Tampilkan postingan dengan label mandar. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label mandar. Tampilkan semua postingan

24/03/2023

MAKANAN POKOK DARI 5.000 TAHUN LALU, MASIH ADA DI MANDAR.

Setaria Italica
(Foto: Zul)

Jika kamu mengira bahwa beras yang berasal dari padi atau jagung adalah tanaman serealia yang pertama kali menjadi makanan pokok orang Mandar, maka kamu salah. Karena ada tanaman serealia yang jauh sebelumnya telah mengisi perut orang-orang Mandar. Namanya Setaria Italica. Kalian pasti baru tahu nama ini kan??.

Dari Tiongkok, Setaria Italica telah masuk di Nisantara sekitar 3.000 tahun silam setelah 2.000 tahun sebelumnya sukses dibudidayakan di sana. 

Saya sering melihat budidaya Setaria Italica ditanam di wilayah Palippis (Campalagian) dan Balanipa,. Selain dijadikan kuliner buras, bahan pangan ini juga biasa disuguhkan dalam bentuk bubur yang dicampur gula merah dan santan kelapa. Terakhir kali saya menikmatinya di Kediri, Wonomulyo saat berkunjung ke rumah Muhammad Iqram, teman kuliah saya dan kami disuguhi bubur manis dari tanaman itu.

Setaria Italica
(Sumber poto Google)

Dari informasi yang saya dapat melalui internet, Setaria Italica konon diklaim merupakan bahan makanan yang kandungan gizinya lebih baik daripada beras. Bulir-bulirnya mengandung karbohidrat, protein, lemak dan serat. Maka tidak salah jika tanaman pangan yang oleh orang Mandar, dinamai tarreang ini didorong mengambil peran dalam program ketahanan pangan dan peningkatan gizi keluarga masyarakat.


Zulfihadi (Tapango, hari ketiga Ramadhan 1444 H.)

23/03/2023

PADI REBUS?

Beras Rakangan
(Foto: Zulfihadi)

Karena kekayaan alam dan keindahannya, Indonesia terkadang disebut sebagai serpihan surga yang jatuh ke bumi. Bukan hanya suku bangsa, bahasa dan adat istiadatnya yang majemuk. Tapi bahan pangan dan kulinernya juga yang bermacam ragam.


Sulawesi Barat sebagai bagian dari Indonesia tak ketinggalan memiliki banyak jenis pangan dan kuliner mulai loka sattai, kundo, jepa, kalumpang, nasu kadundung, doda,  serta masih banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Dan satu yang baru bagi saya adalah pare rakangan. Sudah pernah dengar nama pangan yang satu ini?. Saya yakin, masih banyak yang juga baru mengetahuinya. Saya sendiri baru pertama kali mendapatkan pare rakangan setelah mendapat kiriman dari salah seorang teman yang berasal dari Tutar, tidak lama sebelum tulisan ini dibuat.


Pare rakangan adalah bahan pangan berupa beras dari padi yang datangnya dari wilayah perbukitan di timur Sulawesi Barat. Daerah yang juga biasa dikenal sebagai Mandar pegunungan, tepatnya kecamatan Tubbi Taramanu, Kab. Polman berlanjut ke timur di dataran tinggi Nosu dan Pana, Kab. Mamasa.

Pare rakangan ini beras bukan sembarangan beras, sebab ada proses pengolahan yang cenderung tidak lazim dilakukan pada jenis padi lain. Dihasilkan dari padi ladang jenis beras merah. Biasanya padi lain setelah panen lansung dijemur lalu digiling hingga jadi beras. Berbeda dengan pare rakangan yang justru setelah dipanen akan melalui proses perebusan. Nah, unik kan !?. Nantilah setelah direbus lalu dijemur dan selanjutnya ditumbuk untuk memisahkan kulit sekamnya. 


Pada umumnya budidaya pare rakangan masih menggunakan cara dan alat tradisional. Buah padi dilepas dari batangnya menggunakan anai-anai yang dalam bahasa daerah disebut raapang (Mandar) atau rakkapEng (Bugis). Raapang berupa pisau kecil bertangkai kayu/bambu yang diselipkan agar tersembunyi di antara jari. Konon alat ini digunakan dengan cara itu guna menghormati Dewi Padi Sang Hyang Sri atau disebut dalam kitab I Lagaligo dengan nama Sangiang Seri.


Bahan pangan ini juga mendapatkan namanya dari proses pasca panen tersebut. Pare dalam bahasa Tutar berarti padi dan rakangan berarti rebus. Jadi pare rakangan jika dibahasa Indonesia-kan berarti padi rebus. Oh, ya. Saat memasak beras pare rakangan ini harus diberikan sedikit ekstra air dibanding memasak beras biasa ya. Karena karakter beras rakangan ini sedikit keras. Begitu tips dari teman yang memberi bahan pangan unik itu ke saya.


Zulfihadi

(Tapango, senja terakhir Sya'ban 1444 H.)


07/12/2017

LONTARAQ SEBAGAI SUMBER SEJARAH DIRAGUKAN (?)

