08/04/2016

SEPAK TERJANG 710 DI TULUNG AGUNG

Andi Selle. Mungkin banyak yang tidak kenal dengan sosoknya, namun mantan komandan tentara 710 ini menjadi terkenal setelah memimpin anak bahnya melakukan pemberontakan terhadap pemerintah resmi Republik Indonesia. Sebagian orang menyebut bahwa pemberontakan 710 pimpinan Andi Selle merupakan sebuah aksi protes atas ketidak adilan pemerintah waktu itu yang bermaksud untuk merasionalisasi tentara nasional. 

Terlepas dari latar belakang yang menyebabkan terjadinya pemberontakan, namun yang pasti bahwa sisa-sisa kekejaman 710 masih terekam di dalam memori sebagian masyarakat khususnya di Polewali Mandar yang sempat mengalami masa suram itu. Hampir serupa di daerah lain di Polewali Mandar, masyarakat desa Sumberjo yang berada di kecamatan Wonomulyo kabupaten Polewali Mandar juga mengalami suasana yang mencekam. Seperti yang dialami oleh Sorok Martonadi (80 tahun), warga dusun Tulung Agung, desa Sumberjo. 

Dalam ingatannya bahwa kejadian itu terjadi sekitar tahun 1963 atau 1964 (ia tak begitu ingat lagi tahun persisnya), saat ia berumur 27 tahun. Dengan suara sengau karena tak satupun lagi gigi yang bertengger di dalam mulutnya, ia bercerita tentang bagaimana 710 masuk ke kampung melakukan perampokan dan penculikan. Jika mereka melihat ayam atau kambing, maka mereka akan menyuruh pemiliknya untuk menangkap untuk mereka bawa, jika tidak maka mereka akan menangkapnya sendiri. Tentara 710 juga menurutnya sangat suka dengan ayam trondol atau manu kalondo dalam bahasa Mandar, entah apa alasannya. 

Pernah sekali waktu seorang tentara datang ke Tulung Agung, di sana ia bertemu dengan seorang gadis yang kemudian diperkosa oleh si serdadu. Oleh keluarga si gadis, tentara itu kemudian dikejar. Ia ternyata lari ke markasnya dan memanggil beberapa kawan serdadunya. Dengan menenteng senjata, ia dan kawan-kawannya kembali ke dusun itu dan menembak orang-orang yang tadi mengejarnya. Tujuh orang penduduk desa keluarga gadis korban perkosaan itu yang terpaksa meregang nyawa ditembak oleh para serdadu 710. 

Tentara 710 pimpinan Andi Selle bukan hanya sekedar menyatroni perkampungan, tapi juga diketahui sering melakukan pengadangan. Lokasi utama mereka melakukan pengadangan adalah pertigaan Labasang (jalur Wonomulyo – Polewali – Tonro Lima). 

Perampokan, penculikan dan pemerkosaan para anggota 710 waktu itu diperparah lagi dengan adanya upeti berkedok sumbangan yang dibebankan kepada setiap kepala keluarga sebesar Rp.2500 / bulan. Sebagai perbandingan untu menilai mata uang waktu itu, tahun 1990an penulis masih bisa membeli sepiring nasi kuning dengan harga Rp.25. Sehingga bisa dibayangkan bahwa jumlah Rp.2500 yang harus dibayar sebagai upeti waktu itu sangat mencekik warga masyarakat. 

Selain 710, keadaan diperkeruh pula dengan munculnya gerombolan-gerombolan liar yang lebih dikenal dengan sebutan Gurilla. Kelompok-kelompok liar bersenjata ini juga melakukan perampokan, penculikan dan pemerkosaan. Penculikan mereka lakukan untuk dijadikan sebagai pekerja paksa atau bahkan dijual. Termasuk teman Sorok yang bernama Kabul dan Kusman yang keduanya merupakan warga Sugihwaras diculik dan hingga kini tak diketahui nasibnya. 

Satu catatan, bahwa untuk meminimalisasi gangguan para serdadu 710 maupun tentara Gurilla. Warga terpaksa menikahkan anak-anak gadisnya sedini mungkin agar tidak menjadi korban pemerkosaan. Sorok juga sempat mengisahkan bahwa dulu, tidak jauh dari rumahnya pernah tumbuh sebatang pohon kayu putih yang tinggi menjulang hingga ujung pohonnya dapat terlihat dari arah WTC (Wonomulyo Trade Centre) alias pasar induk Wonomulyo. Namun belasan tahun lalu, pohon tersebut sudah tumbang. Pohon itu menurutnya adalah saksi bisu akan sejarah dusunnya yang penuh suka dan duka. Ia hanya berharap agar sejarah kelam yang pernah ia dan kampungnya alami menjadi sebuah pembelajaran berharga oleh generasi selanjutnya agar tidak pernah terulang lagi. Ucapnya mengakhiri obrolan kami pada hari Jum’at, 1 April 2016.

12/12/2015

Pengobatan Tradisional Bugis



Pengobatan tradisional orang Bugis yang diilhami oleh ajaran leluhur dan termaktub dalam Lontarak Bone ini mengajarkan bahwa segala penyakit dapat disembuhkan dari beragam ramuan dari alam.

1. Pendahuluan
Selain dari Lontarak Wajo, pengetahuan leluhur Bugis tentang pengobatan tradisonal juga diilhami dari lontarak Bone. Hingga kini, lontarak Bone masih terjaga dengan rapi, bahkan sudah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Di pedesaan Sulawesi Selatan, pengetahuan ini masih dipraktekkan dan menjadi bukti bahwa orang Bugis masih menghormati tradisi leluhur (Syarifudin Kulle, dkk., 2010).

Pengobatan tradisional leluhur Bugis berdasarkan lontakan Bone ini juga didasarkan pada pemahaman terhadap tumbuh­tumbuhan alam yang ada di lingkungan sekitar, filsosofi yang
diajarkan dalam kebudayaan mereka, serta ajaran Islam. Salah satu filosofi yang dipegang tehuh adalah bahwa setiap penyakit pasti ada obatnya yang disediakan oleh Tuhan di alam semesta (Abdul Hamid, 2008).
2. Konsepsi Penyakit dan Pengobatan Tradisional Bugis dari Lontarak Bone Pengobatan tradisional orang Bugis tercermin dari klasifikasi penyakit dan ramuan obatnya yang didasarkan pada ajaran leluhur dalam Lontarak Bone. Berikut adalah penjelasannya:

Nama Penyakit Ragam Penyakit Pengobatan

A Penyakit kepala

1 Sakit kepala Kayumanis ditumbuk halus, campur dengan air sedikit, lalu ditempel pada kepala yang sakit. Atau daun buni digiling bersama bawang merah, lalu tempelkan pada kepala yang sakit.

2 Sakit puru ­puru di kepala
Mira dibasahi lalu disapukan pada kulit yang terserang puru­puru,
atau ditumbuk hingga halus, lalu dibubuhkan pada kepala yang
terkena puru­puru.

3 Sakit kepala disertai panas badan
Lengkuas hitam dan bubuk abu halus ditempelkan pada kepala yang sakit

B Penyakit mata
1 Sakit mata Pucuk kapuk dicampur air, masak namun tidak terlalu mendidih, lalu sapukan pada mata yang sakit. Tawas digosok­gosokkan pada besi berkarat, campur dengan air jeruk nipis, lalu sapukan pada pinggir mata yang sakit. Atau daun asam Jawa dicampur dengan jintan putih digiling, beri air sedikit, lalu sapukan di pinggir mata yang sakit.
Atau ambil putih telur ayam dan sedikit kuningnya, campurkan,
bungkus dengan kapas, lalu teteskan pada mata. Atau setiap pagi teteskan embun yang ada di daun pisang.

2 Mata merah
Prusi ditumbuk sampai halus, campur dengan air jeruk, lalu sapukan pada mata

3 Mata berdarah
Campur air perasan belimbing manis dengan tawas, lalu teteskan
pada mata yang berdarah

4 Mata kabur
Haluskan kayu manis dan gula bersamaan, lalu gosokkan di pinggir mata

5 Mata kotor
Suir-­suir daun benaga, campur dengan air putih, panaskan namun jangan sampai mendidih, lalu sapukan pada mata. Atau tumbuk daun kelor, campur dengan sedikit air, lalu teteskan pada mata. Atau tumbuk daun pacar, campur dengan air, lalu teteskan pada mata. Atau campurkan buah lontar muda dengan air, lalu teteskan pada mata. Giling cabe hingga ke luar airnya, lalu teteskan airnya pada mata.

C  Penyakit hidung

1 Hidung berlendir Campurkan air dengan daun sirih dan tembakau gambir dan asam Jawa, lalu minum dan oleskan pada hidung. Atau campur kunyit dengan mentega, lalu sapukan pada hidung. Atau tumbuk halus jadam, jahe, dan merica, campur dengan air, lalu teteskan pada hidung. Atau jahe, jintan hitam, dan jadam dicampur, tambah air, lalu teteskan pada hidung. Atau haluskan cengkeh, lalu bubuhkan pada hidung. Atau campurkan jintan putih dan asam cuka dengan minyak zaitun, lalu teteskan pada hidung.

2 Hidung pilek karena angin
Jahe direndam dalam madu, lalu sapukan pada hidung. Atau tumbuk merica dan anggur hingga halus, lalu sapukan pada hidung. Atau kayu manis, lengkuas, dan jahe ditumbuk halus, campur, lalu hirup. Atau tumbuk lengkuas hingga halus, campur air, lalu teteskan pada hidung. Atau haluskan jahe, campur minyak wijen, hangatkan, lalu sapukan pada hidung. Atau menyan Arab dan kunyit dicampur dengan garam, lalu sapukan pada hidung. Atau buah anis dikunyah, lalu airnya ditelan. Atau campur daun pepaya dengan air sedikit, remas­remas, lalu sapukan pada hidung. Atau bawang putih ditumbuk halus, campur dengan madu, lalu minum setiap pagi.

