09/09/2015

SIKAPA, MAKANAN KHAS MANDAR PEGUNUNGAN.

Sikapa alias gadung
(Foto: jamunusantara.com)

Sesungguhnya sumber daya alam Polewali Mandar sangatlah kaya dan beragam, meskipun mungkin masih banyak yang belum terungkap dan terbudi dayakan dengan maksimal. Dalam hal ini sumber bahan pangan yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat mandar pegunungan.
Singkong dan Undo/kundo/sikapa merupakan salah satu sumber makanan pokok orang Mandar pegunungan seperti halnya singkong dan sagu bagi orang Mandar pesisir. Dewasa ini konsumsi undo telah tergeser oleh adanya beras atau nasi, namun demikian tak ada salahnya jika kita kembali menengok sumber pangan tradisional ini dan berikut tulisan tentang umbi tumbuhan yang oleh masyarakat Mandar disebut undo atau sikapa.

Pada saat musim kemarau seperti saat ini di mana banyak areal persawahan yang mengalami gagal panen dan terjadi paceklik, masyarakat pegunungan biasanya membentuk kelompok-kelompok kecil dari keluarga atau tetangga mereka sendiri dan melakukan pencarian sikapa ke tepian hutan. Kegiatan ini biasa dikenal dengan massikapa.

Kegiatan massikapa
(Foto: Chawal)

Undo adalah salah satu jenis umbi-umbian hutan yang sekarang mulai jarang ditemui di Mandar. Penyebabnya adalah selain karena tergeser oleh lancarnya suplay beras dari wilayah pantai, tumbuhan ini juga sering dianggap sebagai gulma pengganggu pada perkebunan rakyat sehingga sering dibabat atau disemprot dengan pestisida. Secara nasional Indonesia, undo dikenal dengan nama gadung dan mempunyai penyebutan berbeda-beda disetiap daerah di nusantara dan dalam bahasa latin disebut Dioscorea hispida Dennst.

Pada dasarnya tumbuhan ini merupakan tumbuhan asli dari India bagian Barat kemudian menyebar luas sampai ke Asia Tenggara. Tumbuh pada tanah datar hingga ketinggian 850 m dpl, tetapi dapat juga diketemukan pada ketinggian 1.200 m dpl.
Gadung merupakan perdu memanjat yang tingginya dapat mencapai  5-10 m. Batangnya bulat, berbentuk galah, berbulu, dan berduri yang tersebar sepanjang batang dan tangkai daun. Umbinya bulat diliputi rambut akar yang besar dan kaku. Kulit umbi berwarna gading atau coklat muda, daging umbinya berwarna putih gading atau kuning. Umbinya muncul dekat permukaan tanah. Dapat dibedakan dari jenis-jenis dioscorea lainnya karena daunnya merupakan daun majemuk terdiri dari 3 helai daun (trifoliolatus), warna hijau, panjang 20-25 cm, lebar 1-12 cm, helaian daun tipis lemas, bentuk lonjong, ujung meruncing (acuminatus), pangkal tumpul (obtusus), tepi rata, pertulangan melengkung (dichotomous), permukaan kasar (scaber). Bunga tersusun dalam ketiak daun (axillaris), berbulit, berbulu, dan jarang sekali dijumpai. Perbungaan jantan berupa malai atau tandan, panjang antara 7-55 cm, perbungaan betina berupa bulir, panjang antara 25-65 cm. Buah lonjong, panjang kira-kira 1 cm, berwarna coklat atau kuning kecoklatan bila tua. Akar serabut. Tanaman gadung (Dioscorea hispida Dennst), bagi beberapa Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, sumber makanan yang mengandung karbohidrat merupakan kebutuhan utama. Bahan pangan yang mengandung karbohidrat cukup tinggi adalah termasuk pada jenis kacang-kacangan dan jenis umbi-umbian. Salah satu sumber karbohidrat yang ada di Indonesia adalah umbi gadung. Gadung mengandung air, lemak, protein, karbohidrat, serat kasar, abu, diosgenin, dioscinin, kalori, kalsium, posfor, besi, maupun vitamin C. Selain kandungan gizi yang berguna bagi tubuh manusia seperti disebutkan sebelumnya, undo juga memiliki zat beracun yang berbahaya.

