BERKENALAN DENGAN PAKKONGTAU, ALIRAN SILAT PENDEKAR MANDAR.

   Ilmu bela diri adalah sebuah kebudayaan yang sudah sangat tua, bukti tertua yang ditemukan adalah adanya relief pada dinding candi Prambanan dan Borobudur yang memperlihatkan gambar dua orang yang sedang berkelahi dengan menggunakan jurus. Ilmu bela diri pada jaman dahulu tidak bisa dilepaskan dari kehidupan seorang lelaki yang memiliki tanggung jawab untuk melindungi diri, keluarga dan komunitasnya. Hal ini terjadi karena dipicu oleh keadaan yang masih akrab dengan kekerasan yang didasari oleh persaingan dalam mencari wilayah pemukiman atau kebutuhan akan makanan, belum lagi banyaknya binatang buas yang masih berkeliaran dan menuntut seseorang untuk memiliki kemampuan pertahanan diri. Di nusantara sendiri Ilmu Bela diri akrab disebut sebagai pencak silat atau hanya disebut silat dan sekarang diorganisisir oleh lembaga Ikatan Pencak Silat Indonesia atau disingkat IPSI. Dalam membuat gerakan atau jurus, pendekar silat pada awalnya kebanyakan mengadopsi gerakan-gerakan binatang seperti harimau, burung bangau, elang/garuda, ular, belalang, atau monyet.

   Di lita’ mandar (tanah mandar) sendiri yang diketahui pernah menjadi tempat berdirinya beberapa kerajaan pada jaman dulu, kepemilikan ilmu bela diri tidak bisa dipisahkan dari masyarakatnya yang dikenal memiliki temperamen keras. Sehingga kemudian berkembang sebuah aliran pencak silat yang dikenal dengan nama Pakkongtau yaitu gerakan silat yang dilakukan dengan menggunakan jurus-jurus tangan kosong. Tidak diketahui bahwa siapa orang yang pertama kali membawa aliran silat ini ke mandar. Namun dari hasil analisa penulis tentang nama pakkongtau bahwa nama ini berasal dari bahasa mandar serapan, Pa biasanya digunakan untuk menyebut subjek atau orang yang melakukan ( contohnya: patte’i anjoro = pemanjat kelapa, panette=penenun, dst.), dan kottau.

   Untuk kottau sendiri menurut analisa penulis merupakan adaptasi ucapan dari kung tao, dengan demikian pakkongtau bisa diartikan sebagai pelaku kung tao. Kung Tao adalah seni bela diri asal China yang berkembang sekitar tahun 1800an. Sementara hasil diskusi dengan pelaku pakkongtau di kecamatan Alu pada sebuah kesempatan kunjungan penulis ke daerah itu juga menegaskan bahwa aliran silat ini dibawa oleh orang China, namun sayang beliau juga tidak tahu kapan dan siapa orang yang membawanya ke mandar.

   Rasa penasaran ini yang membuat penulis iseng-iseng melakukan browsing google dan menemukan sejarah gelombang kedatangan orang china dari bangsa Hokkian ke nusantara sekitar abad ke 16 untuk berdagang, dan mereka sempat mendominasi perdagangan pala dan cengkeh di Ambon dan Tidore. Bangsa Hokkian ini dikenal sebagai bangsa pemberani dan perantaunya China, dan dalam perjalanan dari Ambon atau Tidore mereka selalu melewati pesisir pulau Sulawesi. Sehingga tidak menutup kemungkinan adanya interaksi antara orang Hokkian ini dengan masyarakat pesisir bagian selatan dan barat Sulawesi, dan kemungkinan dengan interaksi inilah masyarakat pesisir mengenal Kung Tao.

       Meskipun sudah mengalami modifikasi gerakan dengan memasukkan gerakan dinamis dan lentur, namun dasar-dasar gerakan dari pakkongtau yang ada di mandar dengan Kung tao yang masih lestari di China sekarang masih memiliki kemiripan dalam kuda-kuda, langkah dan daya serang yang terfokus pada kepalan tangan. Sementara untuk tendangan ditiadakan dan lebih fokus pada gerakan langkah, sehingga aliran silat menjadi lebih efektif digunakan pada pertarungan jarak dekat.

    Namun demikian, anda jangan berfikir bahwa akan mudah menaklukkan pendekar pakkongtau ini dengan teknik pertarungan jarak jauh. Sebab gerakan langkahnya yang cepat serta tangkapannya yang khas dapat menutupi kelemahannya, dan sekali anggota tubuh anda tertangkap maka anda akan kesulitan untuk lepas dari kuncian atau kalaupun tidak tertangkap maka dijamin tubuh anda akan terkena pukulan beruntun.
 
   Menurut pengamatan penulis, selain jurus, dalam pakkongtau dikenal beberapa gerakan seperti bunga dan kuncian. Bunga adalah beberapa rangkaian gerakan awal yang bertujuan untuk menggertak lawan, dan mengincar titik lemah dari pertahanan lawan.
Kuncian adalah teknik untuk melumpuhkan lawan agar tidak berdaya, tidak dapat bergerak, atau untuk melucuti senjata musuh. Kuncian melibatkan gerakan menghindar, tipuan, dan gerakan cepat yang biasanya mengincar pergelangan tangan, lengan, leher, dagu, atau bahu musuh.

Terdapat 4 aspek utama dalam pakkongtau, yaitu:
   Aspek Mental Spiritual: Pakkongtau membangun dan mengembangkan kepribadian dan karakter mulia seseorang. Para pendekar dan maha guru pakkongtau zaman dahulu seringkali harus melewati tahapan semadi, tapa, atau aspek kebatinan lain untuk mencapai tingkat tertinggi keilmuannya.
     Aspek Seni Budaya: Budaya dan permainan "seni" pakkongtau/macca’ ialah salah satu aspek yang sangat penting. Istilah Pencak pada umumnya menggambarkan bentuk seni tarian pencak silat, dengan musik dan busana tradisional.
    Aspek Bela Diri: Kepercayaan dan ketekunan diri ialah sangat penting dalam menguasai ilmu bela diri dalam pencak silat. Istilah macca’, cenderung menekankan pada aspek kemampuan teknis bela diri pencak silat.
    Aspek Olah Raga: Ini berarti bahwa aspek fisik dalam pencak silat ialah penting. Pammacca’ mencoba menyesuaikan pikiran dengan olah tubuh.

     Sayang keberadaan silat ini sepertinya sudah kurang diminati, kalangan anak muda lebih suka belajar karate daripada pakkongtau. Semoga ke depannya, budaya silat ini bisa kembali menghadirkan pendekar-pendekar muda dari tanah mandar.
Sumber tulisan:
1. The Malay Art Of Self-defense: Silat Seni Gayong (2005) ditulis oleh Sheikh Shamsuddin
2. Terjemahan buku Weapons and fighting arts of Indonesia (1992). Ditulis oleh Donn F. Draeger
3. Diskusi langsung dengan pelaku pakkongtau di desa Mombi kec. Alu
4. Wikipedia indonesia

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BALA SUJI/LAWA SOJI/WALASOJI

Tafsir Lagu To Pole Dibalitung

Masihkah kita Mala’bi’ Pau