Tafsir Lagu To Pole Dibalitung


Bawa di arangan (mellullung kaeng lotong) 2x
Mattattangai ToPole Dzi Balitung
Apamo puti-putiqna (topole Dzi Balitung) 2x
Tuppuang bassi mesa tau anggaqna.
Paqdami tuppuang bassi (mesa tau anggaqna) 2x
Sappe diaya di loloq bunga kodza.
Iqo dziting Bunga Kodza (dao melo di sulluq) 2x
Muaq tania Tomamea gambana
Tomameapa Gambana (Tammaq topa mangaji) 2x
Mareteq topa Pano pindang dadzanna..
Pano pindangpa dadzanna (paindo mesa mesa) 2x
Naindo naung Kuqbur Menggara-gara..
Kuqburmo menggara-gara (Lembong memonge-monge) 2x
Labuang pioq namacappuqi nyawa..
Nyawa Apamo nacappuq (Nyawa Tallang dunia) 2x
Saiccoq dami sacaker-caker dami..
Sacaker caker pauli (Sakkatoang Panawar) 2x
Iqdaq Nabulling apa tania garring..

Catatan:

Lagu ini tercipta untuk mengungkapkan rasa cinta, sayang, rindu kepada salah satu Raja Sendana yang bergelar anumerta "Tomatindo di Balitung" (yang wafat di Belitung), yang oleh Prof. Zainal Abidin Farid menyebutnya "Si Jago dari Selat Malaka". Lagu ini digunakan untuk menyambut kedatangan I Calo Ammana Wewang dari pengasingannya di Belitung, karena syairnya memang cocok.

Lagu ini menjadi terkenal karena notasinya yang gampang dilantunkan dan penuh pesan-pesan moral yang begitu kuat. Lagunya melankolis dan punya kekuatan rasa untuk mengajak pelantun dan pendengarnya terbawa dalam sukma lagu itu. Lagu rindu yang menggambarkan kedukaan atas meninggalnya Maraqdia Sendana di Balitung. Syair melullung kaeng lotong itu adalah gambaran duka berkepanjangan dan akan selalu dikenang meski sudah tiada. Hal itu tergambar dari syair "Naindo naung Kuqbur Menggara-gara"

Apa yang menjadi alasan lagu ini punya kekuatan rasa dan terjaga sampai hari ini, karena karakter yang digambarkan pada lagu itu bersifat nasehat atau pappasang untuk memilih pemimpin sekelas Tomatindo di Balitung. Lagu ini abadi dan tidak kontemporer karena pesan yang disampaikannya juga sangat universal, tidak dibatasi oleh zaman, dari zaman lontaraq sampai era digital.

Pesan yang disampaikan lagu ini adalah:
BUNGA KODZAQ itu adalah lambang kaum adat di Mandar, kurang lebih sama dengan Bate Salapang di etnis Makassar dan Tomarilaleng bagi etnis Bugis.
DAO MELOQ DISULLUQ jangan mencalonkan jadi pemimpin
MUAQ TANIA TO MAMEA GAMBANA yang artinya : kalau bukan sosok manusia yang memiliki moral, teguh pendirian, konsisten, berani di atas kejujuran dan keadilan, tegas, serta kuat jiwa dan raganya, bijaksa dalam mengambil keputusan untuk kepentingan orang banyak.
TOMAMEAPA GAMBANA TAMMAQ TOPA MANGAJI: Selain tegas, jujur dan lain sebagainya, juga luas-dalam ilmunya utamanya ilmu yang menyebabkan takut kepada Allah. Memiliki kecerdasan intelektual; Memahami kondisi geografis dan demokrafis daerah, memiliki keahlian dalam memimpin serta faham benar tata kelola pemerintahan dan kemasyarakatan.

Memiliki kecerdasan emosional; yaitu membaur dengan rakyat yang akan dipimpinnya, mengetahui serta merasakan penderitaan rakyat, sehinggga dapat memberikan pelayanan yang terbaik, hidupnya diabdikan/diwakafkan untuk kepentingan rakyat.