(Photo: Aisyah S. Ahmad)

Perkembangan teknologi informasi yang demikian pesat tak bisa dipungkiri menjadi sesuatu yang menakjubkan dewasa ini. Gerakan-gerakan literasi yang membooming semakin bergulir hangat ditambah dengan back-up media pemberitaan maupun media sosial semakin membuatnya semakin menggema. Tentu ini adalah sebuah hal yang menggembirakan mengingat krisis penulis hari ini sedikit banyak dipengaruhi oleh kurangnya media baca pada waktu-waktu lalu. Bagi anda generasi 70-an ke atas tentu cukup mengetahui bagaimana sulitnya menjadi seorang penulis waktu itu dengan adanya pengawasan pemerintah yang cukup ketat.

Lalu pasca reformasi 98, saat masyarakat diberikan kebebasan untuk bersuara dan menuliskan apapun yang hendak ditulisnya, media penulisan pun bermunculan bagaikan cendawan dimusim hujan. Surat kabar, majalah, tabloid, buku maupun buletin adalah contoh media fisik penulisan. Belum lagi blog dan website juga turut pula menjamur menyajikan berjuta informasi dengan beragam tema yang berbeda.  Informasi ilmu pengetahuan, sejarah, budaya maupun hal yang lainnya demikian mudah didapatkan bahkan ada pameo yang menyatakan bahwa informasi kini hadir dalam genggaman.

Dalam hal kesejarahan dan kebudayaan. Setiap penulisan sejarah membutuhkan sumber-sumber berupa artefak ataupun kisah tutur yang tersimpan dalam ingatan komunal masyarakat yang kemudian dicermati, dianalisa, diinterpretasi lalu ditulis oleh penulis. Entah oleh zaman, perang maupun bencana alam artefak-artefak yang menjadi sumber sejarah semakin sedikit. Salah satunya lontaraq. Lontaraq yang hanya sedikit semakin sulit diakses dengan adanya kepercayaan beberapa orang pemegang lontaraq yang mengharuskan pemotongan hewan kurban berupa kambing, sapi atau kerbau sebelum membuka lontaraqnya. Meskipun menurut saya, ini hanya akal-akalan saja untuk sesuatu tujuan yang tidak diketahui.

Padahal lontaraq semestinya menjadi sebuah sumber terpercaya saat akan mengkaji sejarah masa lalu. Lontarak menempati kedudukan yang unik di antara tulisan-tulisan bersejarah di Indonesia, oleh karena isinya pada umumnya dapat dipercaya dan kurang mengandung mitos, ramalan-ramalan, dan penulisnya sangat memperhatikan peristiwaperistiwa sendiri dan menulisnya secara jujur. Kronologi peristiwa ditulis secara cermat dan seobjektif mungkin. ( wawancara A.A. Cense oleh Zainal Abidin dalam buku Capita Selecta Sejarah Sulawesi Selatan. Hal.ix).


Pengkajian lontaraq juga membutuhkan kecermatan ekstra dan penuh perhitungan. Hal ini disebabkan oleh gaya bahasa yang sudah tidak populer hari ini. Inilah yang terkadang membuat sebagian orang yang membaca lontaraq mengira bahwa antara lontaraq yang satu bertentangan dengan lontaraq yang lainnya. Apalagi lontaraq yang banyak beredar hari ini hanyalah berupa lontaraq hasil alih tulisan dan alih bahasa saja. 

Tidak bermaksud mengecilkan jasa penerjemah lontaraq masa lalu yang harus kita syukuri sebagai berkah dalam ranah intelektual lokal kita. Namun selain adanya beberapa kata yang menujukkan arti sama, memang terkadang ada beberapa penulisan kata dalam lontaraq yang tidak sesuai dengan alih tulisannya sehingga ketika dialih bahasakan ke-bahasa Indonesia akan melenceng pula artinya. Olehnya itu, pengkaji dan penulis sejarah setidaknya harus pula bisa membaca aksara lontaraq.

23/02/2017

SEJARAH KOPI MANDAR (Sebuah Tulisan Awal Perkopian di Tanah Mandar) Oleh: Zulfihadi. Matakali, 23 Februari 2017.


Manusia mengenal beragam minuman dengan ciri khas dan khasiatnya masing-masing. Dari sekian banyak minuman itu, saya memilih untuk menuliskan cerita singkat tentang kopi.

Alasannya simpel, selain kopi adalah minuman rakyat yang mendunia, perjalanan sejarah kopi juga lebih menarik dengan banyak bumbu, mulai dari legenda, perang, perbudakan, agama maupun wanita. Alasan lainnya adalah karena tulisan tentang kopi masih sangat minim, jikapun ada buku tentang kopi, harganya masih selangit. Terkhusus tulisan tentang sejarah kopi Mandar, bisa dibilang belum ada.

Minuman kopi yang belakangan ini sedang tenar berasal dari tanaman kopi dengan cara mengolah buahnya yang berdaging manis.

