu Babana Binanga. • Mua diang tomangipi niangidang mambattangang tommu-tommuane, iya namappasisara' Pitu         Ulunna Salu - Pitu Babana Binanga, pasungi ana'na an

Pattuqdu Sarawandang Kerajaan Sendana Hasil Akulturasi Budaya dengan Kerajaan Gowa.

Gambar
Penulis: Tulisan Mursalim /Kaco Kendeq Tandiapa (Tomakaka Pemanaq Dewan Pendiri Appeq Jannangang, Pembina Tim Sakkaq Manarang AJ) ========================================= Somba Sendana dikenal dengan rumah akannya berjejer di tepian pantai, makanan seafood menjadi andalan para rumah makan ini, ada dua maskan andalan yang paling sering dihidangkan adalah tumis cumi dan tuing-tuing tapa (ikan terbang bakar). Tapi kali ini kita tidak akan membahas panjang lebar mengenai kulinernya somba, tetapi mengenai  Tari Pattuqdu yang ada di wilayah somba. Tari Pattuqdu diyakini hanya ada diwilayah Mandar saja  sama halnya Paqjoge di bugis, Paqgellu di Toraja dan Pakkarena di makassar. Tetapi ada hal yang lain pada Tarian Pattuqdu yang ada di somba. Penelitian ini dilakukan pada bulan mei 2014, yang ikut pada saat itu, Ketua Yayasan Darputri Dra.  Sri Musdikawati. M.si, Pembina sanggar OneDo Sahabuddin Mahganna spd, Ketua sanggar OneDo, muh Ulfi Mahendra, saya sendiri dan Para penari sangga

PENYEBARAN ISLAM DI BIRU. (Sejarah Yang Nyaris dilupakan)

Gambar
Penulis: Mujahidin Musa. (Pemuda asal Batetangnga, saat ini aktif sebagai pengurus Appeq Jannangang reg. Makassar) ===================== Salah satu daerah yang menjadi pusat penyebaran awal islam di Sulawesi Barat adalah di wilayah Desa Batetangnga (Biru dan Penanian) Kec. Binuang. Islam masuk di daerah ini diperkirakan akhir abad XVI hingga awal abad XVII (sekitar tahun 1600-an yang dibawa oleh Aji (haji) Sande (lebih dikenal sebagai Tosalama di Penanian, Guru Bulo, dan ada sumber yang mengatakan bahwa nama beliau adalah Syekh Kamaluddin) bersama muridnya Pua Kilala (nama gelar) dari Tomadio (Campalagian). Dalam historiografi islam di Polewali Mandar, salahsatu Tokoh penyebar islam awal yang terkenal adalah Syekh Abdurrahim Kamaluddin Tosalama di Binuang yang berhasil mengislamkan Mara'dia Balanipa ke-IV Kanna i Pattang Daetta Tommuane setelah mengislamkan Mara'dia Pallis Kanna i Cunang sekitar tahun 1610. Sezaman dengan Sippajollangi Arung Binuang (masih butuh

BISSU, dari sebutan hingga kehormatan.

Gambar
Pelaksanaan tata laksana pemerintahan kerajaan dimasa lalu cukup kompleks dan untuk itu diperlukan adanya petugas atau pemangku jabatan sebagai aparatur kerajaan.  Dan salah satu profesi bergengsi kala itu bahkan mungkin hingga dijaman modern ini adalah kehadiran seseorang yang berprofesi sebagai Bissu.  ( Dalam foto di samping nampak Pemimpin Ritual upacara adat (Bissu) di Bone,tahun 1929 Sumber fotoleren.nl) Apakah Bissu itu?.  Berikut hasil dari salah satu diskusi online yang dapat saya sajikan sebagai bacaan kita semua. Bissu adalah orang yang dianggap memiliki kemampuan berkomunikasi dengan Dewata, karna kelebihan yang dimilikinya itu ia menjadi penghubung antara manusia dengan Dewata. Dewata sendiri adalah sebutan untuk mendeskripsikan sesembahan manusia di Sulawesi pada jaman dahulu yang berarti tuhan semesta alam, pencipta langit bumi dan segala isinya. Ada beberapa pendapat tentang asal kata BISSU, dan berikut adalah pendapat Andi Rahmat Munawar, seorang

Asal Mula Arayang Balanipa Mandar (Versi lain)

Gambar
Oleh Rusdi Aco (Kepala Lembaga Pendidikan Perkoperasian Sul-Bar)             Dari berbagai sumber yang layak dan bisa dipercaya bahwa pada tahun 1300 sampai dengan tahun 1400 di mandar  yaitu sebelum adanya apa yang disebut dengan Mara’dia (raja) dari Amara’diangan (kerajaan) dan Taupia ( manusia pilihan) dari ataupiangan ( pemangku hadat) maka tersebutlah disuatu tempat yang belum bernama,  seorang wanita yang  berwajah sangat cantik pada zaman itu yang bernama I Nipa. Dia adalah anak dari seorang Tomakaka yang bergelar Tomakaka Nipa,  yang kemudian dinikahkan dengan Tomakaka Napo lalu keduanya menetap disebuah tempat yang belum bernama yang dalam perjalanan waktu tempat itu kemudian diberi nama Tammajarra sekarang desa Tammajara.       Di tempat mereka menetap dan membina kehidupan berumah tangga, sebuah daerah atau kampung yang belum bernama itu, mereka  bermaksud  untuk menggali sebuah sumur yang akan digunakan untuk kebutuhan sehai-hari yang tidak jauh dari rumah mere

MENELUSUR SEJARAH PERADABAN MANDAR (Telaah Sejarah Perruqdusanna To Mandar) (bag.5/tamat)

Sambungan MENELUSUR SEJARAH PERADABAN MANDAR (Telaah Sejarah Perruqdusanna To Mandar) bagian 4. Dalam keterangan lontar tidak ditemukan tentang raja-raja Passokkorang lain selain I Takia Bassi yang kemudian melahirkan I Labassi Kalling. Ada dugaan jika raja ini (baca: I Takia Bassi) merupakan bangsawan dari Bone yang eksodus pasca pemberontakan La Dati Arung Katumpi dimasa pemerintahan Arumpone I Benri Gau Daeng Marowa Arung Matajang (1470 – 1489). Ketiga: Munculnya Tau pitu di Hulu sungai Saqdang yang dalam lontaraq Baqba Binanga menerangkan tau pitu yaitu 1).Talombeng Susu pergi dan menetap di Luwu; 2). Talando Beluhe pergi dan menetap di Bone; 3). Talambeq Kuntuq pergi dan menetap di Lariang; 4). Pongka Padang pergi dan menetap di Tabulahan; 5). Paqdorang pergi dan menetap di Belawa; 6). Sawerigading pergi entah kemana; dan 7). Tanriabeng pergi entah kemana. Tau pitu dalam keterangan beberapa lontaraq dijelaskan sebagai manusia pertama ini tidaklah kuat, karena salah satu