MANUSIA, SEJARAH DAN BUDAYA MANDAR

Manusia adalah mahkluk sosial yang dalam kehidupannya selalu hidup dalam satu komunitas dimana satu individu memiliki ketergantungan dengan individu lainnya. Dan awal kehidupan manusia sendiri sudah dimulai berabad-abad yang lampau. Dalam setiap aktifitas individu inilah yang sering dinilai oleh individu lain di dalam kelompok, tentang baik dan buruknya. Aktifitas yang menurut mereka baiklah yang kemudian dipraktekkan di dalam kelompok hingga terbentuk sebuah budaya.


Apakah budaya itu?. Tiga kata berbeda yg menjadi judul tulisan ini memiliki keterkaitan erat, kenapa saya katakan demikian karena manusia adalah pencipta budaya yang kemudian terekam oleh sejarah untuk kemudian seyogyanya menjadi pedoman dan pengingat dalam berinteraksi di dalam masyarakat. Sehingga dengan demikian, manusia, budaya dan sejarah ini otomatis tidak dapat dipisah dan berdiri sendiri. Budaya menurut arti bahasa terdiri dari dua kata yakni “budi” dan “daya”. Budi adalah moralitas, akhlaq, atau tingkah laku manusia yang baik. Sedangkan daya adalah kemampuan. Maka jika digabungkan dan diartikan secara luas, bahwa budaya adalah kemampuan sebuah komunitas untuk menciptakan sebuah pengajaran yang bermakna kepada generasi penerusnya. Berisi pelajaran etika dan spiritual yang dibungkus baik barupa ritual, permainan maupun benda yang aturan pemakaiannya kemudian disepakati oleh semua atau sebagian besar anggota komunitas.


Seberapa pentingkah belajar sejarah dan budaya?. Sebagaimana yang telah saya singgung diatas, bahwa budaya berisikan pelajaran maka tentunya ini sangat penting untuk dipelajari. Dengan mempelajari sejarah dan budaya, kita tidak akan kehilangan jati diri, dan hanya mengaku sebagai bagian dari komunitas yang memiliki budaya luhur tanpa tahu sampai dimana keluhuran atau budaya apa saja yang dimiliki komunitas kita serta bagaimana sejarah mencatatnya. Dan jika kita membaca sejarah tentang penaklukan dan penjajahan sebuah bangsa terhadap bangsa lain, ada yang menarik untuk dicermati yaitu usaha si penakluk untuk menghapus budaya dan sejarah bangsa taklukannya dengan jalan menghancurkan bukti budaya atau menulis sejarah baru untuk dicekokkan kedalam otak generasi muda bangsa taklukannya. Dengan demikian bangsa taklukan tersebut akan terus merasa inferior dan pesimis karena tidak tahu bahwa sebenarnya leluhur mereka adalah bangsa yang berani, kuat dan terhormat.

Ada yang penting dalam belajar sejarah dan budaya bangsa kita yaitu kesediaan kita untuk menepiskan keegoan, dan etnosentris (kesukuan) sebab untuk mencari fakta sejarah tidak jarang kita harus menyandingkan sejarah bangsa kita dengan sejarah bangsa lain yang terkadang menyakitkan untuk diketahui namun harus dipelajari. Hal lain yang perlu dimiliki dalam belajar sejarah dan budaya kita adalah ketekunan dan terkadang daya imajinasi untuk merasakan dan membayangkan peristiwa yang terjadi dimasa lalu serta mengkait tautkan sejarah orang lain dengan sejarah kita.
Dan inilah barangkali yang menjadi faktor yang membuat remaja dan pemuda sekarang terkadang malas mempelajari budaya, dimana kondisi darah muda yang emosional terkadang sulit untuk ditaklukkan.


Lalu bagaimana dengan Mandar sekarang?
Berbicara tentang Mandar yang sekarang, tentu harus dimulai dari kehidupan manusia yang paling awal menghuni wilayah ini hingga membentuk komunitas dan budaya seperti yang kita lihat sekarang meskipun sudah banyak yang tidak nampak lagi baik karena alasan agama, hukum atau usaha penghapusan yang telah dilakukan oleh penjajah. Manusia awal yang saya maksud di sini tentu saja To Manurung seperti yang diceritakan di dalam Lontaraq Pattaudioloang, lalu masuk keperiode to makaka, kemudian masuk periode mara’dia dan berlanjut keperiode perang kemerdekaan dan berakhir pada mandar dikekinian. Untuk sejarah mandar sendiri, masih sangat sedikit sekali literatur yang mengupas hal itu. Dalam mengkaji sebuah sejarah, terkadang kita terperangkap dengan keharusan adanya bukti tertulis yang langsung menunjukkan fakta sejarah. Terkadang kita mengacuhkan cerita rakyat/ budaya tutur dan tidak berusaha mencari benang merah dari bahasa tutur itu dengan fakta sejarah. Sementara di sisi lain kita tau bahwa leluhur kita sudah ada sebelum budaya menulis dimulai.
Budaya Mandar sendiri demikian kaya dan meliputi berbagai aspek siklus hidup manusia mulai dari kelahiran, ritual kehidupan hingga kematian. Namun karena alasan kepraktisan dan efisiensi, maka beberapa budaya tradisionalpun pada gilirannya mengalami pergeseran baik model pelaksanaan maupun sehingga kemudian mempengaruhi sisi nilainya.
Mengkaji dan mengangkat budaya tradisional pada dasarnya bertujuan untuk menggali nilai-nilai kearifan lokal untuk kita terapkan dalam kehidupan keseharian pribadi, keluarga dan komunitas kita. sangat salah ketika pengkajian itu kemudian justru menumbuhkan chauvinisme dan rasa etnosentris kita sehingga membuat kita merasa bahwa hanya suku kita yang terhebat, terjago atau termulia. untuk masalah kehebatan dan kemuliaan, tak ada perbedaan antara yang bugis, yang jawa, yang mandar, yang makassar, yang papua, yang maluku, yang manado, dan semua suku lain di Nusantara bahkan di dunia ini.
Ayo semua luluareq/saudaraku, mulailah pelajari sejarah dan budaya kita sebelum sejarah dan budaya itu hilang dan tersembunyi.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

BALA SUJI/LAWA SOJI/WALASOJI

Tafsir Lagu To Pole Dibalitung

Masihkah kita Mala’bi’ Pau