Ada perbedaan tentang waktu penemuan kopi ini dibeberapa sumber. Dikutip dari buku Outlook Kopi terbitan Pusat Data dan Informasi Pertanian Sekjen Kementrian Pertanian tahun 2015 (ebook pdf) bahwa dalam buku the Coffee Book: Anatomy of an Industry from Crop to the Last Drop disebutkan jika kopi pertama kali ditemukan antara tahun 575-850 M. oleh suku Galla di Ethiopia yang memanfaatkan kopi sebagai sejenis makanan penambah energi “energy bar”.

Sementara itu, situs wikipedia menyebut bahwa sebuah legenda menyatakan bahwa kopi pertama kali ditemukan oleh seorang pria penggembala kambing dari suku Galla di pedalaman Ethiopia, Afrika sekitar tahun 1000 SM. Konsumsi kopi cukup lama terisolasi dan terbatas hanya oleh masyarakat Ethiopia. Nantilah pada abad V atau lebih minuman ini dikenal orang Arab.

Sekitar abad VIII M. seiring dengan perkembangan agama Islam, kopi juga menyebar dengan pesat. Kopi disebarkan melalui Mocha, pelabuhan ternama di Yaman pada masa itu.

Meski minuman kopi telah menyebar luas hingga ke Eropa, pembudidayaannya sangat terbatas hingga berabad-abad kemudian. Hal ini disebabkan oleh pedagang Arab hanya memperdagangkan biji kopi yang sudah di-infertil sehingga tidak memungkinkan untuk ditumbuhkan.

Semasa hidupnya, seorang muslim ahli kedokteran ternama bernama Ibnu Sina yang oleh orang Eropa dikenal sebgai Avicena meneliti zat kimia yang terkandung dalam kopi. Dalam catatannya, Ibnu Sina menyebut kata “bunn” dan mempunyai deskripsi sama persis dengan kopi pada masa sekarang.

Tahun 1600, untuk pertamakalinya biji kopi fertil dibawa pulang oleh seorang India bernama Baba Budan setelah melaksanakan ibadah haji di Mekah. Tahun 1616 hingga tahun 1696 merupakan golden age penyebaran tanaman kopi. Italia, Inggris, Amerika Utara, Prancis dan Sri Lanka serta Hindia Belanda (Indonesia) menjadi tujuan-tujuan awal penyebaran kopi.

Sebuah versi menyebutkan bahwa Indonesia pertama kali mengenal kopi pada tahun 1696 saat Gubernur Hindia Belanda mendapat kiriman kopi dari Gubernur Belanda di Malabar. Sayangnya kopi pertama ini tidak berhasil panen setelah terbawa banjir, hingga tahun 1699 Gubernur Hindia Belanda kembali mendapat kiriman kopi. Bibit kopi ini berhasil tumbuh dan panen pada tahun 1711 dan terus meningkat hingga mencapai volume ekspor 60 ton/tahun. VOC juga menguasai monopoli perdagangan kopi di luar Arab sejak tahun 1725-1780.

Bibit-bibit kopi dari Batavia itu kemudian dibawa ke seluruh nusantara termasuk Sulawesi. Secara kebetulan pada waktu itu suasana perang Makassar sudah mereda (tidak benar-benar aman sebab selalu saja ada pertempuran yang pecah di banyak penjuru Sulawesi) dengan kemenangan kerajaan Bone yang bersekutu dengan VOC.

Dari kemenangan itu VOC kemudian memanfaatkan kerjasamanya dengan kerajaan Bone untuk menyebarkan tanaman kopi hingga kepedalaman Tanah Toraja.

Tapi versi ini menyisakan sebuah pertanyaan, jika VOC yang menyebarkan tanaman ini ke Toraja tentu masyarakat Toraja lebih mengenal minuman ini dalam bahasa Belanda yakni “koffi”. Nyatanya, orang Toraja dahulu, bahkan hingga sekarang sebagiannya justru menyebut minuman ini dengan “kaa” ada juga yang menyebutnya “qahwa”. Sebuah terminologi Arab untuk menyebut kopi. Ini mengindikasikan bahwa minuman ini sudah dikenal oleh masyarakat secara meluas sebelum VOC membawanya untuk dibudidayakan secara luas.

Sebuah versi berbeda kemudian datang dari seorang penulis Eropa, bernama...(bersambung...)

Diolah kembali dari :
- Outlook Kopi terbitan Pusat Data dan Informasi Pertanian Sekjen Kementrian Pertanian tahun 2015 (ebook pdf)
- http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20160508160635-269-129200/toraja-dan-emas-hitam-bernama-kopi/
- https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_kopi
- https://www.facebook.com/657151224390172/photos/a.657719207666707.1073741828.657151224390172/657719191000042/?type=1&theater
- https://anaktator.blogspot.com/dokumen-perang-kopi-di-toraja/

SELEKSI IKRA INDONESIA KEMBALI DIGELAR, KOPI CAP MARADDIA MAJU JADI PESERTA

Pembukaan Seleksi Ikra Indonesia 27/2/2024 Kopi kita boleh beda, tapi Indonesia kita tetap satu. Sebuah kalimat pembuka yang aku ucap saat m...