TRAGEDI KEBUDAYAAN. TERJADI LAGI..!!





 Plang petunjuk yang pernah dipasang oleh pihak DisBudPar Pol-Man

(foto: Dalip) 

Sudah cukup banyak rasanya perusakan terhadap cagar budaya dan sejarah terjadi. Penambahan makam palsu di kompleks makam Pallabuang  (Tinambung, Polman), Allamungan Batu Dzi Luyo, peristiwa Balla Lompoa di Makassar (Su-Sel). 

Kini kembali sebuah tragedi menyambut kami di desa Lambanan Kab. Polman saat kami dari Tim Pendata Cagar Budaya dan Sejarah Kab. Polman, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Polman dan tim dari BPCB Makassar (Wilayah kerja Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara) melakukan kunjungan sebagai tindak lanjut validasi situs dan benda cagar budaya. Kaget, marah dan sedih bercampur dalam dada ketika saya yang saat itu duduk di jok paling belakang mobil dinas DISBUDPAR Polman yang kami tumpangi bertujuh. Saya melongok lewat jendela melihat bagaimana lokasi mesjid Abadan desa Lambanan hanya tinggal empat tiang kayu yang sekelilingnya telah digali untuk pembuatan pondasi baru. Dengan tergesa kami turun sebelum mobil yang kami tumpangi berhenti sempurna lalu bergegas langsung ke tempat yang beberapa waktu lalu masih menjadi pekarangan mesjid.

Mesjid Abadan merupakan mesjid yang pertama kali didirikan di Mandar (versi lain menyebutkan bahwa mesjid pertama ada di Tangnga-Tangnga yang ada antara Lambanan dan Pallis sebagai mesjid pertama. Namun situs ini sudah tak terlihat dari permukaan saat ini) yang didirikan oleh K.H. Musyafta Bullah atau lebih dikenal dengan gelar Annangguru Malolo dan makamnya berada tidak jauh dari situs mesjid Abadan. Beberapa sumber menyebutkan bahwa mesjid ini dibangun sekitar tahun 1600-an.

Beberapa orang yang kebetulan berada di dekat lokasi melihat dengan heran akan kedatangan kami, kemudian datang mendekat. Dari merekalah kami mendapat informasi bahwa pekerjan pembongkaran mesjid itu adalah perintah dari kepala desa Lambanan dan baru sekitar dua bulan lalu pengerjaannya (pertengan bulan Agustus ?) . menggunakan jasa skavator yang kebetulan sedang bekerja untuk pembangunan jembatan di dekat situ. 

Mendapat informasi tersebut, Ka.Bid. Kebudayaan DisBudPar Polman dan beberapa staf segera menuju rumah kepala desa. Sementara saya, tim BPCB Makassar dan beberapa staf yang lain tetap berada di lokasi dan menyisir lokasi.
Saat berdiri di tepi galian itulah kami melihat struktur asli bangunan mesjid yang telah tertimbun selama berabad-abad, kembali tersingkap oleh proses pembongkaran yang dilakukan dengan alat berat itu. 

Dalam pandangannya tim BPCB menyimpulkan bahwa material yang digunakan dalam pembangunan itu sangat mirip dengan material yang digunakan dalam pembangunan mesjid tua Palopo, Sulawesi Selatan. Sturktur batu alam yang dipahat dengan cukup presisi lalu disusun menjadi sebuah pondasi lalu diatasnya diletakkan ubin lantai. Dari singkapan itu juga terlihat adanya lapisan arang dan abu bekas pembakaran yang cukup luas dan berada tepat di atas material ubin terakota ditemukan. Sehingga ada kesimpulan bahwa pembuatan terakota yang digunakan untuk lantai mesjid itu dulunya dibuat dilokasi itu. Dari tinggalannya, tidak diragukan lagi bahwa mesjid Abadan adalah peninggalan Islam masa lalu dari abad 17.

