Oleh: Muhammad Munir
Pengurus Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Sulbar
Aktif di Appeq Jannangang.
Inisiator Sepeda Pustaka, Rumah Pustaka dan Rumah Buku
Pengantar:
Mengapa Fir'aun Jazadnya di Selamatkan ?
"Apa perbedaan antara Soekarno membaca teks Proklamasi
dengan saat Soekarno Kencing. Dan Peristiwa yang mana yang bisa dikatakan
peristiwa sejarah?". Demikian pertanyaan yang sering saya lontarkan dalam
setiap saya diundang oleh teman-teman dalam diskusi atau seminar terkait
Sejarah Mandar. Hal sama saya lontarkan saat menjadi pembicara pada SEMINAR
NASIONAL Pendidikan, Sejarah dan Kebudayaan Mandar di Gedung DPRD Majene, 11
Agustus 2015 lalu, dalam rangkaian peringatan HUT Majene ke 470.
Jika semua kejadian-kejadian pada masa lalu kita sebut
sebagai sejarah,
maka ketika Soekarno kencing pun seharusnya ditulis sebagai
sejarah. Demikian juga dengan aktifitas keseharian beliau. Namun jika kita
berfikir bahwa sejarah adalah sebuah rangkaian peristiwa masa lalu, yang
memberi perubahan dan pencerahan pada masa-masa selanjutnya adalah sejarah,
maka pertanyaan tersebut sudah bisa difahami dalam menarasikan dan
mendeskripsikan tentang masa lampau yang bernilai sejarah, atau masa lampau
yang bukan sejarah tapi dilebih-lebihkan dan ditulis sebagai sejarah.
Fenomena hari ini, kerap kita temukan sesuatu yang
sebenarnya tak punya nilai terhadap perubahan dan pencerahan justru dilisan
tuliskan dengan varian gaya penulisan yang memukau, maka lahirlah tulisan yang
justru mengibuli dan membuat para pembaca larut dalam kerancuan menelisik makna
sejarah yang sebenarnya.
Kejadian masa lalu yang punya nilai tidak harus kita maknai
hanya sebagai sebuah kejadian yang dilakukan oleh seorang tokoh arif dan bijak.
Tapi peran tokoh jahat, biadab dan semena-menapun sejatinya harus dilisan
tuliskan juga sebagai sejarah karena keduanya akan menjadi penanda, pembanding
buat pembaca dalam menemu kenali identitas dan jati diri.
Tak boleh ada diskriminati dalam penulisan sejarah, karna
didalam menulis, kita boleh saja salah yang penting jangan bohong !
Jika kita meneliti Al Qur'an, ternyata banyak sekali kita
temukan bercerita tentang sejarah, terutama sejarah tentang manusia. Dari sini
kembali kita akan beroleh tanya, mengapa kitab suci membincang sejarah, mengapa
sejarah mesti dipelajari dan ditulis?.
Jasmerah (Jangan Sampai Melupakan Sejarah) adalah salah satu
ungkapan yang keluar dari mulut Bapak Proklamator kita Soekarno. Kaitannya
dengan Jasmerah ini, ada sebuah petanyaan mendasar yang perlu kita telisik,
yaitu: “Mengapa Fir'aun di selamatkan?”. Tulisan inilah yang kita coba ramu
untuk melisan tuliskan kembali tentang sejarah kaitannya sejarah peradaban
sebagai acuan untuk mengetahui perruqdusang (asal-usul) kita sebaga orang
Mandar .
Merujuk pada salah satu firman Allah dalam Al Qur'an, Allah
berfirman, "Pada hari ini Fir'aun aku selamatkan badanmu agar menjadi
pelajaran terhadap orang-orang sesudah kamu". Ayat ini turun ketika
Fir'aun tenggelam dilaut merah setelah mengejar Nabi Musa sampai di laut merah
dan Nabi Musa melemparkan tongkatnya kelaut dan seketika itu juga laut itu
terbelah. Musa dan pengikutnya menyebrang, Fir'aun terus menyerang. Ketika
Fir'aun ditengah laut dan Musa sampai disebrang, tiba-tiba laut merah tertutup
dan Fir'aun bersama pengikutnya tenggelam.
Saat tenggelam itulah, Fir'aun berdo'a, "Ya Allah
Tuhannya Musa, Engkaulah Tuhan yang benar, Engkaulah yang patut disembah, saya
bukan Tuhan (padahal sebelumnya Fir'aun) selalu berteriak, Waanna Rabbukum
A'la, akulah Tuhanmu sekalian. Tapi dalam keadaan kritis itu, Fir'aun
berteriak, Engkaulah Tuhan yang benar, maka selamatkanlah aku”.
Dari kisah dalam Al Qur'an tersebut kita menemukan jawaban
dari pertanyaan tentang Jasmerah dan sederet pertanyaan diatas, Mengapa Fir'aun
diselamatkan? Yaitu, Sejarah adalah guru yang akan mengajar manusia, bahwa
orang yang berbuat salah dan benar itu sudah jelas dalam pandangan Allah,
sebesar biji zarrah kebaikan atau keburukan pasti akan ditemui balasannya.
Kisah Fir'aun adalah refleksi yang unik, tentang Fir'aun
yang tenggelam dan meninggal dilaut merah. Tapi Allah mengatakan aku selamatkan
kamu Fir'aun. Ternyata yang diselamatkan adalah tubuh Fir'aun. Dan setelah
berlalu sekitar 5000 tahun, tubuh itu masih dapat kita saksikan hari ini, sebab
tubuh itu dijadikan mumi, diawetkan disebuah museum di Kairo, yaitu Museum
At-Tahrer Mesir.
