MENGENAL DAUN KAWA BELANDA

By: Admin


Daun Kawa Belanda yang dikeringkan.
(Foto: Dok. Dakawa)

Dari sekian banyak klon kopi arabika yang berkembang di Indonesia di antaranya S795, USDA762, Andungsari, Kartika, Lini S serta paling paling anyar saat ini adalah Sigagarutang. Diperkirakan klon yang paling tua dibudidayakan di Indonesia adalah arabika dari klon Typica. Perbedaan setiap klon terletak pada morfologi, kemampuan beradaptasi dan produktifitas.

Masyarakat Mamasa telah mengenal tanaman kopi jauh sebelum tanaman tersebut dikembangkan lebih luas ke Sulawesi tahun 1750 oleh penjajah VOC. Tanaman kopi oleh masyarakat Mamasa diduga diperkenalkan oleh pedagang Arab dari jalur perdagangan kerajaan Mambi diawal abad XVII. Ini diperkuat oleh penamaan kopi sebagai kawa oleh masyarakat Mamasa di mana kawa diyakini secara etimologi berasal dari bahasa Arab yakni kahwa yang mengandung arti "kuat" dan ini diaminkan secara umum oleh pegiat kopi nasional. Dari sini kita bisa membagi fase sejarah kopi di Sulawesi Barat menjadi dua yaitu fase pengenalan dan fase pengembangan.

Rupanya, masyarakat Mamasa tidak hanya mengenal biji kopi sebagai bahan minuman, namun juga daunnya. Mereka meyakini secara empiris dan turun temurun jika daun kopi atau akrab mereka sebut sebagai daun kawa memiliki beberapa khasiat di antaranya menyegarkan tubuh dan mengurangi capek. Maka tidak heran jika masyarakat Mamasa dahulu menjadikan air rebusan daun kawa sebagai minuman sehari-hari dan masih dipertahankan oleh beberapa orang hingga saat ini. Siapa nyana jika dizaman modern ini, penelitian klinis semakin menunjukkan khasiat daun kawa bagi kesehatan manusia, salah satunya penelitian yang dilakukan oleh  Royal Botanic Gardens asal Inggris.

Dari tradisi meminum rebusan daun kawa yang bertahan hingga saat ini dan dipengaruhi pula oleh semakin berkurangnya lahan perkebunan yang membudidayakan arabika klon typica karena digantikan oleh klon lain, rupanya dimanfaatkan pula oleh sebagian masyarakat dengan menjual daun kopi jenis typica ini di pasar untuk dibeli oleh orang-orang yang akan menjadikannya bahan minuman teh daun kawa. Umumnya, untuk satu ikat daun kering seukuran dua genggam orang dewasa dihargai Rp.5.000,-.

Masyarakat Mamasa juga membedakan sebutan klon typica sebagai kawa Belanda, dengan klon lain yang datang kemudian, kawa jember, misalnya. Perbedaan daun kawa Belanda dengan arabika klon lain juga dapat dicium dari aroma daun keringnya yang lebih tajam dan citarasa air seduhan yang lebih kompleks dibandingkan arabika lainnya yang lebih aromanya lebih soft dan citarasa cenderung lebih simpel.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BALA SUJI/LAWA SOJI/WALASOJI

Tafsir Lagu To Pole Dibalitung

Masihkah kita Mala’bi’ Pau