Memiliki kecerdasan spiritual; sadar bahwa jabatan yang disandang merupakan amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat yang memilihnya juga yang tidak kalah pentingnya adalah akan mempertanggungjawabkan kepemimpinannya dihadapan Allah SWT.
MARETEQ TOPA PANO PINDANG DADZANNA: Memiliki pengalaman yang banyak dalam memimpin organisasi, baik organisasi pemerintahan, organisasi sosial kemasyarakatan maupun organisasi politik. Ia bukan karbitan (Tania anu disou : ibarat pisang yang dipaksa masak). Karena pemimpin yang dipaksakan, ia akan selalu dipaksa (diunjuk rasa) untuk turun dari jabatannya.
PANO PINDANG DI DADZANNA PAINDO MESA-MESA : Kepemimpinan yang ia miliki terbukti mampu menciptakan keteladanan, ide dan gagasannya cemerlang serta karya-karyanya bersinar, dirasakan, dan bermanfaat bagi orang banyak.
NAINDO NAUNG KUQBUR MENGGARA-GARA: Yang terbaik diantara orang pilihan, memiliki idealisme, pikiranannya jernih, gagasan dan ide-idenya masih bersinar (menjadi falsafah) walau sudah berada diliang lahad. Dan pemimpin yang baik adalah mereka yang berkarya secara ikhlas, tulus, tidak mengharapkan pujian, yang mereka harapkan adalah amal jariyah yang dapat mengalir walau ia sudah tiada.
KUQBUR MO MENGGARA-GARA LEMBONG MEMONGE-MONGE : Mereka yang rela mengorbankan jiwa dan raganya, tidak peduli dengan dirinya sendiri, keluarga dan kerabat, serta kelompok dan partainya demi kepentingan orang banyak. (Tarrare di tindo - tannasai’ tanggal – tannayappangngi cipur – o nanasurung lewa pa’banua – o nanasurung tumballe’ lita’ : Tidurnya di malam hari tak nyenyak memikirkan rakyat yang tak makan di malam hari. Di siang hari tak kenal lelah, tepat waktu, disiplin, bekerja secara professional demi daerah yang dipimpinnya).
LAWUANG PIOQ NAMACCAPPUQI NYAWA : Rela membela dan melindungi kepentingan kaum marginal, rakyat kecil, demi kesejahteraan masyarakat secara umum walau jiwa jadi taruhannya. Pio’ adalah sejenis ikan-ikan kecil yang hidupnya bergerombol, bernaung di bawah pohon besar (Labuang) yang terapung di lautan. Itulah pemimpin ibarat sebatang pohon tempat bernaung dan berlindung bagi rakyat sehingga kelangsungan hidupnya tidak terancam. (Mo siasollor bandangang – Siasolliq mata gayang – Sisembeq kondobulo – Siapiq bulang annaq litaq – muaq naitami balimbunganna maraqdia – tuomi tau tammate – Mapiami takkadzakeq : Segala kemelut dan penderitaan rakyat dari berbagai aspek kehidupan, masyarakat tidak perlu khawatir karena kita sudah terlindung dan dinaungi dari pohon besar).
Memaknai Palsafah leluhur Mandar di atas dapat disimpulkan bahwa budaya Mandar mengharapkan sosok pemimpin yang diharapkan tampil pada setiap generasi adalah mereka yang memiliki idealisme kerakyatan, memiliki moral force yang tangguh serta rasa optimisme yang kuat dalam mencapai seluruh cita-cita luhur dari rakyat.
Keahlian dan ilmu pengetahuan bagi seorang pemimpin di Mandar mutlak dimiliki, terutama ilmu agama sebagai modal dasar agar seluruh aktivitas pemerintahan berorientasi pada iman dan taqwa, sehingga tindakan, ketegasan dan kebijaksanaan selalu terpagar dalam amar ma’ruf dan nahi mungkar. Dengan demikian, maka segalanya akan berjalan di atas dasar iman, ilmu, dan amal.

Ending lagunya dengan lirik syair Nyawa Apamo nacappuq
Saiccoq dami sacaker-caker dami
Sacaker caker pauli (Sakkatoang Panawar)
Iqdaq Nabulling apa tania garring. Ini merupakan penegasan bahwa obat apapun, dosis berapapun yang akan dipakai untuk mengobati karna ini bukan penyakit fisik, tapi ia meradang di hati.

Saya kira ini sekedar pengantar untuk menemukan jawaban lengkap dan dalam. Dan tentu saja kepada orang yang ahli dan memahami secara substansi dan konseptual.
Tabeq.
Odzi Adaq Odzi Biasa Sipakaraya dilalanna Assamalewuang!

Komentar

  1. https://soundcloud.com/ibo-pallawagauq/sandeq-race-at-banua-ishaq-jenggot-topole-dibalitung?fbclid=IwAR0IeTa4rRVRMPRUH6poLN9FnCY73aSU-oSLnMQQfJHW2hLUaZ8JJYPzuxU

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BALA SUJI/LAWA SOJI/WALASOJI

Masihkah kita Mala’bi’ Pau