Plang petunjuk yang pernah dipasang oleh pihak DisBudPar Pol-Man
(foto: Dalip)
Sudah cukup banyak rasanya
perusakan terhadap cagar budaya dan sejarah terjadi. Penambahan makam palsu di
kompleks makam Pallabuang (Tinambung,
Polman), Allamungan Batu Dzi Luyo, peristiwa Balla Lompoa di Makassar (Su-Sel).
Kini kembali sebuah tragedi menyambut kami di desa Lambanan Kab. Polman saat
kami dari Tim Pendata Cagar Budaya dan Sejarah Kab. Polman, Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Polman dan tim dari BPCB Makassar (Wilayah kerja Sulawesi
Selatan, Barat dan Tenggara) melakukan kunjungan sebagai tindak lanjut validasi
situs dan benda cagar budaya. Kaget, marah dan sedih bercampur dalam dada
ketika saya yang saat itu duduk di jok paling belakang mobil dinas DISBUDPAR
Polman yang kami tumpangi bertujuh. Saya melongok lewat jendela melihat
bagaimana lokasi mesjid Abadan desa Lambanan hanya tinggal empat tiang kayu
yang sekelilingnya telah digali untuk pembuatan pondasi baru. Dengan tergesa
kami turun sebelum mobil yang kami tumpangi berhenti sempurna lalu bergegas
langsung ke tempat yang beberapa waktu lalu masih menjadi pekarangan mesjid.
Mesjid Abadan merupakan mesjid
yang pertama kali didirikan di Mandar (versi lain menyebutkan bahwa mesjid
pertama ada di Tangnga-Tangnga yang ada antara Lambanan dan Pallis sebagai
mesjid pertama. Namun situs ini sudah tak terlihat dari permukaan saat ini)
yang didirikan oleh K.H. Musyafta Bullah atau lebih dikenal dengan gelar
Annangguru Malolo dan makamnya berada tidak jauh dari situs mesjid Abadan.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa mesjid ini dibangun sekitar tahun 1600-an.
Beberapa orang yang kebetulan
berada di dekat lokasi melihat dengan heran akan kedatangan kami, kemudian
datang mendekat. Dari merekalah kami mendapat informasi bahwa pekerjan
pembongkaran mesjid itu adalah perintah dari kepala desa Lambanan dan baru
sekitar dua bulan lalu pengerjaannya (pertengan bulan Agustus ?) . menggunakan
jasa skavator yang kebetulan sedang bekerja untuk pembangunan jembatan di dekat
situ.
Mendapat informasi tersebut, Ka.Bid. Kebudayaan DisBudPar Polman dan
beberapa staf segera menuju rumah kepala desa. Sementara saya, tim BPCB
Makassar dan beberapa staf yang lain tetap berada di lokasi dan menyisir
lokasi.
Saat berdiri di tepi galian
itulah kami melihat struktur asli bangunan mesjid yang telah tertimbun selama
berabad-abad, kembali tersingkap oleh proses pembongkaran yang dilakukan dengan
alat berat itu.
Dalam pandangannya tim BPCB menyimpulkan bahwa material yang
digunakan dalam pembangunan itu sangat mirip dengan material yang digunakan
dalam pembangunan mesjid tua Palopo, Sulawesi Selatan. Sturktur batu alam yang
dipahat dengan cukup presisi lalu disusun menjadi sebuah pondasi lalu diatasnya
diletakkan ubin lantai. Dari singkapan itu juga terlihat adanya lapisan arang
dan abu bekas pembakaran yang cukup luas dan berada tepat di atas material ubin
terakota ditemukan. Sehingga ada kesimpulan bahwa pembuatan terakota yang
digunakan untuk lantai mesjid itu dulunya dibuat dilokasi itu. Dari
tinggalannya, tidak diragukan lagi bahwa mesjid Abadan adalah peninggalan Islam
masa lalu dari abad 17.
