PAQBANNE TAUANG (tata acara pernikahan adat di Desa Matangnga)


Oleh : Mujahidin Musa
Paqbanne tauang (pernikahan) bagi masyarakat Matangngga dahulu hanya dapat dilakukan pada waktu pealloang (selesai panen padi) sampai waktu kembali turun ke sawah (dipandallembaq di sedang rappakang).  Dalam memilih jodoh, seorang pria harus memperhatikan ketentuan ketentuan khusus, misalnya pria dari kalangan bangsawan hanya dapat memilih putri kalangan bangsawan, pria dari kalangan biasa hanya dapat memilih wanita biasa pula. Pernikahan dengan sepupu sekali dibolehkan dengan syarat harus menyembelih kerbau. Pernikahan dengan sepupu dua kali juga diperbolehkan dengan syarat menyerahkan sebilah keris tua atau piringan tua kepada dewan adat, atau yang dikenal dengan istilah naala lettengang buttu.
Tata aturan dalam pernikahan adat sebagaimana adat istiadat Pitu Ulunna Salu khususnya di Desa Matangnga antara lain;
1.      Messisiq/ Mekkutana (bertanya secara rahasia)
Dalam tahapan ini pihak pria berkunjung ke rumah orang tua wanita yang diinginkan dan menanyakan kesediaan keluarga pihak wanita untuk menerima kehadiran pihak pria dengan tujuan melamar. Setelah ada kesepakatan kedua belah pihak maka kemudian ditentukan kapan waktu mettumae (melamar)
2.      Mettumae (melamar)
Dalam tahapan ini pihak pria berkunjung ke rumah pihak wanita dengan membawa pakaian wanita lengkap (kain, cincin emas yang tidak ditentukan banyaknya) beserta sirih dan pinang. Jika dalam watu tiga hari barang bawaan tersebut tidak dikembalikan oleh keluarga pihak perempuan, berarti lamaran telah diterima, kemudian disusul dengan penentuan saat perkawinan.
3.      Meusi
Dalam tahapan ini pihak calon mempelai pria berkunjung ke rumah calon mempelai wanita dengan utusan dua orang pria dewasa atau lebih dan dua orang wanita dewasa atau lebih dengan membawa kalung ata sejenis perhiasan wanita dari emas, ditambah piringan batu (batu peusi). Pada tahapan inilah ditentukan somba dan balanja (mahar dan biaya perkawinan).



4.      Sumomba
Istilah sumomba diambil dari kata somba yang berarti mahar. Dalam tahapan ini kedua belah pihak menentukan mas kawin ditinjau dari segi derajat srata sosial atau kebangsawanan. Untuk kalangan bangsawan tidak boleh kurang dari sekati mesa tedong (tidak boleh kurang dari nilai seekor kerbau). Untuk kalangan biasa tergantung dari kemampuan pihak pria.
Biaya pesta perkawinan dulunya ditanggung sepenuhnya oleh pihak mempelai wanita, tetapi dewasa ini biaya sepenuhnya ditanggung oleh  pihak pria (mahar dan biaya pesta).

Untuk menangani masalah perkawinan adat, diangkat seorang suro. Saat resepsi berlangsung, suro berbicara ditengah-tengah keluarga kedua mempelai untuk menyampaikan pesan kepada kedua belah pihak sebagai tana’ (hukum), yaitu;
a.       Mua muanei tammettama dipatindoanna bainena, labu sombanna. Artinya; jika pengantin laki-laki kembali tidak mau bersama istrinya maka sia-sia maharnya dan tidak berhak menuntut ganti rugi.
b.      Mua bainei mangngallaqi allongang di allaqna muanena, tabilang sombanna tala kurang tala kerangang. Artinya; jika kembali pengantin wanita tidak mau rukun dengan suaminya sebagai  suami istri maka semua kerugian pihak laki-laki dikembalikan dengan tidak kurang dan tidak bertambah.
c.       Mua situppui gau sisorokang tandiang aka-aka. Artinya jika sama-sama rela berpisah (cerai) tanpa hubungan sebagai suami istri maka tidak ada tuntutan apa-apa.
d.      Mua dilambiqi baine dua ulu appaq bitti diluppiq sombanna. Artinya jika sitri ternyata menyeleweng dengan laki-laki lain maka semua kerugian pihak pria diganti dan mahar dibayar dua kali lipat dari nilai yang dibayar oleh pihak laki-laki lalu cerai.

Dari ucapan-ucapan yang dikemukakan oleh suro itulah yang merupakan ijab dan qabul antara suami dan istri maka resmilah sebagai suami istri diantara kedua mempelai.
Sumber ;
·         Ismail. 1986. Acara penyelenggaraan mayat secara adat di Desa Matangnga ditinjau dari segi Aqidah Islam. Ujung Pandang: Fak.Tarbiyah IAIN Alauddin.
·         Dll. (hehehe. Capek ngetik..)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

BALA SUJI/LAWA SOJI/WALASOJI

Tafsir Lagu To Pole Dibalitung

Masihkah kita Mala’bi’ Pau