Kandungan asam yang dikandungnya adalah asam sianida (HCN) atau biasa juga dikenal dengan asam biru. Asam sianida pada gadung akan terbentuk jika jaringan umbi rusak seperti misalnya dikupas, diiris atau digigit. Orang yang mengkonsumsi undo yang prosedur pengolahannya kurang tepat dapat mengalami keracunan dengan gejala mual, muntah bahkan dapat mematikan. Sehingga dengan demikian agar undo dapat dikonsumsi secara aman bagi manusia, maka perlu diolah dengan cara yang cukup rumit.
Berikut adalah kutipan keterangan salah seorang warga Pasiang (Polewali Mandar) tentang beberapa cara yang sering dilakukan oleh masyarakat Mandar yang ada di pegunungan dalam mengolah undo.
Di desa Pasiang kec. Matakali ada 2 cara pengolahan.
Cara 1: sikapa dikupas bersih, diiris tipis, diberi abu dapur yang bersih, dijemur hingga kering lalu direndam dalam air mengalir dari pagi sampai sore. Ditiriskan semalaman lalu dicetak dan disimpan di para sampai berjamur.

Cara 2: kupas bersih kulitnya, diiris tipis, disusun dalam lubang tanah sedalam 1 m. diameter 0,5 m. yang dialas daun pisang, setiap lapisan ditaburi garam dapur, tutup dengan daun pisang lalu ditutup dgn tanah, dipendam selama dua malam. Setelah itu direndam di dalam air mengalir dari pagi sampai sore. Tiriskan semalaman lalu dicetak dan simpan di para biarkan sampai berjamur.
Sikapa yang sudah berjamur siap diolah menjadi sokko (makanan yang biasanya dibuat dengan cara dikukus seperti ketan) sikapa.
Caranya sikapa dicincang halus lalu diberi percikan air hingga agak lembab lalu dikukus hingga matang. Setelah matang diberi parutan kelapa dan garam secukupnya.

Faktor kesulitan dalam pengolahan bahan undo ini juga menjadi salah satu penyebab masyarakat umum segan untuk mengkonsumsi makanan yang berbahan undo. Dewasa ini, pengolahan undo sebagai bahan makanan juga tidak mengalami pengembangan inovasi dan hanya terbatas pada pembuatan sokkol. Padahal di Jawa, produksi makanan dan cemilan berbahan undo semisal keripik gadung sudah banyak diberdayakan demikian pula dalam pembudidayaan tanaman undo sendiri.

Sokkol sikapa
(Foto: Muhammad Hasbi)

Dari tulisan ini saya berharap bahwa masyarakat mau kembali melirik tanaman ini sebagai sumber makanan yang potensial. Dan kepada fihak pemerintah dan instansi pemerintah setidaknya bisa memberikan penerangan kepada masyarakat serta menjadikan undo sebagai makanan lokal yang berperan dalam program ketahanan pangan nasional.
(Zulfihadi)

Sumber:
1. Hasrindaru K. Mahasiswa program studi ilmu gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang tahun 2011/2012.
2. Diskusi online media sosial dengan Rusdy dan Nurlaela Bilu (Grup facebook Appeq Jannangang (7/9)).















SUNGAI MANDAR (Dari Mata Air ke Air Mata)

Pernah sekali aku melihatmu keluar dari celah batu, dari ujung-ujung akar, dari bongkahan tanah berpasir, Berjalan pelan, mengalir Terus, terus dan terus menerus Tetes, tetes dan tetesan menetes Rembes dan merembes Mata air Pertama kukenal, ketika lelah tak letih mengikuti Jadilah kau pilihan hatiku ketika peluh meluluh nyaliku, enggan kompromi Pertama kali jua kau mengalir diantara sumsum dan urat nadi Sesekali kau menyapaku lewat pori Aku mengenalmu Begitu dalam Mata air Pernah kuingin membuat danau, Membuat samudera, membuat kondensasi air, membuat hujan, untuk sekedar memberimu ruang untuk aku semakin dekat. Dan dengan halus kau janjikan dan jadikan sungai, laut, danau dan samudera itu tepat ketika aku beranjak dari tempat dimana aku pertama mengalirkanmu ketubuhku. Mata air Kau benar, janjimu pasti dan aku melihat sosok tuhan yang begitu santun menyayangi alam dan makhluk-Nya. Kaukah sifat Tuhan itu, dan dari sifat apa kau dicipta? Sebab aku ada dan dicipta dari sifat Tuhan itu. Jangan-jangan kau adalah aku Tapi, tak mungkin mata air itu aku. Aku adalah mata air, bukan Aku hanya punya air mata Air mata Pertama kukenal ketika kurasakan mata air itu menamat hausku Dan air mata itu keluar ketika syukurku memuncak sebab dahaga yang mencekik itu telah hilang Air mata Aku memang tak lagi bisa menjadi mata air, ketika melihat karyamu diabaikan Danaumu dikeringkan, sungaimu di rusak, samudramu jadi tong sampah Aku ingin menyerapahi mereka, tapi mereka memaki aku Lalu air mata ini mengalir Mencari mata air Menemukan tuhan Lalu Tuhan menyapaku Jangan bersedih, kata-Nya Hapus air matamu, jadilah mata air Agar mereka menjadikan tujuh samudra lagi dari air mata mereka. Air mata, Mata Air Tanah air dan air tanah Adalah Mandar Litaq Mandarku adalah Tanah air ! Sungai Mandar, 28 Juni 2015

