Oleh: Muhammad Munir
(Penulis aktif Komunitas Appeq Jannangang dan Inisiator Rumah Pustaka, Sepeda Pustaka, Motor Baca, Cafe Baca dan Rumah Buku).
Di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, pilar-pilar, akar serta corak kebudayaanlah suatu sub-sub etnik masyarakat yang berserak di nusantara ini yang menjadi perajut dan penanda eksistensi lahirnya ke-Indonesia-an. Hal inilah yang melahirkan suatu gagasan bahwa yang dikatakan kebudayaan nasional Indonesia adalah seluruh hasil puncak-puncak kebudayaan daerah atau tiap-tiap kreasi kebudayaan suku-suku di seluruh nusantara.
Mandar adalah salah satu suku di antara sekian suku yang berserak khususnya di Sulawesi Barat, Sulawesi dan umumnya di Indonesia, telah lahir berproses menandai entitas kebudayaannya sendiri serta memberikan sumbangsih khazanah budaya melalui bahasa, adat, kesenian, kearifan lokal dan ritual serta simbol simbol budaya lainnya.
Salah satu simbol kebudayaan yang kerap kali kita temukan adalah Beruq-Beruq. Beruq-beruq (bunga melati) kerap kita temukan dalam sastra tutur (toloq) Kacaping Mandar yang disematkan pada barisan wanita cantik (piqoro) yaitu Lilliq ambang beruq-beruq. Dalam beberapa syair lagu Mandar kita kerap mendengar alunan lagu dalam lirik Beruq-beruq Tokandemeng. Begitu juga dalam Kalindaqdaq Mandar kita akrab mendengar syair yang berbunyi begini: Beru-beruq di Kandemeng-Mequwakeq di Kollang-Baqbar di Jeqneq-Sarombong di Sambayang atau Beruq-beruq buraq lemo-Sipoapai tia-Sippute bandi-Rasana sisalai.
Kumpulan penulis perempuan juga tak mau ketinggalan dalam mengabadikan nama beruq-beruq ini dengan judul Analeqta Beruq-Beruq (Antologi Puisi Sri Musdikawati dkk.). Dari fakta-fakta itu, saya penasaran ada apa dengan Beruq-Beruq dan kenapa nama beruq-beruq sangat kental dengan Kandemeng (salah satu dusun di Desa Batulaya Kec. Tinambung) ?.
Rasa penasaran itu kemudian terjawab setelah saya berhasil mengorek keterangan dari Bapak Nurdin Hamma, salah satu tokoh masyarakat dan budayawan senior di Balanipa. Beliau menjelaskan bahwa beruq-beruq (Melati) hanyalah jenis bunga yang masuk dalam deret ribuan jenis bunga di nusantara. Beruq-Beruq mempunyai garis sejarah yang panjang sejak Zaman pemerintahan I Billa-Billami Tomepayung (Raja pertama yang memakai gelar Arajang Balanipa). Kandemeng adalah kampung yang dikenal karna beruq-beruq dibudidayakan, tumbuh dan berkembang serta menjadi mata pencaharian masyarakat Kandemeng dari era Tomepayung sampai pada era 60-an.
Lebih lanjut, Nurdin Hamma menjelaskan tentang beberapa keistimewaan beruq-beruq ini. Pertama: Beruq-beruq dimanapun berada, selalu menebar aroma yang harumnya begitu semerbak dan mewangi. Oleh orang Kandemeng (Mandar) ini menjadi filosofi agar keberadaan orang Mandar selalu tampil santun, memberi kedamaian, dan ketentraman bagi lingkungan sekitarnya;
Kedua: Beruq-beruq di Kandemeng menjadi sebuah slogan dan membudaya, bukan dari jenis bunganya, akan tetapi dari segi perlakuan masyarakat saat memetik beruq-beruq. Orang Kandemeng punya cara yang unik dan sakral. Jika orang luar memetik bunga beruq-beruq ini mungkin pake wadah seadanya, tapi orang Kandemeng tidak. Beruq-beruq umumnya dipetik oleh wanita dengan terlebih dahulu mengikat sarung dibahunya, dibagian bawah sarung dililitkan (diatas pusar) kebelakang dan disimpul. Beruq-beruq yang dipetik itu kemudian diselipkan dicelah sarung tepat dibagian dada, sehingga beruq-beruq ini berbaur dengan payudara (maaf). Hal ini merupakan sebuah simbol bahwa beruq-beruq harus diperlakukan sama seperti menjaga kehormatan yang dimiliki wanita. Rasa memiliki ini dimotivasi selain sebagai accessories wanita juga karna diperjual belikan.
