BOKAQ DI MANDAR

Tulisan ini terinspirasi dari postingan poto seorang teman di sosial media facebook yang menampilkan onggokan butiran kelapa biji yang sabutnya telah dikupas. Sulawesi Barat memang salah satu provinsi yang masuk dalam jajaran teratas penghasil kopra dan terkenal sejak jaman Belanda, memiliki jumlah pohon kelapa yang melimpah dan bisa didapati mulai dari daerah pegunungan hingga ke daerah pesisir. 
Waktu panen buah kelapa menggunakan sistem catur wulan, artinya buah kelapa dapat dipanen setiap 4 bulan sekali sepanjang tahun.

Dari gunung hingga pantai selalu ada pohon kelapa sejauh mata memandang.
(dok. kpbwm)


Penulis dan teman-teman dari KPBWM sedang menikmati segarnya kelapa muda.
(dok. kpbwm)


Jangan bingung jika mendengar kata bokaq di Mandar tidak sama dengan pengertian bokaq pada suku Bugis khususnya Bugis Wajo untuk menyebut minyak kelapa. Di  Mandar, bokaq dipakai untuk menyebut kopra. Kopra adalah hasil perkebunan yang dihasilkan dari buah kelapa yang telah dikeringkan hingga mencapai kadar air tertentu. 

Untuk mendapatkan hasil kopra, ada dua cara dan akan kita bahas sesuai dengan pengalaman penulis yang sudah belajar membuat kopra sejak kelas 2 SMP J.
Cara pertama adalah dengan metode pengasapan. Pada tahapan ini, mula-mula buah kelapa yang telah dikumpulkan dikupas sabutnya dengan menggunakan sula atau dalam bahasa Mandar disebut passukke. 

Passukke atau Sula
(foto searching internet)


Membaca kata sula, mungkin pikiran anda dan fikiran saya akan terbersit sebuah nama pulau. Benar, Sulawesi. Entah kebetulan atau kebenaran, nama Sulawesi (sula=sula, wesi =besi. Menurut KBBI) disematkan pada pulau yang warganya paling banyak menggunakan alat sula, mungkin ini tugas dari para antropolog untuk mencari awal mula penamaan Sulawesi yang belum kunjung disepakati. 

By the way, on the way, bus way, kita kembali ke topik tentang bokaq J. Harap berhati-hati jika anda adalah seorang pemula, sebab tidak jarang dalam proses massukke ini bagian lengan akan penuh luka goresan begitu pula bagian telapak tangan biasanya akan lecet dan berisi cairan. Belum lagi kemungkinan mata sula akan menembus perut jika kita tidak waspada. Dalam kacamata penulis, dari sekian tahapan pembuatan kopra proses massukke inilah yang paling berat. Dalam sehari, penulis biasanya hanya mampu mengupas kelapa maksimal 800 butir padahal teman-teman kerja penulis bisa mencapai 1000 butir/hari.

Proses mengupas kelapa dengan sula
(foto searching internet)

Setelah kelapa-kelapa tersebut dikupas, kemudian dipotong dua. Ingat yah, kelapanya dipotong bukan dibelah J. Lalu disusun di atas pengasapan (paqbokangan) dengan bagian daging menghadap ke bawah. Kelapa ini disusun sampai beberapa lapis, tp idealnya sih cukup 8-10 lapis saja biar panas api tembus hingga ke atas. Soalnya jika terlalu tebal lapisannya, biasanya yang di bagian atas masih segar sementara bagian bawah sudah hangus.
Setelah tersusun rapi, masukkan bahan bakar yang biasanya diambil dari sabut kelapa yang sudah dikupas tadi, ke bagian kolong paqbokang dan mulai lah menyalakan api di beberapa sudut lantai bawah paqbokangan ini dimaksudkan agar api cepat menyebar rata hingga ke bagian tengah area pembakaran. 


Cara menyusun kelapa yang diasapi
(foto searching internet)


Dalam tahap ini, pekerja sudah boleh agak santai namun kewaspadaan harus benar-benar disiagakan sebab tidak jarang angin akan menerbangkan bara yang selanjutnya hinggap pada sisa sabut yang masih melekat pada tempurung kelapa dan selanjutnya akan membuat kelapa di atas paqbokang akan ikut terbakar. Beberapa kali penulis mengalami kejadian seperti ini, dan benar-benar merepotkan mengatasi jika kelapa yang diasapi sudah sempat terbakar. Sehingga senantiasa perlu disiapkan alat penyemprot air pada tahapan ini. Dan pada tahapan ini juga, kita bisa melihat kondisi asap di bagian teratas dari lapisan kelapa yang disusun sebagai pertanda. 
Jika asapnya hitam, maka biasanya semua masih terkendali. Itu pertanda jika kandungan air pada kelapa sudah mulai keluar. Jika asapnya bening dan hanya berupa fatamorgana, maka biasanya kadar air pada daging kelapa sudah tinggal sedikit. Namun jika keadaan asap berwarna putih, maka itu pertanda bahwa adanya kebakaran di antara lapisan kelapa-kelapa itu dan biasanya sudah mulai gawat.

Setelah diasapi 6 – 8 jam, api kemudian dibiarkan padam dan kelapa dibiarkan menjadi dingin. Setelah kelapa agak dingin, kita masuk ditahap selanjutnya yaitu massisi atau mencungkil daging buah kelapa dari tempurungnya dengan menggunakan sebuah alat khusus yang dinamakan passisi. Inilah sebenarnya tujuan utama dari pengasapan awal ini, agar daging buah kelapa layu dan mudah disisi. Setelah itu kelapa yang kini tinggal dagingnya kembali disusun rapi untuk selanjutnya kembali diasapi untuk proses pematangan/pengeringan akhir. 

Massisi untuk mencungkil daging kelapa dari tempurungnya.
(foto searching internet)

Setelah diasapi kembali 6-8 jam, dan daging kelapa sudah kering yang ditandai dengan warna daging kelapa berubah menjadi bening dan berminyak, buah kelapa kemudian didinginkan dan dimasukkan ke dalam karung. 
Dalam proses packing ini, biasanya petani menumbuk kopra di dalam karung dengan tujuan agar karungnya padat. Ini untuk mensiasati banyaknya karung yang digunakan, agar terhindar dari pemotongan timbangan yang dilakukan para pedagang. Terakhir yang penulis dapati para pedagang melakukan pemotongan 1 kg./karung.
Kopra yang telah diasapi
(foto searching internet)

Cara pengeringan yang kedua adalah dengan menggunakan sinar matahari. Pengeringan dengan proses ini relatif aman, sebab tidak lagi mengkhawatirkan masalah api dan hasil koprapun bersih. Namun dengan proses ini membutuhkan waktu lebih lama sebab untuk proses pengeringannya saja butuh waktu 3-5 hari tergantung dari teriknya sinar matahari. Dan tentu saja sulit dilakukan pada musim penghujan. Selain itu diperlukan pula area pengeringan yang lebih luas, umpamanya saja untuk mengeringkan 600 butir kelapa dibutuhkan lapangan dengan ukuran 35 m2, sementara dengan metode pengasapan untuk 3000 butir kelapa cukup dengan paqbokangan berukuran 10m2.

Pembuatan kopra dengan sistem jemur
(foto searching internet)

Demikianlah proses pembuatan kopra dari awal hingga akhir, sebelum kemudian dimasukkan ke pabrik untuk diolah lebih lanjut menjadi bahan kosmetik maupun bahan pangan atau bahan bakar. Semoga dengan mengetahui proses pembuatan kopra yang membutuhkan waktu dan tenaga yang luar biasa dari petani dan buruh tani bisa menghadirkan kesadaran pada diri kita untuk lebih menghargai petani. Demikian juga pemerintah agar kiranya mulai dapat memikirkan kebijakan-kebijakan yang berfihak pada petani kita. PETANIKU PAHLAWANKU........

Penulis saat membuat kopra. Nampak onggokan kelapa di belakang (sudut kiri bawah)
(dok. pribadi)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BALA SUJI/LAWA SOJI/WALASOJI

Tafsir Lagu To Pole Dibalitung

Masihkah kita Mala’bi’ Pau