Tafsir Lagu To Pole Dibalitung


Bawa di arangan (mellullung kaeng lotong) 2x
Mattattangai ToPole Dzi Balitung
Apamo puti-putiqna (topole Dzi Balitung) 2x
Tuppuang bassi mesa tau anggaqna.
Paqdami tuppuang bassi (mesa tau anggaqna) 2x
Sappe diaya di loloq bunga kodza.
Iqo dziting Bunga Kodza (dao melo di sulluq) 2x
Muaq tania Tomamea gambana
Tomameapa Gambana (Tammaq topa mangaji) 2x
Mareteq topa Pano pindang dadzanna..
Pano pindangpa dadzanna (paindo mesa mesa) 2x
Naindo naung Kuqbur Menggara-gara..
Kuqburmo menggara-gara (Lembong memonge-monge) 2x
Labuang pioq namacappuqi nyawa..
Nyawa Apamo nacappuq (Nyawa Tallang dunia) 2x
Saiccoq dami sacaker-caker dami..
Sacaker caker pauli (Sakkatoang Panawar) 2x
Iqdaq Nabulling apa tania garring..

Catatan:

Lagu ini tercipta untuk mengungkapkan rasa cinta, sayang, rindu kepada salah satu Raja Sendana yang bergelar anumerta "Tomatindo di Balitung" (yang wafat di Belitung), yang oleh Prof. Zainal Abidin Farid menyebutnya "Si Jago dari Selat Malaka". Lagu ini digunakan untuk menyambut kedatangan I Calo Ammana Wewang dari pengasingannya di Belitung, karena syairnya memang cocok.

Lagu ini menjadi terkenal karena notasinya yang gampang dilantunkan dan penuh pesan-pesan moral yang begitu kuat. Lagunya melankolis dan punya kekuatan rasa untuk mengajak pelantun dan pendengarnya terbawa dalam sukma lagu itu. Lagu rindu yang menggambarkan kedukaan atas meninggalnya Maraqdia Sendana di Balitung. Syair melullung kaeng lotong itu adalah gambaran duka berkepanjangan dan akan selalu dikenang meski sudah tiada. Hal itu tergambar dari syair "Naindo naung Kuqbur Menggara-gara"

Apa yang menjadi alasan lagu ini punya kekuatan rasa dan terjaga sampai hari ini, karena karakter yang digambarkan pada lagu itu bersifat nasehat atau pappasang untuk memilih pemimpin sekelas Tomatindo di Balitung. Lagu ini abadi dan tidak kontemporer karena pesan yang disampaikannya juga sangat universal, tidak dibatasi oleh zaman, dari zaman lontaraq sampai era digital.

Pesan yang disampaikan lagu ini adalah:
BUNGA KODZAQ itu adalah lambang kaum adat di Mandar, kurang lebih sama dengan Bate Salapang di etnis Makassar dan Tomarilaleng bagi etnis Bugis.
DAO MELOQ DISULLUQ jangan mencalonkan jadi pemimpin
MUAQ TANIA TO MAMEA GAMBANA yang artinya : kalau bukan sosok manusia yang memiliki moral, teguh pendirian, konsisten, berani di atas kejujuran dan keadilan, tegas, serta kuat jiwa dan raganya, bijaksa dalam mengambil keputusan untuk kepentingan orang banyak.
TOMAMEAPA GAMBANA TAMMAQ TOPA MANGAJI: Selain tegas, jujur dan lain sebagainya, juga luas-dalam ilmunya utamanya ilmu yang menyebabkan takut kepada Allah. Memiliki kecerdasan intelektual; Memahami kondisi geografis dan demokrafis daerah, memiliki keahlian dalam memimpin serta faham benar tata kelola pemerintahan dan kemasyarakatan.

Memiliki kecerdasan emosional; yaitu membaur dengan rakyat yang akan dipimpinnya, mengetahui serta merasakan penderitaan rakyat, sehinggga dapat memberikan pelayanan yang terbaik, hidupnya diabdikan/diwakafkan untuk kepentingan rakyat.

Memiliki kecerdasan spiritual; sadar bahwa jabatan yang disandang merupakan amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat yang memilihnya juga yang tidak kalah pentingnya adalah akan mempertanggungjawabkan kepemimpinannya dihadapan Allah SWT.
MARETEQ TOPA PANO PINDANG DADZANNA: Memiliki pengalaman yang banyak dalam memimpin organisasi, baik organisasi pemerintahan, organisasi sosial kemasyarakatan maupun organisasi politik. Ia bukan karbitan (Tania anu disou : ibarat pisang yang dipaksa masak). Karena pemimpin yang dipaksakan, ia akan selalu dipaksa (diunjuk rasa) untuk turun dari jabatannya.
PANO PINDANG DI DADZANNA PAINDO MESA-MESA : Kepemimpinan yang ia miliki terbukti mampu menciptakan keteladanan, ide dan gagasannya cemerlang serta karya-karyanya bersinar, dirasakan, dan bermanfaat bagi orang banyak.
NAINDO NAUNG KUQBUR MENGGARA-GARA: Yang terbaik diantara orang pilihan, memiliki idealisme, pikiranannya jernih, gagasan dan ide-idenya masih bersinar (menjadi falsafah) walau sudah berada diliang lahad. Dan pemimpin yang baik adalah mereka yang berkarya secara ikhlas, tulus, tidak mengharapkan pujian, yang mereka harapkan adalah amal jariyah yang dapat mengalir walau ia sudah tiada.
KUQBUR MO MENGGARA-GARA LEMBONG MEMONGE-MONGE : Mereka yang rela mengorbankan jiwa dan raganya, tidak peduli dengan dirinya sendiri, keluarga dan kerabat, serta kelompok dan partainya demi kepentingan orang banyak. (Tarrare di tindo - tannasai’ tanggal – tannayappangngi cipur – o nanasurung lewa pa’banua – o nanasurung tumballe’ lita’ : Tidurnya di malam hari tak nyenyak memikirkan rakyat yang tak makan di malam hari. Di siang hari tak kenal lelah, tepat waktu, disiplin, bekerja secara professional demi daerah yang dipimpinnya).
LAWUANG PIOQ NAMACCAPPUQI NYAWA : Rela membela dan melindungi kepentingan kaum marginal, rakyat kecil, demi kesejahteraan masyarakat secara umum walau jiwa jadi taruhannya. Pio’ adalah sejenis ikan-ikan kecil yang hidupnya bergerombol, bernaung di bawah pohon besar (Labuang) yang terapung di lautan. Itulah pemimpin ibarat sebatang pohon tempat bernaung dan berlindung bagi rakyat sehingga kelangsungan hidupnya tidak terancam. (Mo siasollor bandangang – Siasolliq mata gayang – Sisembeq kondobulo – Siapiq bulang annaq litaq – muaq naitami balimbunganna maraqdia – tuomi tau tammate – Mapiami takkadzakeq : Segala kemelut dan penderitaan rakyat dari berbagai aspek kehidupan, masyarakat tidak perlu khawatir karena kita sudah terlindung dan dinaungi dari pohon besar).
Memaknai Palsafah leluhur Mandar di atas dapat disimpulkan bahwa budaya Mandar mengharapkan sosok pemimpin yang diharapkan tampil pada setiap generasi adalah mereka yang memiliki idealisme kerakyatan, memiliki moral force yang tangguh serta rasa optimisme yang kuat dalam mencapai seluruh cita-cita luhur dari rakyat.
Keahlian dan ilmu pengetahuan bagi seorang pemimpin di Mandar mutlak dimiliki, terutama ilmu agama sebagai modal dasar agar seluruh aktivitas pemerintahan berorientasi pada iman dan taqwa, sehingga tindakan, ketegasan dan kebijaksanaan selalu terpagar dalam amar ma’ruf dan nahi mungkar. Dengan demikian, maka segalanya akan berjalan di atas dasar iman, ilmu, dan amal.