Tulisan ini awalnya adalah makalah yang akan saya sampaikan
pada Seminar Sejarah dan Kebudayaan Mandar. Mengingat terbatasnya waktu maka
makalah ini saya format ulang menjadi artikel. Semoga bermanfaat dan melahirkan
sebuah ruang untuk berdiskusi tentang peradaban Mandar, Kappung Pembolongatta.
Menelisik Makna Peradaban
Menelusur sejarah Mandar dalam rangka menemukan manusia pertama
dan peradaban mempunyai tingkat kesulitan karna tidak cukup dengan mengkaji
lontar. Sebab, lontar sendiri lebih banyak mengungkap mitologi, amanat nenek
moyang, himpunan peraturan adat, dongeng, putika, mistis dan mantra bahkan
takhayyul, khurafat, dan lain sebagainya. Begitupun jika hanya dengan
perenungan untuk memahami keterangan lisan dan beberapa kearifan-kearifan
leluhur. Termasuk ketajaman imajinasi dan intuisi sebab sejarah yang kita baca,
yang kita fahami telah melalui proses pengibulan sejarah oleh Belanda.
Penelitian dengan menggunakan metode ilmiahpun tidak
sepenuhnya bisa diandalkan, sebab sarana dan prasarana pendukung hampir bisa
dikatakan tidak ada. Juga kurang dan terbatasnya data yang ingin dikaji secara
ilmiah, baik berupa prasasti, fosil, keramik, pusaka atau benda berharga
lainnya. Benda-benda pusaka itu sudah banyak yang keluar daerah karena terjual
dan juga dirahasiakan/¬tersimpan dirumah-rumah penduduk khususnya dikediaman
pelaku sejarah (keturunan bangsawan).
Tapi bukan berarti kesulitan itu, harus membuat kita pasrah
dan berhenti mengungkap peradaban itu, karena makin dalam kita menghargai dan
menyelami peradaban masa lalu, maka makin mudah sebuah bangsa/daerah meraih
kejayaan di masa yang akan datang. Dan terbukti bangsa yang berhak meraih
kejayaan dan kebesaran adalah bangsa yang menghargai sejarahnya. Sejarah
peradaban yang dimaksud adalah kejadian atau peristiwa perubahan yang terjadi
di masyarakat secara kolektif kearah yang lebih baik, mulai dari adanya
peradaban, kebudayaan, agama, pendidikan dan pemerintahan.
Berbicara masalah peradaban, terlebih dahulu kita harus
fahami apa itu peradaban. Dalam pengertian bahasa Inggris peradaban dinamakan
civilization. Sajidiman Surjohadiprojo dalam pidato kebudayaannya saat Temu
Budaya 86 mengatakan bahwa pengertian civilization menurut Encyclopedia
Americana telah berkembang selama sejarah manusia
Pengertian pertama, berhubungan dengan sifat manusia yang
berkelakuan baik dan dapat mengendalikan diri. Kedua, pengertiannya kemudian
berkembang menjadi pertumbuhan manusia dalam penguasaan pengetahuan dan
kecakapan yang mendorongnya untuk mencapai perilaku yang lebih luhur. Dan
ketiga, pengertiannya lebih ditekankan pada sifat khas dan adanya perbedaan
kebudayaan masing-masing bangsa.
Dewasa ini, ada kecenderungan lebih kuat untuk menggunakan
pengertian ketiga, sebab pengertian pertama dan kedua cenderung mengarah pada
peradaban barat saja. Sedangkan dalam kenyataan terdapat begitu banyak
perbedaan yang cukup besar antara kebudayaan berbagai bangsa, disamping tentu
ada juga persamaannya.
Dari pengertian peradaban (Civilization) kita melihat
kebudayaan (culture) adalah sebuah kesatuan yang utuh dan integral, sabab
pengertian kebudayaan yang kemudian disepakati adalah keseluruhan pemikiran dan
benda yang dibuat atau diciptakan manusia dalam perkembangan sejarahnya.
Dalam hal ini saya tentu tidak dalam rangka menyajikan
sebuah panorama miniatur dari apa yang telah kita fahami terkait perkembangan
kebudayaan dan peradaban kita selama ini. Yang ingin saya lakukan adalah
mencoba memahami hakikat dari sejarah kita di Mandar, terutama menentukan
periodesasi sejarah dalam menemukan perruqdusan kita yang selama ini kerap
dimitoskan. Cara ini tentu saja bukan satu-satunya cara yang tak memiliki
kekurangan. Sebab, cara ini selain belum dan tidak lengkapnya artefak dan
keterbatasan cakupannya, juga sangat rentan menjadi sebuah apologi dari apa
yang tidak dan belum dilakukan. Lagi pula bisakah masa lampau itu kita
kembalikan dengan cara yang hidup ?.
Marcel Proust, seperti yang dikutip Asrul Sani dalam pidato
kebudayaannya di Teater Arena TIM, September 1990 bahwa Proust mengemukakan,
sesuatu yang sudah tergolong pada suatu kelampauan mungkin merupakan sesuatu
yang sudah mati untuk selama-lamanya dan kalau dihidupkan kembali akan sangat
tergantung pada suatu memoire volontaire (ingatan yang sengaja dihidupkan).
Proust juga berpendapat bahwa sia-sialah untuk menghidupkan masa lampau itu
kembali dengan bantuan akal, karena otak kita tidak akan pernah bisa mencapai
tempat dimana masa lampau yang hidup itu bersembunyi. (Bersambung...........)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar