MANIS DAN GURIHNYA WARISAN PENJAJAH YANG JADI CEMILAN KHAS MANDAR.

Bolu Paranggi
(Sumber: sulbarkita.com)

Perjanjian Bongaya ditandatangani pada 18 November 1667 masehi, ketika aroma mesiu masih pekat menggantung di langit Makassar. Perang Makassar memang belum berhenti total saat itu, masih ada perlawanan-perlawanan sporadis yang dilakukan para pribumi yang setia nan perwira. Dan hari-hari selanjutnya pelabuhan Makassar yang sebelumnya menjadi pelabuhan internasional dan sibuk dengan perdagangan, kini hanya diisi aktifitas kepergian kapal-kapal pedagang luar negeri kecuali VOC. Perjanjian Bongaya memang mengharuskan orang Makassar berdagang hanya dengan pedagang VOC, yang lain harus angkat kaki dari Makassar. Salah satunya kapal dagang terakhir yang bertolak dikesejukan pagi itu adalah kapal Portugis.

Jauh sebelum VOC, Portugis sudah lebih dulu berinterkasi dengan orang Sulawesi. Bahkan di pertengahan tahun 1500-an, kira-kira se-zaman dengan pemerintahan I Manyambungi di kerajaan Balanipa, beberapa raja-raja di pulau berbentuk huruf "K" ini pernah dibaptis oleh agamawan yang tergabung dalam armada dagang pimpinan Antonio de Paiva. Setidaknya koneksi yang panjang tersebut telah meninggalkan bentuk tradisi, dan di Mandar di antara warisannya  adalah musik dan kuliner.

Oleh masyarakat Mandar dikenal adanya kudapan khas yang berbahan tepung terigu, gula pasir, gula merah, telur dan TBM lalu kemudian dipanggang dengan menggunakan cetakan khusus. Jajanan ini menghadirkan aroma dan warna cokelat mengkilap yang menggugah selera. Ayo, coba tebak !?.

Yes, kue yang menjadi penanda bahwa Portugis pernah ada di pelabuhan-pelabuhan dagang Sulawesi adalah bolu paranggi. Tidak mengherankan pula jika resep kue ini bisa sampai di dapur orang-orang Mandar mengingat para pelaut Mandar adalah pelaut ulung yang selalu hadir dipelabuhan-pelabuhan internasional zaman dulu. Bisa jadi, ketika salah seorang pelaut Mandar itu mencicipi bolu paranggi merasa sangat tertarik dan ingin agar istrinya di rumah bisa membuat dan turut merasakan enaknya kue itu, kemudian membawa pulang resepnya. Dan karena lupa menanyakan nama kuenya maka, ia menamai kue buatan istrinya dari resep orang asing itu dengan nama Bolu Paranggi, Bolu Portugis. Wallahu a'lam bissawab.


Zulfihadi (Tapango, 2 Ramadhan 1444 H.)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BALA SUJI/LAWA SOJI/WALASOJI

Cerita Rakyat "LA WELLE"

Tafsir Lagu To Pole Dibalitung