Ending lagunya dengan lirik syair Nyawa Apamo nacappuq
Saiccoq dami sacaker-caker dami
Sacaker caker pauli (Sakkatoang Panawar)
Iqdaq Nabulling apa tania garring. Ini merupakan penegasan bahwa obat apapun, dosis berapapun yang akan dipakai untuk mengobati karna ini bukan penyakit fisik, tapi ia meradang di hati.

Saya kira ini sekedar pengantar untuk menemukan jawaban lengkap dan dalam. Dan tentu saja kepada orang yang ahli dan memahami secara substansi dan konseptual.
Tabeq.
Odzi Adaq Odzi Biasa Sipakaraya dilalanna Assamalewuang!

Beruq-beruq Tokandemeng dalam Jejak Sejarah


Oleh: Muhammad Munir 
(Penulis aktif Komunitas Appeq Jannangang dan Inisiator Rumah Pustaka, Sepeda Pustaka, Motor Baca, Cafe Baca dan Rumah Buku).

Di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, pilar-pilar, akar serta corak kebudayaanlah suatu sub-sub etnik masyarakat yang berserak di nusantara ini yang menjadi perajut dan penanda eksistensi lahirnya ke-Indonesia-an. Hal inilah yang melahirkan suatu gagasan bahwa yang dikatakan kebudayaan nasional Indonesia adalah seluruh hasil puncak-puncak kebudayaan daerah atau tiap-tiap kreasi kebudayaan suku-suku di seluruh nusantara.

Mandar adalah salah satu suku di antara sekian suku yang berserak khususnya di Sulawesi Barat, Sulawesi dan umumnya di Indonesia, telah lahir berproses menandai entitas kebudayaannya sendiri serta memberikan sumbangsih khazanah budaya melalui bahasa, adat, kesenian, kearifan lokal dan ritual serta simbol simbol budaya lainnya.

Salah satu simbol kebudayaan yang kerap kali kita temukan adalah Beruq-Beruq. Beruq-beruq (bunga melati) kerap kita temukan dalam sastra tutur (toloq) Kacaping Mandar yang disematkan pada barisan wanita cantik (piqoro) yaitu Lilliq ambang beruq-beruq. Dalam beberapa syair lagu Mandar kita kerap mendengar alunan lagu dalam lirik Beruq-beruq Tokandemeng. Begitu juga dalam Kalindaqdaq Mandar kita akrab mendengar syair yang berbunyi begini: Beru-beruq di Kandemeng-Mequwakeq di Kollang-Baqbar di Jeqneq-Sarombong di Sambayang atau Beruq-beruq buraq lemo-Sipoapai tia-Sippute bandi-Rasana sisalai.

Kumpulan penulis perempuan juga tak mau ketinggalan dalam mengabadikan nama beruq-beruq ini dengan judul Analeqta Beruq-Beruq (Antologi Puisi Sri Musdikawati dkk.). Dari fakta-fakta itu, saya penasaran ada apa dengan Beruq-Beruq dan kenapa nama beruq-beruq sangat kental dengan Kandemeng (salah satu dusun di Desa Batulaya Kec. Tinambung) ?.

Rasa penasaran itu kemudian terjawab setelah saya berhasil mengorek keterangan dari Bapak Nurdin Hamma, salah satu tokoh masyarakat dan budayawan senior di Balanipa. Beliau menjelaskan bahwa beruq-beruq (Melati) hanyalah jenis bunga yang masuk dalam deret ribuan jenis bunga di nusantara. Beruq-Beruq mempunyai garis sejarah yang panjang sejak Zaman pemerintahan I Billa-Billami Tomepayung (Raja pertama yang memakai gelar Arajang Balanipa). Kandemeng adalah kampung yang dikenal karna beruq-beruq dibudidayakan, tumbuh dan berkembang serta menjadi mata pencaharian masyarakat Kandemeng dari era Tomepayung sampai pada era 60-an.

Lebih lanjut, Nurdin Hamma menjelaskan tentang beberapa keistimewaan beruq-beruq ini. Pertama: Beruq-beruq dimanapun berada, selalu menebar aroma yang harumnya begitu semerbak dan mewangi. Oleh orang Kandemeng (Mandar) ini menjadi filosofi agar keberadaan orang Mandar selalu tampil santun, memberi kedamaian, dan ketentraman bagi lingkungan sekitarnya;

Kedua: Beruq-beruq di Kandemeng menjadi sebuah slogan dan membudaya, bukan dari jenis bunganya, akan tetapi dari segi perlakuan masyarakat saat memetik beruq-beruq. Orang Kandemeng punya cara yang unik dan sakral. Jika orang luar memetik bunga beruq-beruq ini mungkin pake wadah seadanya, tapi orang Kandemeng tidak. Beruq-beruq umumnya dipetik oleh wanita dengan terlebih dahulu mengikat sarung dibahunya, dibagian bawah sarung dililitkan (diatas pusar) kebelakang dan disimpul. Beruq-beruq yang dipetik itu kemudian diselipkan dicelah sarung tepat dibagian dada, sehingga beruq-beruq ini berbaur dengan payudara (maaf). Hal ini merupakan sebuah simbol bahwa beruq-beruq harus diperlakukan sama seperti menjaga kehormatan yang dimiliki wanita. Rasa memiliki ini dimotivasi selain sebagai accessories wanita juga karna diperjual belikan.

Beruq-beruq yang telah dipetik itu kemudian dibungkus dengan daun Tanga-tangan (tanaman jarak) yang setiap bungkusnya berisi 20 biji, sebagai simbol dari jumlah satu ajoa dari Tari Pattuqduq (Konon Todilaling dikebumikan bersama 2 ajoa atau 2x20=40 orang penari pattuqduq).
Perlakuan terhadap beruq-beruq ini ternyata menjadi nilai plus bagi warga Kandemeng, sehingga menjadi pilihan masyarakat untuk membeli beruq-beruq di Kandemeng. Kondisi ini membuat Kandemeng dikenal sebagai penghasil beruq-beruq paling terkenal di Mandar dan pembelinya berdatangan dari berbagai penjuru, terutama pada saat musim pernikahan.

Beruq-beruq ternyata menjadi berkah bagi bagi warga Kandemeng, terutama dari peningkatan pendapatan ekonomi masyarakat. Tak sedikit yang jadi orang kaya dari hasil penjualan beruq-beruq dan itu berlangsung lama dan mulai merosot sekitar tahun 60-an ( ini terutama dipengaruhi oleh 710 yang akrab disebut Zaman Gurillah, 1953-1964)

Ketiga: Beruq-beruq di Kandemeng menjadi terkenal karena pusat pemerintahan Kerajaan Balanipa pada awal tahun 1900-an dipindahkan ke Kandemeng disamping peran KH. Muh. Tahir Imam Lapeo, Sayyid Lawarang (Bapak HS. Mengga) dan Annagguru Kayyang. Kalindaqdaq diatas diyakini adalah kalindaqdaq yang diciptakan oleh Imam Lapeo.

Sekedar diketahui bahwa Beruq beruq terdiri dari beberapa jenis, yaitu beruq-beruq pitussusung (tujuh lapis/susun), beruq-beruq mamea (merah) dan beruq-beruq biasa. Yang terakhir ini adalah jenis yang banyak digunakan bunganya untuk keperluan dali/lilliq ambang beruq-beruq (anting). Selain itu, beruq-beruq adalah jenis tanaman yang berumur panjang, bisa bertahan di dua musim (kemarau dan hujan).

SELAMAT PAGI TUHAN


Tuhan,
terima kasih dan maafkan aku
sebab aku kau jatuhkan dan kau bangkitkan
Kau pertemukan aku dengan mereka
mereka yang memberiku motivasi
mereka yang menyerahiku cinta
mereka yang menerima kekuranganku
mereka yang menggantungkan asa padaku
mereka yang resah memunguti air mata
melihat Mandarnya tergadai
melihat Indonesianya disetubuhi
Terima kasih Tuhan,
Meraka kau kirimkan padaku
setidaknya, aku tak akan beranjak dari sini
dan tak perlu berbangga diri memintal kesalahan dan dosa
aku harus tetap disini,
belum saatnya melarikan diri
mereka masih mencintaiku dan cinta itu
kunikmati di hati meski itu untuk diriku sendiri.

(Muhammad Munir)

12/06/2015

APLIKASI LONTARAQ DIGITAL (Berbahasa Mandar)

TENTANG APLIKASI


Nama Aplikasi : Lontaraq Digital
 Developer : Zulfihadi
Tanggal Mulai proses pembuatan : 03 Mei 2015 Pukul 22.17.30 wita.
Tanggal Akhir pembuatan : 29 Mei 2015 pukul 18.32.16 wita.
Updated : 01 Juni 2015 pukul 22.11.45 wita.
Platform : OS Android versi 1.0
Spesifikasi smartphone pengguna : Apa saja yang menggunakan OS Android.
Dedicated for : Komunitas “Appeq Jannangang”

===================================================
Untuk mendownload manual selengkapnya silahkan klik DOWNLOAD
Dan untuk mendownload aplikasinya silahkan klik DOWNLOAD (khusus pengunjung yang menggunakan android sebagai media browsing).

05/06/2015

MORAL REMAJA, TANGGUNG JAWAB SIAPA ?.

Masih hangat pembicaraan tetang pelaksanaan kurikulum 2013 yang menggantikan KTSP 2006 sekitar satu semester lalu, kini datang keputusan dari Menteri Dinas Kebudayaan dan Pendidikan kabinet Indonesia Hebat yang dijabat oleh Anis Baswedan tentang penghentian pelaksanaan K-13 tersebut karena dinilai bahwa sumber daya manusia tenaga pendidik kita belum siap untuk menerapkannya. 

Respon tentang hal ini pun bermunculan, ada yang pro dengan penghentian K-13 dan ada yang menolak. Dalam masalah ini, saya tidak akan memposisikan diri disalah satu barisan tersebut namun hanya sekedar mengingatkan bahwa uji coba K-13 yang hingga hari ini masih diadakan workshop dan pelatihan bagi tenaga pengajar dibeberapa daerah tentu hanya bersifat pemborosan dan sia-sia jika memang harus dihentikan, padahal tentu dalam pelaksanaannya menggunakan biaya. Pun saya tidak akan menyoroti tentang kelanjutan penghentian pelaksanaan K-13, sebab saya berfikir bahwa kita semua telah memiliki tugas masing-masing. 

Dalam tulisan singkat kali ini, saya hanya ingin meminta sedikit perhatian anda tentang bagaimana kondisi generasi muda kita saat ini khususnya di Mandar (Sulawesi Barat).
Lalu apa sebenarnya tujuan pendidikan untuk anak-anak usia sekolah?. Tentu secara garis besar adalah untuk membentuk generasi muda pelanjut pembangunan bangsa yang berilmu pengetahuan, terampil dan berakhlak baik.

Mencermati degradasi moral masyarakat khususnya remaja belakangan ini sesungguhnya sudah tidak bisa dipandang sebelah mata namun semestinya sudah mendapat perhatian serius. Cobalah sesekali kita tinggalkan tayangan sinetron atau infotainment dan melirik tayangan berita. Kita mungkin kita tidak akan terkejut lagi disuguhkan dengan berita tentang kriminalitas yang sudah tidak lagi didominasi oleh kalangan usia dewasa. 

Namun sudah bergeser pada kejahatan seksual, perkelahian, pencurian hingga pembunuhan yang dilakukan oleh remaja yang masih dalam usia sekolah. Dalam keseharian kita baik di rumah, di jalan atau bahkan di sekolah sudah tidak asing jika menjumpai anak muda yang tidak mengenal adab kesopanan. Sudah hilang kata “tabeq” dari lidahnya saat akan lewat di depan orang yang lebih tua darinya, bahkan jika itu orang tuanya sekalipun. Sekedar membungkukkan badan pada orang yang dilaluinya pun seolah sebuah pekerjaan yang demikian beratnya.

Ada beberapa faktor yang sesungguhnya berperan dalam pembentukan watak ramaja dan pelajar ini sehingga terjadi hal demikian. Diantaranya adalah kondisi rumah tangga orang tua, lingkungan dan tontonan. Demikian juga dengan penanggung jawab yang semestinya terlibat ada beberapa namun biasanya yang terjadi adalah saling tuding antara fihak yang semestinya menjadi pengawal dalam pembentukan akhlak dan moral remaja ini.

Orang tua atau keluarga yang menjadi tempat tumbuhnya seorang anak mempunyai peran dominan dalam pembentukan watak sang anak mengingat porsi waktu yang lebih banyak dihabiskan oleh sang anak di rumah mulai dari bangun tidur hingga kemudian tidur lagi. Seyogyanya orang tua melibatkan diri dalam mengawasi anaknya mulai dari caranya mengatur waktu beraktifitas, cara berpakaian, lingkup pertemanan hingga aktifitas sang anak dalam penggunaan gadget canggih semisal komputer atau smart phone. Namun sayangnya tingkat kesibukan, pendidikan dan kepedulian orang tua terhadap perkembangan sang anak terkadang sangat minim. Mereka lebih mengutamakan untuk memenuhi kebutuhan materi sang anak dengan dalih kasih sayang daripada mengisi waktu luang mereka dengan pengajaran-pengajaran moral. Kebanyakan orang tua lebih mempercayakan sepenuhnya pendidikan moral sang anak kepada lembaga pendidikan atau sekolah. Tak jarang pula ada orang tua yang menyekolahkan anaknya hanya dengan alasan agar mereka tidak terganggu dalam mencari nafkah. Sebagian orang tua akan sedemikian marah jika sampai anak-anaknya tidak lulus sekolah dan menjadikan sekolah dan tenaga pengajarnya sebagai sasaran emosi entah itu sebatas caci maki hingga tindakan teror tanpa melihat apakah sang anak memang pantas untuk lulus atau tidak. Tingkat penguasaan teknologi dikalangan orang tua juga seringkali menjadi hambatan dalam pengawasan anak-anaknya. Sehingga pertumbuhan sang anak lebih banyak dipengaruhi oleh internet. 