Setelah selesai melakukan pengamatan disekitar lokasi, akhirnya kami pun menyusul ke rumah kepala desa. Khaerullah. Di sana kami mendengar langsung penuturan dari kepala desa bahwa pembongkaran itu dilakukan atas dasar janji dari pengelola Yayasa ASA. Yayasan yang dimiliki oleh salah seorang anggota DPR RI, Asri Anas. Menurutnya, ia sudah menyampaikan niat untuk membangun situs itu kepada beberapa pejabat yang pernah datang ke desa Lambanan. Perlu diketahui bahwa desa Lambanan memang kerap dikunjungi oleh pejabat Pol-Man dan Sul-Bar sebab memiliki ritual religi yang khas dan dipercaya sebagai salah satu kampung tua. Bahkan tidak ada wilayah di Polewali Mandar yang boleh melakukan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW. yang dirayakan setiap tahunnya sebelum Lambanan melakukannya.

Namun dari sekian pejabat yang menjanjikan bantuan, hanya Asri Anas yang kemudian benar-benar mewujudkan janjinya meskipun agak tersendat dan dilakukan dengan agak memaksa untuk menunaikan janjinya tersebut. Masih menurut keterangan Khaerullah, jumlah bantuan yang dijanjikan sebesar 1,2 M. yang dikucurkan baru 40 juta rupiah dan berangsur. Katanya bangunan yang nantinya akan didirikan itu hanya tempat ibadah tirakat atau semacamnya, bukan sebagai mesjid. Namun gambar rencana pembangunan yang diperlihatkan pada kami justru memang sebuah mesjid lengkap dengan menara.


                                       
Pertemuan kepala desa Lambanan bersama Tim BPCB Makassar, Tim Pendata Cagar Budaya Pol-Man, Disbudpar Polman.
(foto: Dalip)

Dikonfirmasi oleh kepala dinas kebudayaan Polewali Mandar. Bahwa sesungguhnya Yayasan ASA yang menyumbang untuk pembangunan itu telah melaporkan keinginannya kepada pemerintah, dan pemerintah pun telah melayangkan surat balasan dengan nomor B-191/Disbudpar/Bid.Budaya/430/02/2016, bertanggal 15 Februari 2016 yang isinya secara garis besar adalah meminta pihak ASA untuk menunda keinginannya sampai ada petunjuk dari Balai tentang mesjid Lambanan yang telah didaftarkan ke BPCB Makassar.

Apapun yang terjadi, nasi sudah menjadi bubur. Alat berat sudah terlanjur melakukan penggalian dan pembongkaran. Tinggal kita semua harus memikirkan cara untuk menyelamatkan apa yang tersisa sekalipun tinggal sedikit. Namun demikian hukum tetap mesti ditegakkan sebab bagaimanapun situs mesjid Abadan telah masuk dalam database cagar budaya kabupaten Polewali Mandar. Papan petunjuk dengan tulisan yang cukup besar dan jelas pun telah dipasang di pintu gerbang situs. Ini merupakan sebuah pelanggaran terhadap undang-undang no.5 tahun 1993 dan PP. No. 10 tahun 1992 pasal 26 yang bunyinya:
“Barangsiapa dengan sengaja merusak benda cagar budaya dan situs serta lingkungannya atau membawa, memindahkan, mengambil, mengubah bentuk dan/atau warna, memugar, atau memisahkan benda cagar budaya tanpa izin dari Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).  “.

Untuk itu amat sangat diminta perhatian pemerintah dan penegak hukum untuk mengusut dan menyelesaikan masalah ini. Sebab ini adalah bencana. Ini adalah tragedi. Bencana dan tragedi kebudayaan dan kemanusiaan. Selamatkan sejarah dan budaya kita !. 
Mesjid pertama di Mandar tinggal rangka.
(foto: Dalip)

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

BALA SUJI/LAWA SOJI/WALASOJI

Cerita Rakyat "LA WELLE"

Tafsir Lagu To Pole Dibalitung