D Penyakit mulut

1 Mulut sariawan Wijen digoreng tanpa minyak hingga matang, campur dengan minyak kelapa, lalu sapukan pada sariawan.

2 Mulut luka­luka Bawang merah dan pucuk daun manis digiling, campur air, lalu oleskan pada mulut.

3 Mulut puru­puru (cacar/gatal)
Majakan dan asam cuka dicampur, gunakan untuk kumur, lalu
muntahkan. Atau kunyah rumput babi hingga lumat, lalu muntahkan.

4 Mulut bengkak
Mira dan asam cuka dicampur, gunakan kumur, lalu muntahkan.
Atau kumur dengan jadam dicampur asam cuka, muntahkan.

5 Mulut bau
Asam cuka, madu, mira dicampur, gunakan kumur­kumur, lalu
muntahkan.

6 Mulut luka
Kunyit, air, daging kelapa muda, bawang merah, daun kacang iris, daun manis rendam dalam air beberapa saat, lalu gunakan untuk mandi.

7 Sakit gusi
Oleskan getah jarak pagar pada gusi.

8 Sakit gigi (berlubang)
Kerik batang kayu Jawa, lalu bubuhkan pada gigi.

9 Gigi kotor (memutihkan gigi)
Bakar lidi hingga menjadi arang, haluskan, lalu gosokkan pada gigi.

10 Lidah sariawan
Tumbuk halus kunyit, lalu gosokkan pada lidah yang sariawan.

11 Lidah bengkak Madu dan asam cuka dicampur, kumur­kumur beberapa lama, lalu muntahkan. Atau campur jadam dengan asam cuka, kumur­kumur, lalu muntahkan. Atau campur asam cuka, mira, dan madu, gunakan kumur ­kumur, muntahkan.

E Penyakit dalam

1 Sakit batuk Minum air bangle setiap hari. Atau campur garam dengan tebu, tambahkan air sedikit, lalu minum. Atau masak gula merah hingga mencair, minum dan setelahnya tidak minum air putih hingga waktu tertentu. Atau masak daun kayu kandeka, lalu minum. Atau teteskan air jeruk pada kapur basah, lalu sapukan pada dada. Daun kemuning, jahe, kaca­kaca, kelapa, menyan Arab, dan majamuju dicampur, beri air, lalu minum. Atau bangle dan menyan Arab dimasak hingga mencair, masukkan jintan hitam yang sudah digoreng, jahe kering, dan merica, aduk hingga mengental, dinginkan, bentuklah bulat­bulat kecil, lalu makan setiap pagi dan ketika hendak tidur. Atau masak mengkudu, lalu makan dengan garam.

2 Muntah ­muntah
Daun karang iris dan bawang merah diremas­remas hingga lembut, beri air, lali diminum. Atau minum minyak wijen atau susu. Atau klabet dimasak hingga mendidih, ganti airnya, taruhkan tepung gandum, susu sapi, gula pasir, aduk, tambahkan minyak wijen, lalu minum pagi dan sore. Atau makan mentega dan anggur saat pagi. Atau campur sirih dan gula, beri air, lalu minum.

3 Asma
Kecubung, humus, kulit radap, kencur, dan dringgo ditumbuk halus, tambahkan air, lalu minum. Atau buah maja diperas agar getahnya keluar, asapi, sapukan pada badan. Atau keringkan bunga kecubung, bungkus dengan daung jagung kering, lalu hisap saat asma kambuh. Bangle dicampur dengan jintan hitam dan bawang putih, beri air, lalu diminum. Atau daun larawani dibalurkan pada badan anak yang sakit asma.

4 Sakit perut
Opium dimakan atau dicampur air panas, lalu diminum. Atau
cengkeh dan menyan Arab dicampur, beri air, lalu diminum. Atau
jahe dicampur gula atau air, lalu dimakan. Atau jintan putih dan
jintan hitam ditumbuk hingga halus, tambah air secukupnya, lalu
diminum. Atau kayu manis dan menyan Arab ditumbuk halus,
campur minyak wijen, lalu diminum. Atau kapur, kulit bidara laut,
dan kulit lita ditumbuk halus, tambahkan air, diminum. Atau daun
kelor dimasak, airnya diminum. Atau pucuk pohon jarak pagar
dicampur kapur dan bawang merah, remas­remas sampai lumat,
lalu balurkan pada perut. Atau panaskan daun jarak tapi tidak terlalu panas, campur minyak zaitun, remas­remas, lalu balurkan pada perut.

5 Untuk pencuci perut
Sawo manila dimasak hingga mendidih, lalu airnya diminum.

6 Cacingan Lumatkan daun kelor yang dicampur dengan kapur, lalu balurkan pada perut.

7 Muntah ­muntah karena haid
Lumatkan daun beluntas, tambahkan air matang, campur asam dan garam, lalu minum pagi dan sore.

8 Berak­berak (mencret)
Pucuk jambu biji dimasak hingga mendidih, lalu airnya diminum.
Atau pucuk daun pepaya dan bawang merah dimasak hingga
mendidih, airnya diminum. Atau minum air kelapa muda. Atau kulit
buah jamblang ditumbuk, campur air matang, lalu airnya diminum.
Atau minum susu yang asam. Atau majakan ditumbuk halus,
tambahkan air, lalu diminum. Atau jintan putih dihaluskan, tambah
asam cuka, lalu diminum. Atau batu asam ditumbuk halus,
tambahkan air, lalu diminum.

9 Usus bengkak
Susu dan madu disimpan selama 3 hari, lalu diminum.

10 Sakit pada limpa
Campurkan kotoran kambing dengan asam cuka, lalu tempelkan
pada limpa. Atau kuma­kuma dihaluskan, campur air, lalu diminum. Atau merica dihaluskan, tambahkan asam cuka, lalu tempelkan pada limpa.

11 Limpa turun
Batu pare dikupas kulitnya, masak dengan air, lalu diminum.

12 Berak darah
Mustaka dan mentega dihangatkan, lalu diminum pagi dan sore. Atau kayu cendana dihaluskan, campur air, lalu diminum.

13 Sembelit
Tepung gandum, klabet, mentega dan air dimasak, lalu minum saat panas sesering mungkin.
Miskram Majakan dimasak hingga airnya tinggal setengah, lalu minum sesering mungkin atau disapukan pada perut. Atau cendawan diirisiris, campur dengan jintan hitam, masak hingga airnya tinggal setengah, lalu minum atau sapukan pada perut saat pagi dan sore. Atau kesumba dan lempuyang ditumbuk, campur air, lalu minum saat pagi. Atau masak asam dibungkus kain, dibakar dan airnya diambil, campur dengan air dempa, panaskan hingga mendidih, lalu minum selama tiga hari saat pagi. Atau mericda , jintan hitam, kecubung, dan opium dicampur, basahi dengan madu, lalu dimakan atau disapukan pada perut.

F Penyakit luar

1Panu
Daun jeruk dan bawang merah digiling, sapukan pada kulit yang
terkena panu. Atau lengkuas merah ditumbuk, campur air, lalu
sapukan pada kulit yang terkena panu.

2 Koreng
Tempurung kelap dibakar, lalu sapukan pada koreng saat hangat. Atau kunyit diiris tipis­tipis, tempelkan pada koreng hingga kulit berwarna merah.

3 Eksim
Kunyit, kayu kamu, dan rumbia ditumbuk halus, lalu semburkan pada kulit yang eksim. Atau sisik arang, campur dengan kunyit, tumbuk halus, lalu semburkan pada eksim. Tempurung kelapa dibakar hingga hangus, tutup dengan tempurung besar yang dlubangi, letakkan pisau di atas lubang hingga basah karena asap, lalu tempelkan pisau pada eksim.

4 Puru­ puru(cacar)
Pinang tua dan bubuk halus dari sabut kelapa dikunyah bersama
dengan sirih sampai lumat, lalu semburkan pada puru­puru. Atau
daun delima digiling halus, kucuri air jeruk nipis, lalu oleskan pada
puru­puru. Atau ikan diasapi, dikerik­dikerik, campur asam cuka,
dringo, dan bawang merah, kunyah bersama sirih dan kapur sampai lumat, lalu semburkan pada puru­puru. Atau getah ulat­ulat campur dengan santan kental, hangatkan, lalu sapukan pada puru­puru. Atau daun kemiri yang gugur dan pepang dibakar, abunya diambil dan tambahkan air, lalu sapukan pada puru­puru. Atau kulit jeruk yang kering dibakar sampai hangus, lalu gosokkan pada puru­puru. Atau jadam campur dengan asam cuka, tambahkan jintan hitam yang telah dihalsukan dengan minyak zaitun, lalu sapukan pada puru puru.

5 Kulit memerah
Pucuk sukun dimasak, airnya diminum. Atau abu dapur direndam, didiamkan, lalu sapukan pada kulit yang memerah. Atau undur undur campur dengan bawang merah, lalu gosokkan pada kulit yang memerah. Atau susu campur dengan gula pasir, dipanaskan, lalu diminum. Atau asam campur dengan gula pasir, beri sedikit air, lalu minum. Atau minum air rumput babi. Atau kotoran besi ditumbuk halus, dicuci bersih, beri gula pasir, air, dan merica halus, lalu minum. Atau daun kembang pula disiram air panas, lalu diminum. Atau daun jarajeng diremas­remas hingga lumat, lalu sapukan pada kulit.

6 Jerawat
Pucuk kapas dicampur dengan bawang merah ditumbuk halus,
hangatkan, lalu sapukan pada jerawat. Atau gali tanah hingga
sebatas tangan, lalu sapukan tanah pada jerawat. Atau daun arakang dicampur dengan bawang merah remas­remas sampai lumat, lalu sapukan pada jerawat. Atau haluskan kayu manis, campur dengan madu, lalu tempelkan pada jerawat. Atau campur minyak wijen dengan belimbing, lalu sapukan. Atau campur air buah delima dengan asam cuka, lalu sapukan. Atau haluskan bawang putih, campur garam dan minyak zaitun, lalu sapukan. Atau campur rumput babi dengan asam, lalu sapukan berulang­ulang. Atau tumbuk jintan hitam, beri madu, lalu sapukan pada jerawat.

G Penyakit panas

1 Demam
Pisang muda diparut, lalu tempelkan pada kepala. Atau tawak digiling halus, lalu tempelkan pada kepala. Atau campur air rumput babi dengan gula pasir, lalu minum. Atau saat pagi minum minyak labu. Masak minyak wijen dan minyak pacar hingga airnya habis, campur, lalu diminum. Atau campurkan asam, gula pasir, dan jalawe, lalu makan saat pagi atau ketika akan tidur. Atau giling pucuk jambu, siram dengan air panas, lalu minum. Atau campur air pencuci beras yang pertama dengan kemiri, lalu diminum.

2 Panas badan
Pisang diparut lalu tempelkan pada kepala yang sakit.

3 Tidak enak badan
Tempelkan kotoran buah maja pada kepala orang tidak enak badan.

H Penyakit luka ­luka

1 Luka baru
Teteskan air anak pisang batu pada luka baru. Atau kerik kulit waru Jawa, tempelkan pada luka. Atau remas­remas daun iler sampai lumat, lalu teteskan airnya pada luka. Atau pukul­pukul kulit kayu Jawa hingga keluar airnya, lalu teteskan pada luka. Atau teteskan air dari batang anak pisang pada luka.

2 Luka iris atau digigit binatang berbisa.
Potong ujung batang pisang yang baru dipetik buahnya, ambil bagian dalamnya, tumbuk hingga keluar airnya, lalu ampasnya tempelkan
pada luka.

3 Bengkak karena luka
Tumbuk kayu manis dan bawang merah, beri sedikit air, lalu
gosokkan pada bagian yang bengkak. Atau giling daun jeruk hinggahalus, tempelkan pada yang bengkak. Atau giling daun sidaguri, tempelkan pada yang bengkak. Atau tumbuk labu hingga lembek, remas­remas, tempelkan pada yang bengkak.

I Penyakit-penyakit lainnya

1 Sakit pinggang
Campurkan air bawang putih atau merah dengan garam, haluskan, lalu gosokkan pada pinggang. Atau minum sedikit minyak zaitun dan juga sapukan pada pinggang yang sakit. Atau campur inggu dengan jintan hitam, haluskan, beri madu, lalu gosokkan. Atau sapukan kemiri pada pinggang berulang ­ulang. Atau campur ramuan sirih dan kulit jarak pagar, tumbuk halus, lalu gosokkan pada pinggang.

2 Ngilu badan (encok)
Tumbuk halus daun kecubung, beri kapur sirih, lalu gosokkan. Atauperas urat pepaya yang dicampur air, beri garam sedikit, minumsaat sore.

3 Salah urat
Tumbuk halus daun kemangi, beri garam sedikit, bungkus dengan daun pisang, panaskan, lalu remas­remaskan pada bagian salah urat.

4 Ingin menguatkan tubuh dan meningkatkan gairah seksual
Tumbuk lengkuas, peras airnya, campur dengan telur ayam, air jeruk nipis, kecap, kopi yang ditumbuk halus, madu, dan merica, lalu minum saat hendak tidur.

5 Menghilangkan rasa sakit saat melahirkan
Parut temulawak, beri minyak kelapa, aduk-­aduk, lalu diminum.

6 Melancarkan air susu perempuan dan menghilangkan
bau perempuan sehabis melahirkan
Sangrai biji ketumbar, lalu dimakan.

7 Melancarkan persalinan
Masak biji bunga sirih dengan merica, aduk­aduk keduany, lalu
dimakan.

8 Menambah darah
Minum air kunyi bersama dengan telur ayam

9 Sakit pada buah dada
Iris­iris daun sambiloto, daun benalu, urat rumput jarum, dan kunyit, keringkan, goreng tanpa minyak, tumbuk halus, beri air secukupnya, lalu diminum.

10 Memperlancar kencing
Haluskan menyan Arab, campur dengan air dingin, lalu minum
selama 3 atau 7 hari. Atau masak smapai mendidih jintan putih,
kayu manis, madu dan bawang putih, lalu minum berulang­ulang.

11 Saluran kencing tersumbat
Biji labu dicampur mentega, lalu dimakan.

12 Kencing batu
Daun tapak liman dimasak hingga airnya setengah, lalu minum saat pagi.

13 Kencing berwarna merah
Daun jambu berwarna kuning dimasak sebanyak tiga kali dengan
berganti air, setelah airnya jernih, lalu diminum

14 Sakit pada pinggul
Masak pucuk pepaya, airnya diminum. Atau masak arang hitam
hingga mendidih, lalu diminum

J Nilai-­nilai

Pengetahuan orang Bugis tentang penyakit dan pengobatan tradisional mengandung nilai­nilai dalam
kehidupan, antara lain:
a Melestarikan tradisi. Nilai ini tercermin dari kepercayaan orang Bugis terhadap pengobatan tradisional yang masih dipraktekkan, khususnya di pedesaan.
b Nilai Sastrawi. Nilai ini tercermin dari teks pengetahuan tersebut yang berasal dari lontarak Bone.
c Penghargaan terhadap alam. Nilai ini tercermin dari bahan­bahan ramuan dari alam.
d Menghargai kesehatan. Pengetahuan ini ini juga sebagai bukti bahwa leluhur Bugis sangat menghargai kesehatan..

4. Penutup
Ketika sekarang banyak orang yang berusaha kembali ke obat­obatan alternatif (ramuan alami), pengetahuan ini menjadi bukti bahwa peradaban orang Bugis sudah tinggi pada zamannya. Oleh karena itu, sudah selayaknya pengetahuan ini dilestarikan.
(Yusuf Efendi/Bdy/80/08­2011)

Referensi
Syarifudin Kulle, dkk. 2010. Lontara Patturioloanna tu Gowaya. Gowa: Proyek Pengembangan
Minat dan Budaya Baca Dinas Pendidikan Nasional.
Abdul Hamid, 2008. Pengobatan Tradisional Berbasis Lontara di Sulawesi Selatan. Sulawesi
Selatan: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.
SITUS: http://melayuonline.com/ind/culture/dig/2740/pengobatan-tradisional-melayu-bugis-sulawesi-selatan
Re-post: ILagaligoMassompe

10/12/2015

Cerita Rakyat "LA WELLE"


Disadur oleh: ABDULLAH

Dikisahkan konon kabarnya, di sebuah desa bernama Wajo-wajo hiduplah seorang anak yatim yang masih kecil. Anak itu bernama Lawelle. Ayahnya meninggal karena dibunuh oleh Lamannuke. Sejak saat itu, Lawelle tinggal berdua dengan ibunya. Warga sekitar pun sangat sayang pada Lawelle karena dia termasuk anak yang rajin dan tidak nakal.

Suatu ketika, Lawelle sedang bermain-main dan tiba-tiba menyaksikan sepasang burung memberi makan pada anak-anaknya. Lawelle pun takjub menyaksikan peristiwa yang menurut dia masih asing karena belum pernah dilihat sebelumnya. Hal inilah yang kemudian membuatnya bertanya pada ibunya tentang upaya kedua ekor burung yang memberi makan pada burung-burung yang lain.
Ibunya menjelaskan bahwa kedua burung itu tidak lain ayah dan ibu burung-burung yang lain. Lawelle merasa heran karena selama ini dia tidak pernah merasa mempunyai ayah. Dia pun menanyakan tentang ayahnya. Ibunya menceritakan peristiwa yang dialami oleh ayahnya sehingga akhirnya dibunuh oleh Lamannuke.

Dalam rasa penasaran itulah, Lawelle menanyakan peninggalan ayahnya. Ibunya memberitahukan bahwa ayah Lawelle meninggalkan sebuah benda pusaka yang rencananya akan dibuat menjadi badik namun belum selesai. Benda itu disimpannya baik-baik. Lawelle pun mengambil benda tersebut yang sudah menyerupai sebuah badik namun belum tajam karena belum selesai betul dibuat oleh mendiang ayahnya.

Agar badiknya itu betul-betul jadi, Lawelle menanam jeruk pada lahan perkebunan yang sangat luas. Jeruk itu akan dijadikan sebagai bahan untuk mempertajam badiknya. Alhasil, jeruk itu tumbuh besar dan berbuah banyak. Lawelle menghabiskan semua hasil panen jeruk itu hanya untuk mempertajam badiknya hingga badik itu terlalu tipis seperti daun padi sehingga orang bugis menamakannya tappi maddaung ase, artinya badik yang tipis seperti daun padi. 
Berita tentang adanya tappi maddaung ase yang dimiliki Lawelle tersebar ke seluruh pelosok Wajo hingga tidak ada orang yang berani melawannya karena bekas luka yang ditorehkan akibat sayatan badik Lawelle tidak dapat diobati dengan penawar luka apapun sehingga orang bugis menamakannya tennarapi pattawe.

Pada suatu hari, Lawelle yang sudah beranjak remaja memohon izin kepada ibunya untuk pergi mencari Lamannuke hendak membalas dendam atas kematian ayahnya. Ibunya pun mengizinkan karena sudah mengandalkan keberanian anaknya. Setiap perkampungan yang dilaluinya, Lawelle selalu bertanya tentang keberadaan Lamannuke. Semua orang yang ditanya pun terkejut melihat seorang remaja yang mencari Lamannuke hendak mengajaknya bertarung, sementara Lamannuke sangat terkenal kehebatannya karena dia memiliki ilmu pattawe (penawar luka). Namun, setelah tahu bahwa remaja yang mencari Lamannuke itu tak lain Lawelle yang memiliki tappi maddaung ase tennarapi pattawe, mereka pun maklum atas keberanian anak itu.

Setelah bertanya dan terus bertanya, akhirnya Lawelle berhasil bertemu dengan Lamannuke. Lawelle menantang Lamannuke berkelahi karena hendak membalas dendam atas kematian ayahnya. Celakanya, Lamannuke terlalu licik. Dia mencari akal agar tidak jadi bertarung dengan Lawelle. Rupanya Lamannuke pun telah mendengar tentang kehebatan Lawelle yang memiliki tappi maddaung ase tennarapi pattawe. Lamannuke memang punya ilmu penawar luka, tapi apalah artinya jika berhadapan dengan Lamannuke yang memiliki badik yang bekas sayatannya tak dapat disembuhkan dengan penawar apapun.

Alhasil, Lamannuke menemukan cara agar dapat menyingkirkan Lawelle. Dia menyangkal kalau dirinya yang telah membunuh ayah Lawelle. Lamannuke justru memfitnah Wa Becce yang dikenal dengan sebutan Bolong Mangngongngona Tana Kute. Orang tersebut adalah seorang ratu yang memerintah di sebuah negeri yang sangat kaya. Ratu tersebut terkenal sakti dan pemberani. Apabila ada kapal yang merapat di pelabuhan negeri tersebut, Wa Becce selalu berkokok seperti ayam dan apabila ada yang menjawabnya, maka mereka akan bertarung. Taruhannya pun tidak tanggung-tanggung. Apabila Wa Becce kalah, maka ia akan menyerahkan tampu kekuasaan di negerinya. 

Tetapi apabila lawannya kalah, maka ia akan mengambil seluruh isi kapal. Tampaknya taruhan itu memang menguntungkan bagi pemilik kapal karena tidak seimbang nilainya, tetapi tetap saja tidak ada yang berani melawan Wa Becce.
Atas petunjuk Lamannuke, Lawelle pun berangkat mengarungi lautan. Agar pelayarannya itu berjalan lancar, dia bekerja sebagai awak pada salah satu kapal tujuan Tana Kute. Tentu saja tidak ada orang yang tahu maksud Lawelle, karena kalau mereka tahu, mereka tidak akan mengikutkan Lawelle. 

Semua orang, terutama pemilik kapal, sangat takut pada Wa Becce. Bahkan, tidak ada kapal yang mau membawa ayam karena takut ayam tersebut akan menyahut jika Wa Becce berkokok seperti ayam.

Setelah berlayar cukup lama, akhirnya kapal yang ditumpangi Lawelle pun tiba di Tana Kute. Lawelle tidak sabar lagi menunggu adanya suara kokok ayam dari dermaga. Begitu mendengar suara kokok ayam, tanpa ragu-ragu, Lawelle pun menyahut. Tentu saja tindakan Lawelle itu membuat seisi kapal jadi terkejut dan sangat ketakutan. Pertarungan hebat pun terjadi antara Lawelle dan Wa Becce. Mereka beradu kekuatan dan kesaktian, hingga akhirnya badik Lawelle mengenai kulit Wa Becce. Melihat hal itu, Wa Becce tidak merasa khawatir sedikit pun karena dia memiliki penawar luka. 

Namun malang nasib Wa Becce. Rupanya dia tidak tahu kalau bekas sayatan badik Lawelle tidak 
dapat diobati dengan penawar apapun. Wa Becce gugur dalam pertarungan itu. Wa Becce yang selama ini selalu mengambil milik orang lain, akhirnya harus merelakan kerajaannya untuk dia serahkan kepada Lawelle. Tampu kekuasaan pun beralih pada Lawelle.

Konon, menurut si empunya cerita dan keyakinan masyarakat Wajo, Tana Kute yang dimaksud adalah Kerajaan Kutai yang berada di Kalimantan Timur. Lawelle tinggal memerintah di kerajaan tersebut. Berita tentang kemenangan Lawelle melawan Wa Becce pun tersebar hingga ke Wajo. Banyak orang-orang Wajo yang menyusul dan menetap di negeri tersebut dan beranak-cucu hingga sekarang.

DIPOSKAN OLEH AFRAT LAGOSI DI 11.09 dan dicopas dari grup Sempugi.

Kisah cinta Datu Museng & Maipa Deapati

Kisah cinta Datu Museng & Maipa Deapati berawal dari Tanah Galesong. Galesong dulunya merupakan pusat Angkatan Laut kerajaan Gowa,telah merekrut pemuda dari berbagai daerah kekuasaan. Tersebutlah AdeArangan dari Kesultanan Sumbawa yang datang memperkuat  Angkatan Laut kerajaan Gowa di Galesong.  Ade Arangan kemudian kawin dengan gadis bangsawan Galesong hingga melahirkan beberapa orang anak, diantaranya Karaeng Gassing.
Anaknya Karaeng Gassing setelah dewasar kawin dengan gadis Galesong hingga membuahkan seorang anak bernama  I Baso Mallarangang, atau lebih dikenal dengn nama   Datu Museng.  Pada usia 3 tahun,  kedua orang tua Datu Museng dibunuh oleh pasukan Belanda.  Ade Arangan kemudian memelihara cucunya dan menyelamatkannya dengan membawa ke negeri kelahirannya di kesultanan Sumbawa.
Sampai di Sumbawa, Ade Arangan diterima baik oleh Sultan Sumbawa dan ia diberi tempat dan  lahan perkebunan. Datu Museng yang sudah memasuki usia kanak-kanak  disuruh mengaji di surau yang diasuh Kadi Mampawa. Disana ia bertemu  Maipa,  putri Sultan Sumbawa.
Setelah dewasa, di surau  tempat  Datu Museng menuntut ilmu melihat Maipa yang sudah tumbuh menjadi gadis cantik  sedang bermain cincin. Cincin permatanya jatuh ke kolom rumah. Datu Museng kemudian cepat mengambilkan cincin Maipa di kolom rumah, kemudian keatas untuk memberikannya. Sebelum memberi, Datu Museng kemudian berkata”Cincinmu telah kucincin, aku tak kan memberikan bila tidak memperistrikanmu.   Dari situlah awal cinta Datu Museng – Maipa mulai merajut.
Cinta kedua sejoli ini terhalang, karena ternyata Maipa  sudah dijodohkan dengan orangtuanya sejak masih kecil dengan pria bangsawan Lombok  bernama Mangalasa. Mangalasa yang sudah dewasa sering ke Sumbawa dan melihat Maipa sudah tidak cinta padanya,tapi sudah beralih ke Datu Museng. Ini membuat Mangalasa marah.
Dalam kondisi demikian,  Kakek Ade Arangan menyarankan kepada  Datu Museng agar pergi ke negeri Arab menuntut Ilmu Sufi  serta ke Madina untuk mencari ilmu Bunga Ejana Madina.Dengan kedua ilmu ini, Datu Musneg bisa mejadi seorang sufi atau ulama juga bisa menjadi seorang ksatria dan menjadi dambaan setiap wanita. Sementara Maipa yang ditinggal Datu Museng terus mengurung diri dalam kamar. Ia ingin bertemu Datu Museng.
Singkat cerita,setelah  Datu Museng kembali dari negeri Arab, lengkap sudahlah ilmunya.  Di istana kesultanan, diadakan pertandingan permainan raga dengan mengundang pemuda yang ada di pelosok. Tujuannya  untuk menghibur tuan putri Maipa  agar keluar dari kamarnya.
            Dari sekian banyak pemuda yang memainkan raga, tak satupun yang mampu mermainkan raga dengan baik. Kemudian tampil I Mangalasa,  permainannyapun sama. Sultan Sumbawa kemudian minta I Mangalasa untuk memberikan  raga itu pada Datu Museng. Setelah Datu  mendapatkan bola raga itu, pertamanya ia sering salah-salah, karena pikirnnya selalu tertuju pada Maipa. Namun setelah kakek AdeArangan berteriak, “perbaiki permainanmu datu Museng” teriakan itu didengar oleh Maipa,hingga Maipa beranjak  keluar dari kamarnya. Setelah melihat sekilas wajah  Maipa, Datu Museng kemudian bangkit semangatnya dan mempermainkan bola raga dengan piawai.
Walau Maipa hanya sebentar menampakkan wajahnya di jendela,  dan ia kembali ke kamarnya, tapi hati Datu Museng sudah terobati. Terakhir bola itu kemudian ditendang setinggi-tingginya keatas langit, kemudian jatuh diatas bumbungan istana, lalu menggelinding ke jendela bola itu terus berguling masuk ke kamar Maipa hingga naik dipembaringannya, membuat Maipa jatuh sakit.
Sakitnya Maipa membuat Sultan Sumbawa   makin gelisah.Sudah banyak dukun yang didatangkan  namun tak satupun bisa mengobati sakinya tuan putri. Atas petunjuk seorang ahli nujum,  tuan putri ini bisa sembuh,kalau didatangkan pemuda yang   sering disebut dalam tidurnya , Pemuda  yang sering disebut adalah Datu Museng.
Karena Sultan sayang pada putrinya, maka iapun memanggil Datu Museng. Datu Museng yang datang ke istana itu disambut ala raja.Setelah mesuk ke pembaringan tuan putri,iapun menyuruh  semua orang untuk keluar kamar. Maipa yang menyebut nama datu langsung berkata, “Aku Datu Museng,  kami sudah ada di dekatmu”  setelah diobati, mata tuan putri perlahan-pahan terbuka, akhirnya ia melihat wajah Datu Museng. Dari situlah penyakit Tuan putri  sudah sembuh.Namun untuk sembuh totalnya, Datu Museng menyarankan, agar pada bulan purnama, turun mandi di sungai yang ada di dekat istana.Namun jangan kaget, kalau disaat bencana  akan tiba, yakni angin topan disertai hujan lebat membuat perkampungan porakporanda, aku ada dibelakangmu  dan aku akan membawamu lari. Setelah itu  Datu Museng dan Maipa keluar kamar.  Kedua orang tuanya sangat gembira karena putrinya sudah sembuh ,Ia kemudian memberitahu, bahwa ia disuruh mandi di sungai pada malam bulan purnama.
Ketika tiba bukan purnama. Maipa kemudian turun ke sungai diantar oleh dayang-dayang dan pengawal istana, tiba-tiba  bencana angin topan datang disertai hujan deras membuat para dayang-dayang terlempar kena angin. Tak ajal, tuan putripun ikut terlempar, tapi cepat ditangkap Datu Museng untuk selanjutnya dibawah lari ke rumahnya.
Peristiwa hilangnya tuan putri itu membuat hati  kedua orang tuanya semakin sedih. Ia kmudian mencari kesana kemari,  tak diketahui kemana rimbanya. Terakhir terdengar kabar bahwa Maipa ada di rumah Datu Museng.
Para pengawal yang disuruh ke rumah Datu Museng meminta supaya Maipa dikembalikan, namun  Maipa tak mau, karena ia sudah  kawin lari dengan Datu Museng,kecuali kalau perkawinannya direstui oleh kedua orang tuanya. Dari sekian banyak pengawal yang meminta paksa Maipa pulang tak satupun yang bisa berhasil, karena   ia dihadang oleh kakek yang memiliki  pedang sakit Lila Buajaya (lidah buaya).
Kemudian tiba gilirang I Mangalasa mendatangi rumah Datu Museng untuk minta secara paksa agar Maipa pulang keistana. Kedatangannya disertai Tubarani dari Lombok. Ketika pasukan Mangalasa menyerang rumah Datu Museng,ia dihadang oleh kakeknya  Ade Arangan, kemudian Mangalasa  berduel satu lawan satu dengan Datu Museng.  Keris Datu Museng bernama Mattonjong Gadinna terkenal sakti hingga membuat Mangalasa tak berdaya. Keris pusaka itu kemudian melengket di dada  Mangalasa, hingga membuat ia tak bisa berkutik, namun Datu tak membunuhnya, karena sudah minta ampun.
Kekalahan pasukan Mangalasa kemudian dilaporkan pada Sultan Sumbawa Dato Taliwang.  Dato Taliwang kemudian menjawab, bagaimana mungkin kamu bisa diambil menantu, kalau menghadapi  dua orang saja tidak bisa,  apa lagi menghadapi rakyat banyak, Dengan alasan itulah, pinangan Mangalasa ditolak dan sebaliknya Sultan memanggil Datu Museng dan Maipa untuk merestui pernikahannya.Setelah jadi suami istri, Datu Museng kemduian dinobatkan sebagai Panglima Perang di Sumbawa. Beberapa bulan kemudian terdengar kabar di negeri leluhurnya di Galesong, tentara Belanda membunuh banyak  keluarganya, hingga membuat hatinya terpangil pergi keneger  ileluhur membela keluarganya.
Ia  dan isterinya Maipa berlayar ke Mangkasara dan mendarat di Pantai Losari. Kedatangan  Datu dan istrinya dimata-matai oleh tentara belanda hingga ia ketahuan. Sementara Tumalompoa (Belanda) yang ingin melenyapkan Datu Museng dan merebut istrinya Maipa. Ia kemudian memperalat Daeng Jarre juga Datu Jereweh untuk memata-matainya.
Tumalompoa kemudian merekrut  para tubarani, diantaranya Karaeng Galesong untuk menumpas pemberontakan Datu Museng, namun selalu kalah. Terakhir Tumalompoa mendatangkan pasukan secara besar-besaran . Dalam kondisi terjepit,  Datu Museng kemudian menghampiri istrinya Maipa dan menanyakan, apa permintaan terakhirmu, sebab musuh  sudah mengepung kita dan sebentar lagi kita akan mati.
Maipa kemudian menjawab, “saya lebih suka mati di tangan suamiku daripada kulit saya disentuh oleh Tumalompoa, apa lagi dijadikan aku sebagai istrinya”, lalu apa maumu.? , Tanya Datu. “ Aku lebih suka mati ditanganmu Datu dengan kerismu dari pada aku jatuh dipelukan  Tumalompoa”. “Maipa..! teriak Datu.
Ketika musuh sudah mendakat,  Maipa kemudian minta agar Datu segera  melaksanakan permintaannya dengan  mengelus keris di lehernya hingga menemui ajalnya. Sebelum permintaan itu  dikabulkan, Datu Museng sempat berpesan. “Kalau adinda sudah jalan duluan menghadap Ilahi, kalau saya tak menyusul di waktu duhur, tunggu di waktu ashar, tapi kalau tak ada di waktu ashar, pasti saya datang menemuiamu di waktu magrib”. Sertelah itu Datu kemudian melaksanakan permintaannya dengan menusuk leher Maipa hingga menemui ajalnya. Setelah itu, mayat Maipa  didudukkan di ruang tengah.
Ketika pasukan Belanda mendekati rumah Datu Museng,  banyak pasukan Datu Museng mati tertembak. Disaat  memasuki waktu duhur, Datu Museng masih  sempat melawan, demikian juga di waktu asar, tetapi ketika memasuki waktu Magrib,walau Datu Museng  masih bisa melawan, tetapi janjinya pada Maipa  Deapati sudah sampai dan ia segera menyusul. Apa lagi ia sudah melihat bayangan Maipa di ufuk barat sudah melambai-lambai, maka ia memasrahkan dirinya pada  Karaeng Galesong untuk membunuhnya.
Ketika melihat  Datu Museng sudah terbunuh,Karaeng Galesong kemdian segera berlari masuk  ruang tengah,dan didapatinya Maipa sedang duduk, Iapun memboyong Maipa keluar dan menaruhnya diatas kereta kuda Tuan Malompoa. Tumalompoa  yang bersorak ria merayakan kemenangan,  lalu naik kereta kuda duduk dekat Maipa.  Disaat kereta  kuda itu berlari diatas jalan berbatuan, tiba-tiba ia dikejutkan dengan kucuran  darah Maipa membasahi baju Tumalompoa. Kondisi ini  membuat Tumalompoa marah. Ia merasa ditipu oleh Karaeng Galesong, maka Tumalompoa kemudian memerintahkan pada pasukan Belanda untuk membunuh Karaeng Galesong hingga akhirnya  Karaeng Galesong  mati di tempat itu juga.*(Zainuddin Tika) (Re-Blog dari zainuddintika.blogspot.com)

26/11/2015

PANAIQ. “Kenapa harus mahal?.”


Zulfihadi.
(Aktifis komunitas Appeq Jannangang)
================================================

Dalam pernikahan adat tradisional Mandar, salah satu yang menjadi bagian penting adalah adanya panaiq (Makassar)/pappenreq (Bugis)/ doiq balanja (Mandar). Dan sudah jadi rahasia umum jika seorang lelaki hendak mempersunting seorang gadis dari kalangan suku Bugis, Makassar atau Mandar maka ia haruslah mempersiapkan dana yang tidak sedikit bahkan relatif fantastis jumlahnya. Beberapa artikel diinternet belakangan ini sering memberitakan hal itu. 

Namun sayang karena umumnya artikel-artikel tersebut mengulas panaiq (Makassar)/pappenreq (Bugis)/doiq balanja (Mandar) hanya dari sudut pandang jumlahnya yang besar. Hingga memberikan kesan jika gadis Sulawesi itu “mahal”, seolah-olah gadis Sulawesi adalah barang dagangan yang bisa diperjual belikan. Menurut penalaran penulis, inilah yang menjadi sumber keresahan beberapa kalangan hingga muncullah elemen-elemen yang seakan tidak setuju dan menolak adanya panaiq. Dalam paradigma kekinian, di mana hampir segala aspek kehidupan selalu menjadikan nilai ekonomi sebagai standar ukuran mungkin hal ini bisa saja menggiring opini kita kearah demikian. Namun jika kembali melihat persoalan ini dengan kacamata pilosofi kearifan budaya lokal maka kita akan melihat beberapa faktor penyebab tingginya panaiq.

Sebelum membahas panaiq dari kacamata pilosofi kearifan lokal (local wisdom), ada baiknya kita mengetahui dulu apa itu panaiq. Sebab terkadang masyarakat memahami bahwa sorong sama dengan panaiq padahal keduanya sangat berbeda.

Dalam tradisi ritual pernikahan masyarakat Bugis, Makassar dan Mandar dikenal dua macam pendanaan yang harus disiapkan oleh calon mempelai lelaki. Yang pertama adalah mahar atau sorong, ini hukumnya wajib berdasarkan hukum agama Islam yang telah dianut sejak lama oleh komunitas-komunitas ini yang memang mewajibkannya. 

Perihal sorong in. Sebelum sistem kerajaan benar-benar hilang (meskipun hingga kini terkadang masih ada kita dapatkan), ditetapkan berdasarkan kadar darah kebangsawanan atau strata sosial yang bersangkutan dan diukur dalam nilai kati atau real. Sebagai contoh, sorong anak bangsawan 180 dan 300 real dan sorong  anak pattola adaq bisa 120 atau 160 real. Namun setelah itu, ketika ajaran Islam sudah mengakar kuat dmasyarakat. Maka sorong menjadi semakin lebih ringan hingga dapat saja seorang calon mempelai lelaki hanya memberi mahar berupa emas beberapa gram bersama Al-Qur’an dan seperangkat alat shalat tergantung kesepakatan kedua belah pihak.

Yang kedua adalah panaiq atau pappenre alias balanja. Ini adalah permintaan pihak calon mempelai wanita kepada pihak calon mempelai pria dengan maksud agar calon mempelai pria mau membantu pelaksanaan pesta penikahan di rumah mempelai wanita dengan layak. Hal permintaan bantuan ini sebenarnya adalah sesuatu yang wajar mengingat pihak wanita yang didatangi, hingga dianggap bahwa persiapan mereka dalam hal pendanaan untuk pesta agak mendadak dan butuh waktu yang agak lama jika ingin menyiapkannya sendiri sementara pernikahan adalah sesuatu yang baik dan seyogyanya tidak ditunda-tunda setelah terjadi kesepakatan kedua belah pihak. Berbeda dengan kesiapan pihak lelaki yang tentu sudah lebih matang karena telah menyiapkannya dalam waktu yang cukup lama bahkan mungkin saja beberapa tahun. Namun kemudian, yang dianggap tidak wajar oleh banyak kalangan adalah jumlahnya yang terkadang fantastis sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya.

Lalu kenapa permintaan panaiq dari pihak wanita cenderung tinggi?. Berikut beberapa di antara alasan penyebab tingginya panaiq yang diminta oleh pihak wanita:

1.  Pengangkat gengsi.

Setiap orang selalu mempunyai kecenderungan untuk terlihat lebih dibandingkan dengan orang lain, demikian juga rupanya dalam hal pengadaan pesta pernikahan. Sebuah keluarga senantiasa menginginkan pernikahan anaknya lebih ramai, lebih megah dan lebih banyak mendapatkan tamu daripada tetangganya yang pernah melaksanakan pesta pernikahan sebelumnya.


2.  Sebagai alat penolakan.

Masyarakat Bugis, Makassar dan Mandar dikenal sebagai komunitas yang menjunjung  tinggi nilai kesopanan dalam bertindak maupun berucap bahkan hingga pada saat menolak sesuatu yang dibawakan padanya. Setelah pihak calon pengantin pria melakukan proses messisi atau mencari informasi langsung pada keluarga pihak calon mempelai wanita tentang kondisi gadis yang akan dilamar apakah sudah siap menikah, sudah dijodohkan ataukah belum sehingga bisa dilamar. Maka keluarga pihak perempuan juga akan mencari informasi tentang calon pengantin pria meskipun dilakukan lebih bersifat diam-diam dan dengan cara tidak formal sebagaimana yang dilakukan oleh pihak lelaki apalagi jika keluarga calon pria berasal dari keluarga yang agak jauh hubungan kekerabatannya dari keluarga calon wanita. Jika kemudian didapati kondisi bahwa pihak keluarga tidak cocok dengan calon pria maka setelah dirembugkan dalam keluarga, disepakatilah keputusan untuk menolak lamaran calon mempelai pria dengan cara meminta jumlah panaiq yang diperkirakan tidak akan mampu terpenuhi oleh pihak calon mempelai pria dengan harapan lamaran itu gagal demi kebaikan keluarga sang gadis.

Dalam kacamata kearifan lokal sendiri yang mana juga bisa mengakomodir kedua alasan di atas, sesungguhnya bisa ditarik sebuah kesimpulan bahwa tingginya uang panaiq bersumber dari palsafah sulapaq appeq sebagai nilai kultural yang dianut oleh masyarakat Bugis, Makassar dan Mandar.

Seorang mempelai pria (baca: suami) akan menjadi seorang pemimpin dalam keluarganya. Sementara  kriteria seorang pemimpin bagi masyarakat Bugis, Makassar dan Mandar haruslah memenuhi kriteria sebagai manusia sulapaq appeq dengan patokan barani (berani), manarang (cerdas), malappu (jujur) dan sugiq (kaya). Sementara itu, juga ditemukan dasar pilosofi yang menganalogi kepada bentuk tubuh manusia yang diistilahkan “sulapa appeq na tau” (Mattulada) yang dapat digambarkan sebagai berikut:
A       = Kepala.
B       = Badan.
C - D = Tangan.
E       = Kaki



Jika keempat sifat di atas dipadukan dan diaplikasikan pada segi empat tubuh manusia, maka (A) kepala mewakili sifat cerdas, (B) badan berhubungan dengan kejujuran (hati), (C, D) tangan berhubungan dengan kekayaan dan (E) kaki berhubungan dengan keberanian. Sehingga siapapun orangnya jika memiliki sifat-sifat itu akan menjadi seorang pemimpin (Suami) yang bijak bagi diri maupun yang dipimpinnya (Istri dan anak-anaknya).

Kemampuan calon mempelai pria mengatasi masalah panaiq dan menikahi gadis pujaannya dianggap telah lulus ujian pertama dan berhak mendapat gadis impiannya. Toh, mengatasi tingginya panaiq bukan semata-mata harus menyiapkan sejumlah uang yang diminta. Selain dari jalan si paindongang (kawin lari) yang beresiko, ada cara yang bisa dilakukan dan tentunya lebih elegan dan menunjukkan martabat sebagai calon pemimpin rumah tangga, yaitu melalui diplomasi. Jika cara diplomasi pihak calon pengantin pria mampu menarik hati keluarga pengantin wanita, disinilah biasanya terbuka jalan atau solusi yang sama-sama tidak memberatkan. Entah itu dengan jalan keluarga calon mempelai wanita meminjamkan uang kepada calon mempelai pria (tentu dengan kesepakatan diam-diam dan tidak diumumkan) atau menyatukan tempat pesta dengan cara patungan atau biasa disebut dengan mammesa rumbu api (menyatukan asap api), dan atau dengan cara lain yang disepakati kedua belah pihak.


Setelah membaca uraian singkat ini, hendaklah panaiq tidak lagi menjadi momok yang menakutkan yang dianggap sebagai penghalang jodoh bagi pemuda dan pemudi Bugis, Makassar maupun Mandar sehingga mengharuskan kita menghilangkan bagian dari budaya lokal kita. Ini ibarat pepatah  “membasmi tikus, lumbung dibakar”. 

Ayo pemuda, tetaplah bersemangat mencari rezeki dan buktikan bahwa wanita Sulawesi adalah wanita pilihan dan lelaki yang pantas mendapatkannya juga adalah lelaki istimewa.

(Nutrisi bacaan: Eksotisme Filosofi Penggunaan Simbol Angka Dalam Budaya Makassar. Sebuah paper yang ditulis oleh Hj. Ery Iswary yang disampaikan pada acara SEMINAR ANTAR BANGSA "Dialek-Dialek Austronesia Di Nusantara III" tahun 2008)

30/10/2015

PETAKA CINTA DI BUKIT SURUANG

Berjalan dengan perasaan berkecamuk antara segan, malu, khawatir dan rasa kesetia kawanan, terpaksa kulangkahkan juga kaki ini menuju rumah I Putubunga Masagala. Yah, pemuda mana di kampung ini yang tidak mengenal I Putubunga Masagala?. Pemuda mana yang birahinya tidak terbakar dan melayang dalam fantasi liarnya melihat seorang gadis berparas cantik, bertubuh denok dengan tinggi semampai yang dari pinggulnya menggambarkan seorang wanita yang akan memberikan keturunan yang banyak seperti potongan I Putubunga Masagala. 
Setidaknya dari sisi fisik, potongan wanita demikianlah yang disarankan ayahku pada suatu malam jika aku hendak mencari pasangan hidup. 

Namun kali ini, aku menuju kerumahnya bukanlah untuk diriku namun untuk seorang sahabat yang rupanya juga memendam rasa padanya. Dan karena kedekatanku dengan kedua orang tua I Putubunga yang memang masih famili dekat denganku, membuat sahabatku itu mempercayakan padaku untuk “messisi” dengan tujuan mengetahui tanggapan keluarga sang gadis jika seumpama keluarga sahabatku itu nantinya datang melamar. 
Dan satu-satunya hal yang membuatku khawatir adalah jika ternyata keluarga I Putubunga nantinya memberikan isyarat penolakan.

Perlahan namun pasti kuketuk pintu rumah gadis itu dan kuucapkan “salam !”.

“salam, siapa itu?”, terdengar suara lelaki yang agak berat dari dalam rumah. “oh, kau Kummang. Masuklah, silahkan duduk” lelaki setengah baya yang membukakan pintu itu segera mengenali dan mempersilahkanku masuk. 

Aku pun lantas masuk dan segera duduk di lantai papan beralaskan tikar rotan yang rajutannya sangat rapi. Rumah itu cukup besar dengan arsitektur khas bangsawan Mandar. Wajar saja, pemiliknya adalah seorang bangsawan yang membawahi wilayah Suruang. Wilayah yang telah menjadi tandem kerajaan Balanipa meruntuhkan Passokkorang beberapa waktu lalu. Meskipun rumah bangsawan, namun tak nampak satupun pengawal atau dayang di rumah itu. Keluarga itu merasa cukup melayani dirinya sendiri hingga tak memerlukan bantuan pengawal atau pelayan hingga prajurit dan pelayan tetap tinggal di rumah mereka masing-masing dan hanya datang saat dibutuhkan semisal diselenggarakan acara kerajaan di rumah itu. 

“Ada apa Kummang, kenapa kau malam-malam datang ke sini?” pertanyaan Puang I Ullung Allo memecah lamunanku tentang rumah itu. 

“ah, emmm..... begini puang. Sebelumnya saya mohon maaf jika saya lancang datang ke sini. Saya ke sini datang dengan membawa sebuah maksud” jawabku mencoba mengendalikan perasaan yang tidak karuan. 

“Katakanlah, kau tidak usah ragu. Aku akan membantu jika memang aku bisa” ujar Puang I Ullung Allo. 

“Aku sebenarnya diutus oleh seseorang untuk bertanya puang, apakah adikku I Putubunga Masagala sudah mempunyai jodoh?” kalimat yang keluar dari bibirku mulai lancar. 

“Siapakah sebenarnya orang yang mengutusmu, Kummang” tanpa menjawab pertanyaanku Puang I Ullung Allo malah balik bertanya padaku. “I Capua, puang” jawabku singkat. 

“Sebenarnya aku bermaksud menjodohkan I Putubunga dengan seorang pangeran dari wilayah pesisir. Dan aku tidak melihat sebuah alasan untuk bisa menerima I Capuaq, pengembara dari Ulu Salu itu sebagai menantuku”, kalimat Puang I Ullung Allo seolah menggodam dadaku. 

Tak diragukan lagi, ini sebuah penolakan. Setelah mendengar jawaban itu, aku mengalihkan perbincangan ke arah hal lain seputar kehidupan kampung hingga akhirnya aku pamit pulang. 

Keluarga gadis manis bertubuh denok itu dengan halus menyampaikan isyarat penolakannya. Halus??. Bisa jadi halus bagi orang lain, tapi tidak bagi lelaki yang mengutusku. Dengan menahan pedih dan mata menyala, ia mendengar penuturanku dalam diam. Aku berusaha menghiburnya namun ia tetap bergeming dalam lamunannya. Pun ia tetap acuh tak acuh ketika aku pamit untuk pulang. 

Dan hal yang tidak pernah aku sangka adalah akibat dari penolakan itu, ternyata kelak berbuah duka bagi kedua keluarga. Rupanya diam-diam sahabatku itu merasa terhina dan menyimpan dendam untuk membalas penghinaan itu. Dua purnama berselang kejadian “messisi” yang gagal itu, aku mulai jarang bertemu dengan sahabatku itu. Aku hanya pernah bertemu secara kebetulan di atas puncak bukit Suruang saat aku hendak mencari kayu bakar, di mana ia hanya memandang kosong nun jauh kearah Passauang Pitu, begitulah nama yang diberikan oleh orang sekitar kampung pada mata air yang muncul secara alami di kaki bukit itu. 

Dengan perlahan dan hampir tanpa suara, kududuk di sampingnya dan mecoba mensejajarkan pandangan kami, dan kudapati obyek yang menjadi paku retina matanya. Jauh di kaki bukit Suruang, di tepi salah satu mata air Passauang Pitu nampak bayangan seseorang yang sedang mandi, sesekali terlindung oleh dedaunan yang bergoyang oleh hembusan angin. Siapa lagi orang itu kalau bukan I Putuwunga Masagala, gadis molek berpinggul subur yang menghancurkan dunia sahabat di sampingku ini. Dengan sangat perlahan kutoleh wajah sahabatku, dan aku mulai sadar jika aku telah kehilangan sesosok wajah ceria dengan sorot mata penuh semangat, yang kudapati di antara struktur kulit, daging dan tulang itu hanyalah kesan sebuah batu cadas yang keras dan dingin. 

“Maaf, aku tak berhasil menjadi dutamu dan mendapatkan I Putubunga untuk menjadi pendampingmu” bisikku perlahan, takut mengganggu lamunannya. 

“Tak apa sahabat. Setidaknya engkau telah berusaha”. Rupanya ia mendengar kalimat yang kukatakan dan menjawabnya dengan tatapan mata sendu tepat menusuk mataku. Namun binar matanya yang membuat hatiku berdegup kencang, ada pijar dendam yang begitu kuat memancar dari kedua bola lunak di dalam rongga wajahnya itu menggantikan cahaya rindu yang dulu selalu memancar saat nama sang gadis singgah di gendang telinganya. 

Akhirnya aku hanya duduk diam dan membiarkan sahabatku yang sukmanya sedang bercumbu dengan bayangan sang gadis pujaan. Hingga kemudian akhirnya aku letih sendiri menunggu ia mencapai orgasme yang aku pun tak tau kapan tibanya, letih itu pula yang membuatku lalu pergi dalam diam seperti tadi bagaimana aku datang dalam kesunyian. Kulangkahkan kakiku dengan sangat perlahan di antara padang ilalang yang menjadi permadani bukit itu, membawa setumpuk beban kayu bakar di bahuku dan seonggok tanya dalam dadaku tentang akhir dari semua ini. 

**** 

Di Passauang Pitu, seminggu sejak aku bertemu sahabatku di atas bukit Suruang yan tak jauh dari tempat kesukaan I Putu Bunga sering memanjakan tubuhnya dengan kesegaran air pegunugan itu. Sepasang muda-mudi nampak duduk berdampingan. Kemesraan yang mereka perlihatkan berpadu harmonis dengan keindahan suasana perbukitan dan hembusan angin sepoi-sepoi yang membawa wangi bunga melati yang tumbuh liar di puncak bukit. 

“Ah, jika saja suasana seperti ini benar-benar bisa kita wujudkan dalam sebuah mahligai rumah tangga. Sungguh sangat bahagia kurasakan dalam hidupku”, Capua berkata seolah ditujukan pada dirinya sendiri. 

“Aku pun demikian kiranya, kakak. Namun sayang, ayahku rupanya menolak keinginan kakak yang disampaikan oleh Kummang beberapa hari yang lalu. Dan rupanya beliau telah pula menerima lamaran seorang putra bangsawan dari daerah pesisir” timpal I Putubunga Masagala. 

“Tapi bagaimana dengan perasaanmu sendiri dinda?” tanya Capua menoleh pada I Putubunga. 

“Kakak tidak usah meragukan kesetiaanku. Aku akan selalu mencintai kakak Capua” jawab I Putu Bunga. 

“Kalau begitu, bagaimana kalau kita kawin lari saja. Aku akan membawamu ke kampung halamanku di Ulu Salu sana?” tanya Capua kembali dengan menantang. 

“Apa ?, lari ?. Tidak kakak, aku tak bisa melalaikan kewajibanku sebagai seorang anak untuk selalu berbakti pada orang tuanya” balas I Putu Bunga dan melepaskan tangannya yang sejak tadi berada dalam genggaman mesra kekasihnya tersebut. 

“Berarti kamu lebih mimilih menikah dengan lelaki lain daripada aku?” kembali Capua bertanya dan kali ini suaranya mulai mengeras pertanda emosinya mulai terpancing. 

Tatap mata Capua mulai menajam dan kemesraan yang tadi mereka pertontonkan tiba-tiba berubah menjadi sebuah adu mulut yang sengit. Hingga tiba suatu ketika, Capua mengeluarkan kalimat yang sangat bertuah. 

“Jika aku tak bisa memiliki diri dan cintamu, maka tak ada siapapun yang boleh memilikimu I Putu Bunga, cam kan itu”. Kata Capua dengan wajah pitam pertanda darah sudah naik hingga ke ubun-ubunnya. 

“Lalu apa mau kakak sekarang?” tantang I Putu Bunga Masagala. 

“Aku akan mengembalikanmu kepada Sang Dewata Pencipta, tunggulah aku di sana !” seru Capua seraya mencabut sebilah badik dari pinggangnya dan langsung menusukkannya ke perut I Putu Bunga Masagala. 

Kontan I Putu Bunga Masagala mendekap perutnya yang terluka. Darah mengucur deras dari sela jemarinya hingga membasahi pakaiannya dibagian bawah. Tak berapa lama I Putu Bunga sanggup berdiri, akhirnya ia tersungkur dengan tatapan tidak percaya akan apa yang sang kekasih lakukan pada dirinya. Perlahan cahaya matanya memudar seiring kembalinya malaikat maut setelah bertugas menjemput nyawa bunga desa yang indah rupawan itu. Sementara Capua hanya bisa berdiri menyaksikan kekasih pujaan hatinya meregang nyawa. 

Badik yang digenggamnya jatuh tanpa ia sadari, sementara air mata mengalir dikedua belah pipinya. Namun tak ada isak keluar dari bibirnya, yang ada hanya senyum. Senyum penuh kepedihan. 

**** 

Hampir saja aku terjungkal dari tempat tidur saat satu teriakan murka menggelegar serta merta datang membangunkan dan merenggut paksa alam bawah sadarku yang sedang berasyik masyuk dengan bidadari alam mimpiku. 

Dengan bara api yang membakar isi dadaku, tergesa kulangkahkan kakiku keluar dan bermaksud mencari siapa yang telah mengganggu tidurku hingga membuat orgasme mimpiku tertangguh dengan menyakitkan, untuk memberinya sekedar peringatan. Namun saat tiba di halaman, aku hanya bisa berdiri mematung, kemarahanku menjadi hilang seketika saat aku tahu siapa yang berteriak. 

Nampak di tengah jalan seorang lelaki dengan “sokkoq biring” yang sekarang tanpa disadarinya telah benar-benar miring di kepalanya. 

“Di mana pemuda yang telah membunuh putriku..??. Akan kubunuh dia dan akan kupenggal kepalanya” teriakannya membelah udara kampung itu. 

Dengan wajah kelam penuh amarah dan tangannya yang gemetar menghunus-hunuskan keris yang meski bilahnya hanya nampak sekilas karena tidak hentinya bergoyang, namun aku tau jika keris itu keris pusaka nan bertuah. Itulah keris pusaka yang bernama I Rete Pitu. 

Meski namanya tak setenar keris Empu Gandring di tangan Ken Arok dalam cerita yang pernah dituturkan kakekku dulu sepulangnya dari tanah Jawa. Tapi siapa orang di serata Pitu Babbana Binanga yang tidak mengenal keampuhan keris I Rete Pitu yang bisa membuat seorang manusia langsung bertemu dengan Sang Pencipta cukup hanya dengan goresan kecil dikulit korbannya, keris yang dengan setia menemani tuannya yang kini ada di depanku saat meluluh lantakkan kerajaan Passokkorang bersama Tomepayung Sang Maraqdia dari Balanipa?. 

Sebilah keris pusaka hasil karya “pande” ternama dan dibuat dengan segala rupa laku ritual mulai saat pemilihan besi hingga kemudian pertama kali diselipkan dipinggang Puang ta I Ullung Allo yang saat ini masih berdiri di tengah jalan mencari dan meneriakkan nama sahabatku keseantero kampung kami. 

Sontak ia menoleh kepadaku ketika ia melihat aku yang sedang mengintip di balik pohon kelapa yang ada di halaman rumah ku itu. 

“Hei.... kau Kummang !. Kenapa kau mengintip, ayo katakan di mana si Capua berada. Bukankah kau bersahabat dengannya?. Kau jangan coba-coba melindunginya, atau keris I Rete Pitu juga akan mengakhiri hidupmu”. Ancam Puang I Ullung Allo sambil mengacung-acungkan kerisnya ke arahku.  
“Aku......A.....Aku tidak tahu puang. Sejak dua hari yang lalu aku tidak pernah melihatnya” kengerian menghampiriku dan aku hanya bisa tergagap menjawab. 

Ketika ia melangkah mendekat kehadapanku dengan sorot mata merah seolah ada percikan api keluar dari mata itu. Ia mencoba mencari kebenaran dari jawabanku tadi tentang keberadaan lelaki sahabatku yang rupanya telah menyulut gelora murka di dadanya. Syukurlah karena kemarahannya kemudian tidak dilampiaskan kepadaku, mungkin ia menangkap kesungguhan dalam sinar mataku yang ketakutan. Padahal lututku sudah gemetar dan mataku tidak lepas dari keris dalam genggamannya seolah-olah keris itu sesaat lagi akan menancap di antara tulang dadaku atau mungkin keris itu akan bersarang mulus diperutku. 

Kuhembuskan nafas lega sekuat-kuatnya untuk menenangkan gemuruh ketakutan didadaku ketika sekonyong-konyong Puang ta I Ullung Allo berbalik dan meninggalkanku. Untung karena ia tidak semakin marah atas jawaban ketidak tahuanku, atau mungkin juga keris pusakanya tidak berminat untuk sekedar mencicipi setetes darah dari tubuhku. Sebelum ia berjalan semakin jauh, tiba-tiba terbit ingatanku akan keselamatan sahabatku. Naluriku mengatakan akan terjadi sesuatu yang mengerikan jika sekiranya sahabatku berhasil ditemukan olehnya. 

Dan kemudian diam-diam aku mengikuti langkah tergesa dari pamanku I Ullung Allo. Di sebuah tikungan jalan, aku berhenti sejenak. Orang yang aku ikuti diam-diam rupanya telah menghilangan dari pengawasanku, entah ia melalui jalan yang mana. Akhirnya aku putuskan untuk mengambil arah mendaki ke puncak bukit Surung yang ada di ujung desaku itu. Dari atas puncak bukit aku mencoba mengedarkan pandanganku kesegenap penjuru. 

Di Timur nampak teluk Mandar berair biru dengan ombaknya yang membuih putih, nampak berkejaran dan memecah di pantai. Sedang di Barat, hamparan padang dan jejeran bukit dengan lembah-lembahnya yang curam. Di sana tak jauh dikaki bukit tepat di sisi Passauang Pitu, pandanganku terpaku. 

Tampak dua sosok lelaki sedang bertarung dengan sengitnya. Sekilas bisa kulihat seorang diantaranya memegang keris yang bilahnya kehitaman. Meski sokko biring tak ada lagi di atas kepalanya, tapi aku bisa memastikan jika lelaki itu adalah pamanku Puang I Ullung Allo. Sementara yang seorang menusukkan badik, pastilah I Capua sahabatku. 

Seorang veteran perang legendaris menghadapi pendekar perantau. 

Aku segera berlari menuruni bukit, langsung menuju ke arah mereka. Namun setibanya aku di dekat tempat mereka bertarung, aku hanya bisa terdiam dan tak tahu harus berbuat apa-apa. Mereka berdua juga rupanya tidak menyadari kehadiranku hingga terus saja berkelahi dengan penuh nafsu membunuh. Puang I Ullung Allo dan I Capuaq nampak sungguh-sungguh ingin saling membunuh. Tentu saja, ini adalah pertarungan berdasar siriq. 

I Capuaq malu karena telah ditolak lamarannya sementara Puang I Ullung Allo meminta balas atas darah putrinya. Lama juga duel berdarah itu berlangsung. Hingga dalam satu kesempatan, I Capua yang mengira jika Puang I Ullung Allo akan menusukkan keris ternyata dalam satu gerakan berhasil merubah gerakan menusuk menjadi sabetan. Hingga I Capua yang bermaksud menghindar ke samping terkena sabetan ujung keris dibagian dadanya. 

Meski lukanya tidak parah, namun rasa nyeri kontan menyergap seluruh bagian dadanya pertanda bisa yang dikandung keris I Rete Pitu sangat dahsyat. Rasa nyeri yang membuat I Capua hanya bisa mematung perlahan berubah menjadi rasa panas yang seolah membakar jantungnya. Perlahan pembuluh darahnya nampak mulai menghitam. 

Dan tidak menunggu lama tubuhnya ambruk dan tewas seketika. Puang I Ullung Allo hanya sejenak mengatur nafasnya, bebannya seolah terlepas seutuhnya, lalu ia berjalan ke arah jazad I Capua yang tergeletak. Tanpa ragu dijambaknya rambut lalu digoroknya leher jazad itu seolah tanpa beban. Di tentengnya kepala I Capua yang telah terlepas dari badannya untuk kemudian kembali pulang ke kampung. Namun saat ia berbalik, Puang I Ullung Allo baru sadar jika ternyata aku telah berdiri di sana dan melihat semua kejadian itu tanpa mampu berkedip laksana sebuah patung. 

“Baguslah, rupanya engkau ada di sini Kummang. Lihatlah aku telah berhasil menagih hutang darah I Putubunga. Sekarang kau urus jazad sahabatmu itu. Bawa ia pulang ke kampung dan makamkan dengan layak” kalimat-kalimat itu demikian menggelagar rasanya ditelingaku. Aku sontak tersadar dan hanya berkata,

“ I.... I....Iye puang”. Lalu dengan penuh perasaan haru dan sedih yang sangat dalam, aku beranjak mendekati jazad sahabatku I Capua yang kini tergeletak tanpa kepala. 

Kupapah tubuhnya yang telah menghitam akibat racun yang berasal dari keris I Rete Pitu dan kulangkahkan kakiku kembali ke kampung menyusul Puang I Ullung Allo yang berjalan semakin menjauh, masih dengan menenteng kepala dari jazad yang kupapah ini. 

Bukit Suruang seolah menangis menyaksikan tragedi cinta namun berakhir kematian dua insan yang saling mencinta. Bunga melati dari puncak bukitpun seolah kehilangan aroma. Tak ada lagi angin, semua membisu. Menulis kisah dalam kediaman. 

Ratusan tahun telah berlalu, kini hanya sebuah makam di bukit Suruang yang menjadi bukti jika di tempat itu pernah terjadi sebuah drama cinta yang luar biasa hebat. Tersusun oleh sutradara maha hebat sebagai sebuah pelajaran untuk manusia dimasa kini dan yang akan datang. 

Sekian.
Matakali, 21 Sept 14-30 Okt 15.

28/09/2015

AlarMandar

Punya hp android yang mahal kadang buat kita was-was. Amankan hp android ta dengan mengaktifkan aplikasi anti maling berciri khas mandar ini. Mungkin sudah banyak aplikasi sejenis, namun ini tentang rasa kemandaran kita. Silahkan DOWNLOAD DI SINI

SELEKSI IKRA INDONESIA KEMBALI DIGELAR, KOPI CAP MARADDIA MAJU JADI PESERTA

Pembukaan Seleksi Ikra Indonesia 27/2/2024 Kopi kita boleh beda, tapi Indonesia kita tetap satu. Sebuah kalimat pembuka yang aku ucap saat m...