Ada Kalumpang di Tappalang (Sebuah catatan kecil dari Seminar Tapalang Menggugat)

Kecintaan dan kegelisahan generasi muda Mandar akan seni budaya dan sejarah daerahnya semakin menggeliat. Mengusung tema “ Mengangkat Kembali Sejarah, Budaya dan Seni Tapalang Yang Hilang”, komunitas pemuda Parring Bulahang Art dengan dukungan Komunitas Appeq Jannangang (AJ) dan Dalleq Creative Style (DCS) menyelenggarakan sebuah seminar budaya “Tapalang Menggugat” yang diadakan pada hari Minggu (14/12-2014) bertempat di gedung aula PKK kecamatan Tapalang.

Seminar ini dihadiri oleh beberapa tokoh adat, tokoh masyarakat dan tokoh pemerintahan kecamatan Tapalang. Selain itu, seminar ini dihadiri pula oleh perwakilan desa antara lain Oro Batu, Tampalang, Galung, Passaqbu, Takandeang, Tamao, Kasambang, Taang, Limbeng, serta Dayangnginna. Seminar yang berlangsung hingga pukul 14.00 wita ini dihadiri dan dibuka secara resmi oleh Sekertaris kecamatan Tappalang H. Agus Abdullah BS. Hadir pula dalam acara ini pemuda-pemuda dari kabupaten Polewali Mandar dan Majene. Sekitar 20 orang pemuda yang tergabung dalam komunitas Mandar Comunity 01 dan kurang lebih 10 orang anggota dari komunitas pemerhati seni budaya, sejarah maupun wisata Mandar, Appeq Jannangang (AJ) ikut serta hadir menyemarakkan acara seminar Tapalang Menggugat ini.

Jalannya seminar.
Meskipun terbilang amat sangat sederhana, namun kegiatan seminar Tapalang Menggugat mendapat animo yang luar biasa dari peserta khususnya pemuda Tappalang. Hal ini terbukti dari peserta yang hadir berjumlah kurang lebih seratus orang dan menyesaki gedung PKK kecamatan Tappalang yang berukuran sederhana.
Yah, ibukota kecamatan Tappalang memang tampak sangat sederhana jika tidak mau dikatakan tertinggal dalam segi pembangunan infrastruktur. Bahkan salah seorang teman saya sempat berceloteh jika keadaan infrastruktur desa Pambusuang di kecamatan Balanipa lebih baik daripada ibukota kecamatan Tappalang ini. Kantor camat dan gedung PKK tempat acara berlangsung sendiri masih merupakan gedung warisan kolonial Belanda sebagaimana keterangan salah seorang panitia yang ditemui di tempat terpisah.

Secara umum kegiatan ini berlangsung semarak dalam suasana kekeluargaan meskipun saat dimulai sempat molor hingga 90 menit dari jadwal seharusnya dikarenakan menunggu kedatangan Camat Tappalang yang sekiranya hadir untuk membuka acara namun ternyata tidak sempat hingga harus mewakilkannya kepada Sekertearis kecamatan H. Agus Abdullah BS. Acara dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya yang berlangsung hikmat dan namun penuh penghayatan, penulis sendiri sempat merinding saat ikut menyanyikan lagu kebangsaan kita ini. Berturut kemudian sambutan ketua panitia yang dalam sambutannya sempat menyebutkan isi dari ikrar Tammejarra, sambutan dan pembukaan acara seminar Tapalang Menggugat oleh Sekcam Tappalang yang mewakili kepala kantor kecamatan Tappalang, dan kemudian istirahat sambil ditemani hiburan musik akustik dari personil Parring Bulahang Art.

Setelah acara istirahat, seminarpun memasuki acara inti yang dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama diisi dengan pemaparan sejarah Tappalang dari beberapa narasumber dan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab.

Ada banyak harapan yang tertuju pada pelaksanaan seminar Tapalang Menggugat kali ini, setidaknya itu yang saya tangkap dari keterangan beberapa nara sumber dan peserta yang mengemuka saat acara berlangsung. “Tujuan seminar adalah mengangkat kembali nilai-nilai sejarah dan budaya Tapalang yang seolah-olah terlupakan. Padahal tak bisa dipungkiri bahwa Tapalang dulunya adalah sebuah kerajaan yang menjadi bagian dari konfederasi Pitu Ulunna Salu dan Pitu Babbana Binanga. Berdampingan dengan kerajaan Balanipa, Banggae, Pamboang, Sendana, Mamuju dan Binuang serta tujuh kerajaan dari mandar di pegunungan (PUS). Berdasar dari kegeliasan itulah maka diharapkan melalui seminar ini, kembali ditemukan benang merah yang menghubungkan generasi muda keturunan Nene Tambuli Bassi dengan asal usul kebudayaan dan kearifan lokalnya yang saat ini mulai terkikis. Demikian keterangan ketua panitia Ahriadi AS.dalam sambutannya.

“Seminar seperti ini seharusnya bemuara, setidaknya setelah seminar berakhir akan lahir sebuah buku yang meluruskan tentang sejarah Tappalang. Dan semoga melalui kegiatan ini, mulai difikirkan untuk kembali membentuk pemangku adat yang nantinya akan menunjuk dan melantik seorang Maraddika Tappalang. Tappalang juga seharusnya memiliki bangunan rumah adat, sebab dahulu Tappalang tidak diintervensi oleh kerajaan manapun”. Ini adalah keterangan Amran, salah seorang tokoh masyarakat dari wilayah Dayangnginna.

Dalam seminar ini sempat pula dikritisi penulisan nama Tapalang yang sering muncul, dan bahkan tertulis pada baliho kegiatan. Dan terungkap bahwa di dalam lontar yang sering menjadi acuan sejarah tertulis nama Tappalang, demikian pula dalam cerita tutur yang menyebutkan Tappalang dan bukan Tapalang. Hingga dalam tulisan ini, terpaksa penulis menuliskan dua versi. Penulisan nama Tapalang menandakan jika tulisan itu tertera pada media promosi panitia atau merupakan ucapan seorang sumber, sedang Tappalang (dengan dobel “P”) menandakan berasal dari penulis.

Mempertimbangkan waktu serta materi yang akan dibahas merupakan hal yang butuh pembahasan panjang. Maka pihak panitia memutuskan bahwa pada kesempatan kali ini hanya membahas sejarah, adapun sisi budaya dan seni daerah Tappalang akan dibahas pada seminar selanjutnya yang dijadwalkan berlangsung pada bulan Maret 2015 yang akan datang.
Yang unik dan yang mahal dari Tappalang.

Ada hal yang menarik dan sempat membuat saya penasaran pada awalnya tentang suguhan menu makan siang yang disampaikan panitia sesaat sebelum acara makan siang yaitu “kalumpang”. Kalumpang dalam pengetahuan awal saya adalah nama salah satu daerah yang diyakini sebagai daerah awal peradaban Mandar dimana pada pekan ini sedang sibuk pula dengan kegiatan budaya yang bertajuk TANAH LOTONG MEMANGGIL”. Hingga kemudian menu makan siang dibagikan, barulah saya mengetahui bahwa yang dimaksud kalumpang oleh panitia seminar adalah makanan pokok pengganti nasi yang terbuat dari sagu yang dipanggang. Pada umumnya mandar Balanipa menyebutnya dengan jepa katong atau jepa sagu. Pada kesempatan ini, menu kalumpang didampingi dengan lauk bau peapi (ikan masak kuah kuning) yang juga sedikit berbeda dengan bau peapi pada umumnya di Mandar sebab tidak menggunakan bawang mandar sebagai salah satu bumbunya. Untuk menggantikan bawang mandar, digunakan irisan bawang merah. Meskipun pada dasarnya perut saya tidak akrab dengan makanan pokok pengganti nasi dari jenis apapun yang bertujuan utuk mengenyangkan, namun tidak mengurangi minat saya menyantap menu yang satu ini.

Mengingat masih ada waktu yang tersisa setelah acara seminar, maka saya diajak oleh seorang teman untuk iseng-iseng berburu bongkahan batu permata yang menjadi salah satu kekayaan alam Tappalang. Dan berangkatlah kami berempat menuju sebuah lokasi yang ditengarai memiliki kandungan batu permata. Selama kurang lebih 1 jam kami berburu, kami berhasil menemukan kurang lebih 2 kg. bongkahan batu permata dari jenis natural calcedony atau dalam bahasa lokal dinamakan panno-panno yang menurut salah seorang yang saya hubungi merupakan batu idola yang saat ini sedang naik daun dalam kancah batu permata nasional dan Tappalang satu-satunya daerah yang memiliki kekayaan batu permata dari jenis ini. Selain natural calcedony, kami juga menemukan jenis bongkahan batu permata lainnya. Sungguh jika sumber kekayaan alam ini dikelola dengan bijaksana, maka niscaya akan menambah sumber mata pencaharian masyarakat lokal Tappalang.


Sekian tulisan singkat mengenai seminar Tapalang Menggugat bagian pertama ini, semoga seminar ini bisa menjadi pemacu dan pemicu generasi muda khususnya Tappalang untuk kembali mempelajari sejarah dan budaya yang menjadi ajaran luhur kearifan lokal. Serta pemerintah yang mungkin sudah bisa melirik daerah ini untuk melakukan progres pembangunan infra struktur agar tercipta pembangunan yang merata.

* Tulisan ini dimuat pada harian Radar Sulbar edisi Rabu, 17 Desember 2014 dengan judul Tappalang, Bukan Tapalang dan "Kalumpang" di Tappalang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BALA SUJI/LAWA SOJI/WALASOJI

Tafsir Lagu To Pole Dibalitung

Masihkah kita Mala’bi’ Pau