Beruq-beruq yang telah dipetik itu kemudian dibungkus dengan daun Tanga-tangan (tanaman jarak) yang setiap bungkusnya berisi 20 biji, sebagai simbol dari jumlah satu ajoa dari Tari Pattuqduq (Konon Todilaling dikebumikan bersama 2 ajoa atau 2x20=40 orang penari pattuqduq).
Perlakuan terhadap beruq-beruq ini ternyata menjadi nilai plus bagi warga Kandemeng, sehingga menjadi pilihan masyarakat untuk membeli beruq-beruq di Kandemeng. Kondisi ini membuat Kandemeng dikenal sebagai penghasil beruq-beruq paling terkenal di Mandar dan pembelinya berdatangan dari berbagai penjuru, terutama pada saat musim pernikahan.
Beruq-beruq ternyata menjadi berkah bagi bagi warga Kandemeng, terutama dari peningkatan pendapatan ekonomi masyarakat. Tak sedikit yang jadi orang kaya dari hasil penjualan beruq-beruq dan itu berlangsung lama dan mulai merosot sekitar tahun 60-an ( ini terutama dipengaruhi oleh 710 yang akrab disebut Zaman Gurillah, 1953-1964)
Ketiga: Beruq-beruq di Kandemeng menjadi terkenal karena pusat pemerintahan Kerajaan Balanipa pada awal tahun 1900-an dipindahkan ke Kandemeng disamping peran KH. Muh. Tahir Imam Lapeo, Sayyid Lawarang (Bapak HS. Mengga) dan Annagguru Kayyang. Kalindaqdaq diatas diyakini adalah kalindaqdaq yang diciptakan oleh Imam Lapeo.
Sekedar diketahui bahwa Beruq beruq terdiri dari beberapa jenis, yaitu beruq-beruq pitussusung (tujuh lapis/susun), beruq-beruq mamea (merah) dan beruq-beruq biasa. Yang terakhir ini adalah jenis yang banyak digunakan bunganya untuk keperluan dali/lilliq ambang beruq-beruq (anting). Selain itu, beruq-beruq adalah jenis tanaman yang berumur panjang, bisa bertahan di dua musim (kemarau dan hujan).
Di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, pilar-pilar, akar serta corak kebudayaanlah suatu sub-sub etnik masyarakat yang berserak di nusantara ini yang menjadi perajut dan penanda eksistensi lahirnya ke-Indonesia-an. Hal inilah yang melahirkan suatu gagasan bahwa yang dikatakan kebudayaan nasional Indonesia adalah seluruh hasil puncak-puncak kebudayaan daerah atau tiap-tiap kreasi kebudayaan suku-suku di seluruh nusantara.
Mandar adalah salah satu suku di antara sekian suku yang berserak khususnya di Sulawesi Barat, Sulawesi dan umumnya di Indonesia, telah lahir berproses menandai entitas kebudayaannya sendiri serta memberikan sumbangsih khazanah budaya melalui bahasa, adat, kesenian, kearifan lokal dan ritual serta simbol simbol budaya lainnya.
Salah satu simbol kebudayaan yang kerap kali kita temukan adalah Beruq-Beruq. Beruq-beruq (bunga melati) kerap kita temukan dalam sastra tutur (toloq) Kacaping Mandar yang disematkan pada barisan wanita cantik (piqoro) yaitu Lilliq ambang beruq-beruq. Dalam beberapa syair lagu Mandar kita kerap mendengar alunan lagu dalam lirik Beruq-beruq Tokandemeng. Begitu juga dalam Kalindaqdaq Mandar kita akrab mendengar syair yang berbunyi begini: Beru-beruq di Kandemeng-Mequwakeq di Kollang-Baqbar di Jeqneq-Sarombong di Sambayang atau Beruq-beruq buraq lemo-Sipoapai tia-Sippute bandi-Rasana sisalai.
Kumpulan penulis perempuan juga tak mau ketinggalan dalam mengabadikan nama beruq-beruq ini dengan judul Analeqta Beruq-Beruq (Antologi Puisi Sri Musdikawati dkk.). Dari fakta-fakta itu, saya penasaran ada apa dengan Beruq-Beruq dan kenapa nama beruq-beruq sangat kental dengan Kandemeng (salah satu dusun di Desa Batulaya Kec. Tinambung) ?.
Rasa penasaran itu kemudian terjawab setelah saya berhasil mengorek keterangan dari Bapak Nurdin Hamma, salah satu tokoh masyarakat dan budayawan senior di Balanipa. Beliau menjelaskan bahwa beruq-beruq (Melati) hanyalah jenis bunga yang masuk dalam deret ribuan jenis bunga di nusantara. Beruq-Beruq mempunyai garis sejarah yang panjang sejak Zaman pemerintahan I Billa-Billami Tomepayung (Raja pertama yang memakai gelar Arajang Balanipa). Kandemeng adalah kampung yang dikenal karna beruq-beruq dibudidayakan, tumbuh dan berkembang serta menjadi mata pencaharian masyarakat Kandemeng dari era Tomepayung sampai pada era 60-an.
Lebih lanjut, Nurdin Hamma menjelaskan tentang beberapa keistimewaan beruq-beruq ini. Pertama: Beruq-beruq dimanapun berada, selalu menebar aroma yang harumnya begitu semerbak dan mewangi. Oleh orang Kandemeng (Mandar) ini menjadi filosofi agar keberadaan orang Mandar selalu tampil santun, memberi kedamaian, dan ketentraman bagi lingkungan sekitarnya;
Kedua: Beruq-beruq di Kandemeng menjadi sebuah slogan dan membudaya, bukan dari jenis bunganya, akan tetapi dari segi perlakuan masyarakat saat memetik beruq-beruq. Orang Kandemeng punya cara yang unik dan sakral. Jika orang luar memetik bunga beruq-beruq ini mungkin pake wadah seadanya, tapi orang Kandemeng tidak. Beruq-beruq umumnya dipetik oleh wanita dengan terlebih dahulu mengikat sarung dibahunya, dibagian bawah sarung dililitkan (diatas pusar) kebelakang dan disimpul. Beruq-beruq yang dipetik itu kemudian diselipkan dicelah sarung tepat dibagian dada, sehingga beruq-beruq ini berbaur dengan payudara (maaf). Hal ini merupakan sebuah simbol bahwa beruq-beruq harus diperlakukan sama seperti menjaga kehormatan yang dimiliki wanita. Rasa memiliki ini dimotivasi selain sebagai accessories wanita juga karna diperjual belikan.
Beruq-beruq yang telah dipetik itu kemudian dibungkus dengan daun Tanga-tangan (tanaman jarak) yang setiap bungkusnya berisi 20 biji, sebagai simbol dari jumlah satu ajoa dari Tari Pattuqduq (Konon Todilaling dikebumikan bersama 2 ajoa atau 2x20=40 orang penari pattuqduq).
Perlakuan terhadap beruq-beruq ini ternyata menjadi nilai plus bagi warga Kandemeng, sehingga menjadi pilihan masyarakat untuk membeli beruq-beruq di Kandemeng. Kondisi ini membuat Kandemeng dikenal sebagai penghasil beruq-beruq paling terkenal di Mandar dan pembelinya berdatangan dari berbagai penjuru, terutama pada saat musim pernikahan.
Beruq-beruq ternyata menjadi berkah bagi bagi warga Kandemeng, terutama dari peningkatan pendapatan ekonomi masyarakat. Tak sedikit yang jadi orang kaya dari hasil penjualan beruq-beruq dan itu berlangsung lama dan mulai merosot sekitar tahun 60-an ( ini terutama dipengaruhi oleh 710 yang akrab disebut Zaman Gurillah, 1953-1964)
Ketiga: Beruq-beruq di Kandemeng menjadi terkenal karena pusat pemerintahan Kerajaan Balanipa pada awal tahun 1900-an dipindahkan ke Kandemeng disamping peran KH. Muh. Tahir Imam Lapeo, Sayyid Lawarang (Bapak HS. Mengga) dan Annagguru Kayyang. Kalindaqdaq diatas diyakini adalah kalindaqdaq yang diciptakan oleh Imam Lapeo.
Sekedar diketahui bahwa Beruq beruq terdiri dari beberapa jenis, yaitu beruq-beruq pitussusung (tujuh lapis/susun), beruq-beruq mamea (merah) dan beruq-beruq biasa. Yang terakhir ini adalah jenis yang banyak digunakan bunganya untuk keperluan dali/lilliq ambang beruq-beruq (anting). Selain itu, beruq-beruq adalah jenis tanaman yang berumur panjang, bisa bertahan di dua musim (kemarau dan hujan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar