BALA SUJI/LAWA SOJI/WALASOJI

BALA SUJI/LAWA SOJI/WALASOJI, Itulah nama dari anyaman bambu khas dari jazirah Sulawesi bagian selatan dan barat. Anyaman bambu yang teridiri dari dua atau tiga bilah bambu dan dibuat dengan berbagai bentuk sesuai peruntukannya, seperti misalnya sebagai wadah hantaran dari calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita yang diisi dengan berbagai macam buah, atau sebagai pembatas pelaminan antara mempelai dengan undangan, dan atau sebagai ornamen pada pintu gerbang dalam ritual adat perkawinan. Selain pada acara perkawinan adat, pada suku tertentu bala suji juga terkadang digunakan untuk meletakkan orang meninggal sebelum dibawa kepekuburan, kadang juga bala suji digunakan saat ritual kelahiran seorang bayi dimana bala suji di tempatkan dibawah kolom rumah yang sejajar dengan tempat sang ibu melahirkan.
Menurut namanya, lawa soji dalam bahasa bugis atau bala suji dalam bahasa mandar meski memiliki penyebutan yang berbeda namun mempunyai pengertian yang sama yaitu Lawa yang berarti pembatas dan suji yang berasal dari bahasa bugis kuno dan disebutkan di dalam Lontara I Lagaligo yang berarti agung atau suci. Sehingga secara umum bisa dikatakan bahwa lawa suji adalah sebuah pagar yang dibuat untuk memagari sesuatu yang sifatnya bersih, suci atau agung. Dalam membuat lawa suji/bala suji, bilah bilah bambu yang telah dipotong kemudian dianyam secara diagonal dengan jarak tertentu hingga akan terbentuk belah ketupat sehingga dikatakan bahwa bentuk lawa suji ini tidak bisa dilepaskan dari kepercayaan mikrocosmos masyarakat sulawesi selatan dan barat tentang sulapa eppa/sulapa appe yang memuat ajaran sosiokultural dan spritual.

Bentuk.
Balasuji dibuat dari bilah bambu yang tidak terlalu tipis dan dianyam secara diagonal dengan ukuran jarak tertentu sehingga akan meciptakan lubang simetris diantara anyamannya yang berbentuk segi empat atau belah ketupat. Menurut penuturan ayahanda penulis, bahwa dahulu di kerajaan Belawa (sebuah anak kerajaan Wajo) jumlah bilah bambu pada anyaman bala suji menunjukkan strata dan kasta dari yang punya hajatan. Untuk kalangan bangsawan menggunakan tiga bilah bambu yang dianyam sejajar dengan menempatkan bilah yang memiliki kulit yang diapit dengan bilah bambu yang kulitnya telah dibuang dikedua sisi bilah bambu berkulit tadi sehingga menampilkan warna khas krem, hijau,krem jika menggunakan bambu hijau atau krem, kuning, krem jika menggunakan bambu tua/bambu kuning. Ini menggambarkan tentang seorang raja yang memiliki penampilan lebih menarik, kuat, bersifat melindungi (kulit bambu lebih kuat  dan melindungi bagian dalam bambu) berada di tengah dan diapit oleh rakyat atau pengawalnya. Sementara untuk orang biasa menggunakan anyaman dua, dengan cara dua bilah bambu yang salah satunya berkulit dan yang satunya tidak di anyam sejajar sama dengan anyaman yang menggunakan tiga bilah bambu. Ini melambang bahwa siempunya acara bukan pemimpin dan tidak punya pengawal, sementara untuk kalangan budak tidak menggunakan lawa suji.

Makna.
Selain makna dari jumlah anyaman bilah bambu, lawa suji juga memiliki banyak versi tentang makna dari bentuk anyamannya yang membentuk belah ketupat, antara lain
diantaranya:
1. Zat pembentuk tubuh
- API
- ANGIN
- AIR
- TANAH

2. Keberadaan manusia dalam alam dunia
- Pemahaman manusia terhadap penciptaan dirinya.
- Pemahaman hubungan manusia dengan tuhannya.
- Pemahaman hubungan manusia dengan alam lingkungannya.
- Pemahaman manusia terhadap pemimpinnya.

3. Shalat/sambayang
- BERDIRI
- RUKUK
- SUJUD
- IqTIDAL

4. Pembentuk darah sesuai dengan fungsinya.
- Darah merah untuk menggerakkan tubuh.
- Darah hitam untuk menguatkan tubuh.
- Darah putih untuk pertahanan tubuh.
- Darah kuning untuk memperbaiki/menyembuhkan tubuh pada saat luka.

5. Siklus kehidupan manusia.
- Lahir
- Syukuran/ritual/ibadah harian.
- Perkawinan
- Kematian

Dan barangkali masih ada versi lain, tergantung dari masing-masing orang yang menafsirkannya.
Dalam pada ini terkadang muncul sebuah pertanyaan, kenapa harus menggunakan bambu dan buka rotan atau yang lain?.
Ada beberapa philosofi tersendiri hingga kenapa bahan pembuatan balasuji ini jatuh pada bambu antara lain:
1.      Bambu adalah tumbuhan serba guna yang banyak digunakan oleh masyarakat umum, ini bermakna bahwa semoga orang-orang yang memahami balasuji bisa menjadi orang yang berguna bagi masyarakat umum dilingkungannya.
2.      Bambu adalah tumbuhan berbatang bulat, yang mana kulit bagian luar batang bambu lebih keras daripada bagian dalamnya. Ini mengandung makna bahwa masing-masing dari keempat sisi pada balasuji harus saling menjaga dan bersatu dalam mufakat pada setiap kegiatan yang akan dilakukan.
3.      Batang bambu memiliki sifat liat dan lentur, ini mengandung makna agar kita seharusnya menjadi orang yang ulet, gigih namun tetap dinamis dalam menghadapi dinamika hidup.

4.      Tunas bambu muda dapat menjadi bahan makanan, ini bermakna bahwa  manusia sulawesi pada masa kecilnya bisa membawa kebahagiaan dan keceriaan bagi keluarga dan lingkungannya namun sekaligus dapat menjadi pelindung setelah ia beranjak dewasa.

Demikian sekelumit tulisan tentang balasuji/lawasoji, tentu tulisan yang sangat sedikit ini belum bisa mengurai semua arti dari balasuji yang sangat sarat makna. Namun demikian, semoga makna dari philosofi balasuji yang telah dipaparkan diatas, dapat menjadi bekal kita untuk menjadi manusia yang bisa menghargai jasa para leluhurnya.

Gambar balasuji/lawasoji 
untuk wadah hantaran pada ritual pernikahan suku Bugis/Mandar

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tafsir Lagu To Pole Dibalitung

Masihkah kita Mala’bi’ Pau