Maka jadilah orang- orang tua yang kehilangan pamor dan wibawa di hadapan anak-anaknya.
Lingkungan masyarakat juga memiliki peran yang besar sebagai kontrol sosial untuk remaja. Namun yang seringkali terjadi adalah adanya sikap apatis masyarakat itu sendiri. Tidak ada jaminan jika seorang anak sekolah meninggalkan rumah dengan berpakaian seragam sekolah dan menyandang tas, kemudian ia tiba di sekolah dan masuk ke kelas untuk menerima pelajaran. Terkadang sang anak justru singgah ke rumah masyarakat yang menjadi tempat mereka biasa nongkrong bersama teman-temannya yang lain tanpa merasa risih dengan pakaian sekolah yang ia kenakan. Namun tuan rumah atau masyarakat lain tidak melakukan teguran atau memberi nasehat agar mereka masuk sekolah.

Sekolah adalah tempat bagi sang anak untuk mendapatkan ilmu dalam menempuh masa depannya kelak, selain ilmu sains tentu saja ilmu akhlak harus diberikan. Namun kemudian, porsi waktu perjumpaan yang demikian terbatas. Dengan kondisi demikian sebuah kemustahilan jika tanggung jawab pendidikan dan pengawasan remaja diserahkan sepenuhnya kepada fihak sekolah.
Dinas Pendidikan juga tentu saja tidak bisa berlepas tangan. Tugasnya untuk meneliti, meramu dan meluncurkan sistem pendidikan serta materi pembelajaran yang tepat untuk remaja mutlak diperlukan. Sudah selayaknya buku-buku materi pembelajaran khususnya mata pelajaran seni budaya atau muatan lokal disusun sesuai dengan karakter dan budaya masyarakat setempat. Tidak seperti apa yang sekarang terjadi dimana buku-buku materi seni budaya hampir semua berisi dengan uraian-uraian yang menjelaskan tentang budaya dari pulau Jawa yang dibeberapa sisi tidak sesuai dengan budaya masyarakat di pulau lain.

Sehingga dengan mudah dapat disimpulkan bahwa peran serta orang tua, masyarakat, lembaga pendidikan, pembuat sistem pendidikan serta tenaga pengajar mutlak bekerja sama dan bahu membahu dalam pembentukan generasi muda hingga akhirnya kemudian dapat menjadi penerus dalam pembangunan bangsa yang mumpuni baik dari sisi ilmu pengetahuan maupun akhlaknya.

Semoga tulisan singkat ini bisa menjadi bahan masukan dalam meracik dan meramu sistem pendidikan kita di Indonesia. Sudah tiba waktunya siswa tidak hanya ditekankan memiliki keterampilan dan ilmu pengetahuan semata namun juga diarahkan agar memiliki moral dan budaya yang baik sebagai pondasi jika kelak tongkat estafet pembangunan bangsa telah tiba saatnya untuk diserahkan ke tangan mereka. 

Dan yang terakhir, saya ingin mengajak para pengajar, orang tua, dan masyarakat lain agar kiranya sejenak kita meluangkan waktu untuk kembali belajar dan sedikit memacu hasrat kita untuk mempelajari teknologi. Sungguh ironis kiranya jika kita selaku pengawas dalam perkembangan pendidikan dan akhlak anak-anak kita justru kecolongan hanya karena kita “BUTEK” atau buta teknologi.

SELEKSI IKRA INDONESIA KEMBALI DIGELAR, KOPI CAP MARADDIA MAJU JADI PESERTA

Pembukaan Seleksi Ikra Indonesia 27/2/2024 Kopi kita boleh beda, tapi Indonesia kita tetap satu. Sebuah kalimat pembuka yang aku ucap saat m...