LAMBANAN DAN SEJUTA KEUNIKAN #4 (Selesai)


Negeri seribu cerita.


Sebagai negeri tua, Lambanan tentu tidak lepas dari cerita dan tempat-tempat berbau mistik. Selain dari yang telah disebutkan sebelumnya, Lambanan masih memiliki beberapa tempat dengan ceritanya masing-masing. 
Lambusang adalah tempat dimana orang-orang yang baru akan memasuki desa Lambanan harus meletakkan batu kecil. Peletakan batu kecil tersebut dianggap sebagai permohonan izin untuk memasuki perkampungan desa Lambanan, kepada sosok “penjaga” perbatasan. Menurut cerita, sungai yang berada di dekat rumah-rumahan di mana batu tersebut biasanya diletakkan, dihuni oleh sosok wanita cantik yang dulunya berprofesi sebagai penari di kerajaan Balanipa. 
Hingga suatu saat, entah bagaimana ceritanya sehingga sang penari tersebut terjatuh ke sungai hingga hanyut dan jenazahnya tidak pernah ditemukan hingga hari ini. Nah konon, arwah wanita penari ini sering menampakkan diri, ia akan mengganggu pelintas yang tidak meletakkan batu. Namun nampaknya kisah ini sudah tidak berlaku saat ini, sebab ketika kami memasuki perkampungan desa Lambanan tak satupun dari kami yang meletakkan batu kecil. Tapi alhamdulillah, tak terjadi apa-apa terhadap kami. Wallahu a’lam bissawab.
Sumur Pandaq adalah sumur tua yang juga ada di Lambanan, karena di tempat itu terdapat tiga buah sumur yang saling berdekatan, sehingga sumur tersebut juga kadang disebut dengan passauan tallu (tiga sumur). Menurut keyakinan beberapa orang, bahwa mandi atau mencuci muka di sumur ini bisa memudahkan dalam urusan jodoh, dan konon sudah terbukti pada beberapa orang. Sehingga oleh sebagian orang, sumur ini juga dinamai dengan sumur jodoh. 
Dari ketiga nama itu, mungkin passauang tallu (sumur tiga) dan sumur jodoh adalah nama yang sudah diketahui dasar penamaannya. Berikut ini adalah cerita kenapa sumur ini disebut juga passauang Pandaq. Dahulu kala ketika musim kemarau melanda desa Lambanan, oleh rapat para sesepuh maka diputuskan untuk menggali sebuah sumur yang sekiranya akan dimanfaatkan sebagai sumur umum, dan ditentukan pulalah titik lokasi penggalian sumur tersebut. Beberapa kali alat gali ditancapkan, maka keluarlah sedikit mata air. Namun kemudian semakin dalam penduduk menggali, debit air bukannya bertambah tapi malah semakin berkurang dan akhirnya hilang sama sekali. Kemudian titik penggalian dipindahkan ke tempat yang tidak terlalu jauh, hanya beberapa meter dari titik gali sebelumnya. Namun kejadian serupa kembali terjadi, hingga titik gali kembali dipindahkan. Sayang, kejadian yang pertama pun kembali terulang hingga ketiga kalinya. 
Melihat kejadian ini, tampillah seorang penduduk yang mencoba untuk mengadakan kembali mata air yang hilang dari sumur yang telah digali tersebut. Ia pun pergi kesungai Ulu Mandaq yang ada jauh di pedalaman Majene sekarang. Ia mengambil air sungai dengan menggunakan selembar daun yang dibentuk kerucut mirip dengan corong untuk menampung air tersebut. 
Sekembalinya di Lambanan, ia pun menuju ke tempat sumur yang sudah digali namun tidak mengeluarkan air tadi dan melakukan ritual memanggil air dari Ulu mandaq dengan sarana air sungai yang sebelumnya ia ambil. Alhasil, ketiga galian tadi pun perlahan-lahan mengeluarkan mata air dengan debit yang cukup memenuhi kebutuhuan warga lambanan. Debit air di sumur inipun tidak pernah kering meski kemarau sedang panjang. Dan dari situlah orang tadi kemudian lebih dikenal dengan nama I Pandaq, dan ketiga galian sumur tadi diberi nama sumur Pandaq atau passauang pandaq. Wallahu a’lam bissawab.

Selain itu, di lambanan juga terdapat kompleks pemakaman yang salah satu makamnya diyakini sebagai makam I Lamber Susu yang merupakan keturunan dari Pongka Padang, leluhur sekaligus cikal bakal manusia di Mandar. Konon dinamai I Lamber Susu sebab beliau memiliki (maaf) payudara yang panjang, hingga jika ia akan menyusui anaknya maka payudaranya akan diselempangkan dipundak hingga (maaf) putingnya bisa diraih dan disusui oleh anaknya dari belakang. Wallahu a’lam bissawab.

Demikianlah kisah dari Lambanan yang kami peroleh dari perjalanan singkat yang kami lakukan beberapa waktu lalu. Semoga apa yang kami tuliskan bisa membuka wawasan kita tentang keunikan salah satu yang ada di Polewali Mandar. Serta mengajak kita untuk menggali kembali beberapa kearifan lokal dalam simbol yang dihadirkan dalam beberapa ritual religius maupun cerita – cerita yang mungkin berbau mitos. 
Dengan penuh kerendahan hati kami akui jika dalam tulisan-tulisan kami masih terdapat banyak kekurangan dan besar harapan kami jika sekiranya ada yang berkenan memberi masukan kepada kami mengenai tulisan ini. Sebelum dan sesudahnya kami ucapkan terima kasih.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BALA SUJI/LAWA SOJI/WALASOJI

Tafsir Lagu To Pole Dibalitung

Masihkah kita Mala’bi’ Pau