PELATIHAN EKOSISTEM MANGROVE YAYASAN KEHATI KERJASAMA YPMMD SUL-BAR



Isu pemanasan global masih menjadi bahan perbincangan yang hangat sampai saat ini, membuat beberapa aktifis terus bergiat melakukan penyelamatan lingkungan dengan berbagai cara.
Salah satunya Yayasan Keanekaragama Hayati (KEHATI) bekerja sama dengan Yayasan Pemuda Mitra Masyarakat (YPMMD) Sul-Bar melaksanakan kegiatan Pelatihan Ekosistem Mangrove yang dipusatkan di desa Binanga, kecamatan Sendana kabupaten Majene. Kegiatan dalam rangka Program Merajut Sabuk Hijau Pesisir Indonesia kali ini mengangkat tema Peningkatan Peran Pemuda Pada Restorasi Pada Kehidupan Pesisir Pantai mulai dibuka pada hari Jumat, 22 Agustus 2014 dan berakhir pada hari Minggu, 24 Agustus 2014. Melibatkan peserta dari berbagai komunitas pelajar dan pemuda salah satunya Komunitas Penggiat Budaya dan Wisata Mandar (KOMPA DANSA MANDAR) yang mengirim 4 orang anggotanya sebagai peserta pelatihan.




Dalam kegiatan ini, panitia penyelenggara menggunakan konsep ruangan dan lapangan dimana peserta menerima teori dan kemudian mempraktekkan apa yang didapatkannya langsung di pantai Baluno, lokasi yang menjadi garapan restorasi pantai  YPPMD Sulawesi Barat.

Hari pertama panitia penyelenggara memberikan tugas kepada peserta untuk mengidentifikasi sepuluh macam mangrove (pohon bakau) yang ada di pantai Baluno. Ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana para peserta mengenal berbagai macam varietas mangrove. Peserta dibagi menjadi lima kelompok dan dibawa menyusuri pantai Baluno untuk melakukan identifikasi beberapa macam mangrove melalui perbedaan daun, bunga dan buahnya dengan masing-masing kelompok didampingi oleh satu orang panitia. Dengan antusias, para peserta melakukan tugas sesuai petunjuk modul yang diberikan meski harus hati-hati melangkahkan kaki. Pasalnya pantai Baluno merupakan kawasan karang mati atau dalam istilahnya death coral reef, sehingga banyak terdapat karang-karang tajam yang meninggalkan luka yang cukup perih jika sempat menggores kaki. Lalu peserta diberikan kesempatan untuk mempresentasikan sejauh mana pengetahuannya tentang ciri dan perbedaan dari beberapa varietas mangrove yang mereka temui.

Pada hari kedua, para peserta mendapatkan materi pengetahuan tentang pembibitan mangrove dan pada siang harinya langsung berpraktek di lapangan melakukan pembibitan mulai dari pengisian polybag, pemilihan bakal bibit yang baik, hingga cara meletakkannya  pada polybag.
Dalam penyampaiannya, Aziil Anwar selaku Direktur program pada Yayasan Pemuda Mitra Masyarakat Desa (YPMMD) mengemukakan bahwa tujuan dari kegiatan ini agar nantinya para peserta bisa menjadi pelopor dalam pelestarian ekosistem mangrove dan restorasi pantai.
Pada hari yang sama, para peserta juga mendapatkan pelajaran bagaimana fungsi  keberadaan ekosistem mangrove dalam pencegahan global warming serta manfaatnya untuk masyarakat di sekitar ekosistem tersebut.

Dihari terakhir, setelah peserta mendapat penjelasan tentang tata cara penanaman bakau yang benar, para peserta diarahkan menuju ke tempat pembibitan untuk masing-masing mengambil bibit untuk kemudian dibawa ke lokasi penanaman dan terakhir ditanam sesuai dengan petunjuk yang telah diberikan fasilitator sebelumnya. Pada kegiatan kali ini, sekitar 200 pohon bibit mangrove ditanam dengan 5 varietas yang berbeda dari spesies Brugeira, Sonneratia dan Rizhopora.



Ita Nur Azizah atau akrab dipanggil Ita, salah seorang peserta dari Komunitas Pemuda Totolisi mengemukakan kesan-kesannya. “ Banyak hal tentang wawasan ekosistem mangrove dari pelatihan ini”, ungkapnya singkat.

Mangrove di pantai Baluno.

Menurut keterangan bapak Aziil Anwar yang merupakan pioneer penyelamat lingkungan pantai Baluno,  salah satu dari sepuluh orang dari seluruh Indonesia sebagai penerima penghargaan Satya Lancana untuk bidang lingkungan hidup dari wakil presiden Boediono saat peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional 2013 (HCPSN 2013). Penanaman mangrove di pantai Baluno dimulai pada tahun 1989, dimana kondisi hutan mangrove di tempat itu sudah kritis akibat dari eksploitasi warga sekitar. Namun setelah kurang lebih 30 tahun, saat ini kondisi mangrove di pantai tersebut sudah kembali lebat dan mulai ada penambahan luas daratan pantai. Dari lebih 200 jenis  pohon mangrove, di pantai Baluno saat ini terdapat sekitar 40 jenis dan spesies pohon mangrove, beberapa diantara belum teridentifikasi. Beberapa spesies makhluk hidup daerah pantai  yang sebelumnya tidak ada pun mulai banyak seperti ikan, udang, kepiting dan beberapa jenis burung. Ini tentu akan membawa keuntungan tersendiri bagi warga sekitar.

Menanam mangrove tidak dilakukan sembarangan, harus diperhatikan cara menanam yang benar, kondisi pantai dan cuaca. Demikian juga dengan memelihara mangrove dibutuhkan perhatian khusus, minimal hingga tanaman kecil tersebut melewati masa kritis yakni berumur 2-3 tahun setelah masa tanam. Mangrove yang masih kecil mempunyai beberapa hama diantaranya tiram yang sering menempel dan melukai batang pohon, padahal meskipun merupakan tumbuhan pantai namun jaringan di dalam batang mangrove kecil tidak boleh dimasuki air laut. Jika itu terjadi, pohon mangrove yang masih kecil tersebut akan mati.  Belum lagi sampah plastik yang sering terbawa air pasang, terkadang tersangkut dan membelit batang atau cabang pohon hingga menghambat pertumbuhannya. Olehnya itu, tanaman mangrove kecil ini harus rutin dibersihkan agar dapat tumbuh secara normal.



“diharapkan nantinya setelah mengikuti pelatihan ini, para peserta dapat memberikan penjelasan tentang pentingnya ekosistem bakau pada masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, syukur-syukur bisa menjadi pioneer pelestari hutan bakau Indonesia, khususnya di Sulawesi Barat” kata beliau, menutup penjelasannya.  

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BALA SUJI/LAWA SOJI/WALASOJI

Tafsir Lagu To Pole Dibalitung

Masihkah kita Mala’bi’ Pau