Setelah selesai melakukan
pengamatan disekitar lokasi, akhirnya kami pun menyusul ke rumah kepala desa. Khaerullah.
Di sana kami mendengar langsung penuturan dari kepala desa bahwa pembongkaran
itu dilakukan atas dasar janji dari pengelola Yayasa ASA. Yayasan yang dimiliki
oleh salah seorang anggota DPR RI, Asri Anas. Menurutnya, ia sudah menyampaikan
niat untuk membangun situs itu kepada beberapa pejabat yang pernah datang ke
desa Lambanan. Perlu diketahui bahwa desa Lambanan memang kerap dikunjungi oleh
pejabat Pol-Man dan Sul-Bar sebab memiliki ritual religi yang khas dan
dipercaya sebagai salah satu kampung tua. Bahkan tidak ada wilayah di Polewali
Mandar yang boleh melakukan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW. yang dirayakan
setiap tahunnya sebelum Lambanan melakukannya.
Namun dari sekian pejabat yang
menjanjikan bantuan, hanya Asri Anas yang kemudian benar-benar mewujudkan
janjinya meskipun agak tersendat dan dilakukan dengan agak memaksa untuk
menunaikan janjinya tersebut. Masih menurut keterangan Khaerullah, jumlah
bantuan yang dijanjikan sebesar 1,2 M. yang dikucurkan baru 40 juta rupiah dan
berangsur. Katanya bangunan yang nantinya akan didirikan itu hanya tempat
ibadah tirakat atau semacamnya, bukan sebagai mesjid. Namun gambar rencana
pembangunan yang diperlihatkan pada kami justru memang sebuah mesjid lengkap
dengan menara.
Pertemuan kepala desa Lambanan bersama Tim BPCB Makassar, Tim Pendata Cagar Budaya Pol-Man, Disbudpar Polman.
(foto: Dalip)
Dikonfirmasi oleh kepala dinas
kebudayaan Polewali Mandar. Bahwa sesungguhnya Yayasan ASA yang menyumbang
untuk pembangunan itu telah melaporkan keinginannya kepada pemerintah, dan
pemerintah pun telah melayangkan surat balasan dengan nomor
B-191/Disbudpar/Bid.Budaya/430/02/2016, bertanggal 15 Februari 2016 yang isinya
secara garis besar adalah meminta pihak ASA untuk menunda keinginannya sampai
ada petunjuk dari Balai tentang mesjid Lambanan yang telah didaftarkan ke BPCB
Makassar.
Apapun yang terjadi, nasi sudah
menjadi bubur. Alat berat sudah terlanjur melakukan penggalian dan
pembongkaran. Tinggal kita semua harus memikirkan cara untuk menyelamatkan apa
yang tersisa sekalipun tinggal sedikit. Namun demikian hukum tetap mesti
ditegakkan sebab bagaimanapun situs mesjid Abadan telah masuk dalam database
cagar budaya kabupaten Polewali Mandar. Papan petunjuk dengan tulisan yang cukup
besar dan jelas pun telah dipasang di pintu gerbang situs. Ini merupakan sebuah
pelanggaran terhadap undang-undang no.5 tahun 1993 dan PP. No. 10 tahun 1992
pasal 26 yang bunyinya:
“Barangsiapa dengan sengaja
merusak benda cagar budaya dan situs serta lingkungannya atau membawa,
memindahkan, mengambil, mengubah bentuk dan/atau warna, memugar, atau
memisahkan benda cagar budaya tanpa izin dari Pemerintah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya
10 (sepuluh) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 100.000.000,00 (seratus
juta rupiah). “.
Untuk itu amat sangat diminta
perhatian pemerintah dan penegak hukum untuk mengusut dan menyelesaikan masalah
ini. Sebab ini adalah bencana. Ini adalah tragedi. Bencana dan tragedi
kebudayaan dan kemanusiaan. Selamatkan sejarah dan budaya kita !.
Mesjid pertama di Mandar tinggal rangka.
(foto: Dalip)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar